Selasa, 05 Desember 2017

Pendingin Ruangan dan Perang Dunia Ketiga

Yusri Fajar *
Media Indonesia, 9 Okt 2016

LELAKI itu masuk ke bus nomor 18 yang berhenti di Halte Jefferson Boulevard, tak jauh dari supermarket Kroger dan toko elektronik Best Buy di pinggiran Louisville. Ia mengangkat kardus lumayan besar, berwarna putih dan hijau muda. Suara bus menderu-deru, tapi aku bisa mendengar suara napasnya yang terengah-engah. Bulir-bulir keringat meluncur dari dahi dan sela-sela rambut pirangnya yang panjang sebahu.

Setelah meletakkan kardus di kursi kosong, ia duduk di hadapanku. Ia mengenakan kaos hijau muda, celana jins hitam, dan sepatu kets putih. Tanpa menyapaku tiba-tiba ia berbicara dengan suara lumayan keras. ”Hari ini istriku pasti senang melihat aku membawa ini. Perempuan harus dibahagiakan. Tak mudah aku menaklukkannya dulu. Kuharap ia tak marah lagi. Aku sudah keluar-masuk tujuh toko, termasuk toko elektronik Best Buy. Baru di toko ketujuh aku menemukan ini. Persediaan di toko ketujuh banyak. Sepertinya pemiliknya paham manusia sekarang makin bergantung pada benda ini.”

Aku hanya tersenyum, tak menanggapi. Lelaki itu terus bicara. Beberapa hari terakhir, menurutnya, istrinya sering mengomel dan membuatnya tak betah di rumah. Istrinya bahkan menolak diajak berduaan di kamar. “Kita berpisah saja kalau kau tak bisa membelinya,” begitu kata istrinya sebagaimana lelaki itu menirukannya. “Aku harus memenuhi keinginannya karena aku tak mau bercerai dengannya. Yang ia inginkan hanya ini,” katanya sambil menunjuk kardus di sampingnya dan membetulkan letak kacamata bulatnya. Aku mulai terganggu oleh ocehan lelaki sok akrab itu. Tapi ia tak peduli. Dari balik bibirnya yang kecil, kata-kata seperti siap ia muntahkan.

Aku makin terganggu ketika ia memukuli kardus itu sambil menyanyikan sebuah lagu. Sebaiknya berganti bus, pikirku. Tapi setelah aku lihat jadwal, bus berikutnya masih tiga puluh menit lagi. Akhirnya aku putuskan tetap dalam bus dan membayangkan segera sampai di apartemen kampus Herman and Heddy Kurz hall di 1900 Fourth Street, tempat tinggalku.

“Jika udara dalam kamarku sejuk seperti dalam bus ini, istriku pasti senang. Tak akan ada gencatan bercinta di kamar selama hampir sebulan.”

“Bisakah kau mengecilkan volume suaramu? Lihat aturan yang tertempel di jendela, dilarang bicara keras. Suaramu mengganggu konsentrasiku mengemudi. Jika tidak bisa, kau bisa naik angkutan lain!” sopir perempuan keturunan Afrika bertubuh tambun tinggi besar menegur dengan nada tinggi. Beberapa penumpang juga menunjukkan wajah tidak suka pada lelaki itu.

“Maaf. Aku tak akan bersuara keras lagi,” lelaki itu menanggapi, lalu berpindah, duduk tepat di sampingku. “Wanita memang harus dituruti dan diperhatikan,” bisiknya padaku.

Ketika bus melewati halte Jackson Broadway, lelaki itu membuka botol air mineral yang ia ambil dari tas kain miliknya. Ia minum beberapa teguk kemudian menyiramkan sedikit air di kepalanya. Tanpa kuduga ia memercikkan air ke arah kepalaku. Lelaki kurang ajar dan tak punya sopan santun, bisikku dalam hati.

“Apa yang kamu lakukan? Lihat wajah dan rambutku basah!” kataku kesal.

“Maaf, aku bercanda. Jangan marah. Di tengah hawa panas kita harus bisa mendinginkan hati.” Ia mengambil tisu dari tasnya dan mengulurkannya padaku untuk kugunakan menyeka bulir-bulir air yang masih menempel di mukaku.

“Aku bermimpi membawa istriku tinggal di negara berhawa sejuk dan sumber air jernih paling bagus. Pasti nyaman dan menyehatkan. Ngomong-ngomong, namamu siapa dan dari mana?”

“Fajri dari Indonesia,” jawabku.

“Oh, Indonesia. Namaku Tom. Aku ingin mengunjungi Indonesia. Negeri impian untuk merajut kemesraan. Tapi aku belum punya cukup uang untuk pergi ke sana. Ada teman sekolahku yang berlimpah harta dan menikahi gadis Indonesia, punya rumah besar di sebuah pulau indah dengan udara yang segar, pemandangan indah dan air yang jernih. Tak perlu pendingin ruangan di sana. Angin berhembus semilir dan segar. Kamu ke sini dalam rangka apa?”

“Kuliah.”

“Kemudian setelah lulus?”

“Aku ingin tinggal di sini untuk bekerja.”

“Kau nanti pasti akan berubah pikiran. Louisville panas. Tak mudah mencari pekerjaan di sini. Kau harus bersaing dengan orangorang Amerika kulit putih sepertiku dan para pendatang lain. Aku asli Louisville, tapi tak pernah dapat pekerjaan bergengsi. Kerjaku serabutan.”

“Aku ingin mencari pengalaman bekerja di sini.”

“Tapi nanti jika terjadi perang dunia ketiga antara Cina dan Amerika, kamu pasti tak akan mau tinggal di sini. Cina dan Amerika terus berebut pengaruh. Mereka sepertinya akan saling menyerang, saling menghujani bom. Bukit-bukit hijau di Louisville akan dikepung asap mesiu. Air bersih akan tercemar. Alam dan gedunggedung terbakar. Instalasi listrik rusak. Istriku pasti merasa makin tersiksa. Tak ada lagi pendingin ruangan. Perang harus kita kutuk! Kau sebaiknya pulang, jika perang berkecamuk. Jika aku punya uang, aku dan istriku akan melancong ke negerimu.”

“Tentu aku akan pulang. Daripada mati di sini.”

“Pilihan tepat. Kau bisa memajukan negaramu dengan ilmumu. Tetapi jangan lupa, buat istrimu merasa sejuk di rumah,” saran Tom sambil tertawa keras.

Tiba-tiba bus berhenti mendadak. “Sekali lagi Bapak tertawa, silahkan Bapak turun!” sopir nampaknya benar-benar marah.

“Maaf, aku tak bisa menahan tawa.”

Sopir kembali menjalankan bus dengan wajah jengkel. Cara mengemudinya tak lagi nyaman seperti sebelumnya.

“Bapak turun di halte mana?” tanyaku sambil berharap ia cepat turun karena aku makin merasa terganggu diajak bicara terus menerus.

“Di halte Market Street kemudian berganti bus nomor 4 tujuan Southern Height Avenue. Dari sana aku harus berjalan hingga rumah. Apakah kamu mau membantuku mengangkat pendingin ruangan ini sampai rumahku? Aku sudah tidak sabar menunjukkannya pada istriku.”

Aku diam sejenak, ragu. Perangai Tom agak aneh. Namun aku tak tega melihat wajahnya yang tampak kelelahan sejak ia masuk bus.

“Baik. Akan aku bantu.”

“Anda baik sekali. Istriku pasti sudah menunggu.”

Setelah bus tiba di halte Southern Height Avenue, aku dan Tom mengangkat pendingin ruangan, menyusuri jalan West Whitney Avenue. Keringat Tom berjatuhan dan napasnya terdengar berat ketika kami tiba di depan sebuah rumah yang terlihat tua di sudut jalan. Tak begitu besar, namun cukup terawat. Tom memberikan aba-aba padaku untuk menurunkan pendingin ruangan di lantai setelah kami menaiki tangga beranda. Ia memutar gagang pintu, namun pintu tak bisa dibuka.

“Ke mana istriku?” tanyanya pada diri sendiri.” Ia seharusnya menyambutku dan melihat barang impiannya ini.”

Dalam gelisah Tom mencari sesuatu di dalam tasnya. Telepon genggam. Ia menghubungi nomor istrinya. Tapi hanya terdengar nada panggilan.

“Dasar perempuan tak sabar. Tak betah panas. Diminta menunggu malah pergi,” kata Tom dengan nada kesal.

Kemudian ia seperti mengingat sesuatu sejenak dan merogoh tasnya. Ia lega menemukan kunci. Setelah pintu terbuka, aku dan Tom mengangkat pendingin ruangan ke dalam. Kondisi rumah sepi. Tak ada siapa-siapa. “Dia pergi tanpa pamit,” gumamnya. “Mari kita bersantai di taman belakang. Kau pasti lelah.”

Ketika Tom dan aku berjalan menuju pintu belakang, Tom terkejut melihat pintu terbuka. Ketika aku mengikutinya melewati pintu belakang menuju taman yang kurang terawat, aku melihat seorang perempuan duduk di atas kursi kayu dengan telinga tertutup headphones, memandangi pohon Cladrastis Kentukea di sudut taman. Tom menyentuh pundaknya.

“Aku kira kau minggat ke San Fransisco,” kata Tom.

“Jaga bicaramu! Aku tadi menunggumu dalam rumah. Makin siang udara di dalam makin panas. Akhirnya aku ke sini. Kau dapat pendingin ruangan?”

“Iya. Kenalkan, ini Fajri dari Indonesia, ia yang membantuku mengangkat pendingin ruangan.”

“Lin Fu. Terima kasih telah membantu suami saya,” istri Tom yang cantik memperkenalkan diri. Ia mengenakan kaos ketat dan celana pendek. Rambutnya indah dan panjang tergerai. Umurnya sepertinya jauh lebih muda dari Tom.

“Meski nenek moyang istriku ini dari Beijing, tapi dia lahir di San Fransisco. Orangtuanya punya restoran di China Town di San Fransisco,” kata Tom.

“Kau pasti tahu San Fransisco tidak panas seperti Louisville,” kata Lin Fu padaku.

Aku kemudian diajak menuju ruang tamu dan disuguhi jus apel.

“Kamar akan segera sejuk,” kata Tom pada Lin Fu.

“Kau sudah memanggil tukang untuk memasang pendingin ruangan ini?”

“Oh, Tuhan. Aku lupa. Aku tadi membayangkan bisa memasangnya sendiri.”

“Jangan berimajinasi! Cepat cari tukang! Atau nanti malam kau tidur di luar kamar lagi!”

Mendengar nada bicara Tom dan Lin Fu meninggi, aku menyela dan segera berpamitan karena aku tak mau terlibat urusan pribadi mereka. Tom dan Lin Fu mengantarku hingga depan rumah. Aku berjalan melintasi halaman menuju halte bus. Dari jauh aku mendengar mereka bertengkar di beranda. Kemudian kulihat mereka masuk rumah, dan setelah itu samar-samar terdengar suara barang dibanting dengan keras.

*) Yusri Fajar menempuh S-2 sastra di University of Bayreuth Bayern, Jerman. Pada Juni-Juli 2016, ia mengikuti short course Contemporary American Literature di University of Louisville, Kentucky USA. Buku cerpennya Surat dari Praha (2012).
https://jiwasusastra.wordpress.com/2016/10/13/pendingin-ruangan-dan-perang-dunia-ketiga/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito