Acep Iwan Saidi *
Pikiran Rakyat, 9 Jan 2011
1
Seperti tahun sebelumnya, secara umum kehidupan kebudayaan di Jawa Barat pada 2010 berjalan biasa-biasa saja, tak ada pencapaian menonjol. Dari segi event, satu-satunya peristiwa yang boleh dicatat sebagai prestasi adalah Pasar Seni 101010 ITB. Helatan ini secara fisik menyedot ribuan orang mengunjunginya dan menyebabkan terjadinya transaksi ekonomi yang luar biasa. Secara nonfisik, pasar ini juga menawarkan konsep sekaligus kritik tentang makna pasar itu sendiri, khususnya terhadap fenomena pasar seni rupa dan secara umum terhadap gerakan pasar modern yang kian menyisihkan pasar tradisional sehingga dengan begitu kian melesapkan ekonomi kerakyatan. Pasar ini hendak mengingatkan publik pada hypermarket, yang kata Yasraf Amir Piliang, telah bergerak ke arah pasar psikopat.
Di luar Pasar Seni ITB, dari segi kebendaan (material culture), seni dan budaya memang terus berproduksi meskipun sebatas rutinitas. Sementara pada aspek nonmaterial kita nyaris tak mencatat apa pun. Tak ada pandangan brilian, tak ada konsep, apalagi teori. Jangan bicara soal strategi kebudayaan sebab memang kita tidak punya. Ada memang sekelompok penggiat yang dimotori Pemprov Jabar (Disbudpar) melakukan konferensi yang melacak kebenaran silsilah “Pulau Sunda” yang katanya bernenek moyang pada Atlantis. Akan tetapi, konferensi ini, saya pikir, tak ada hubungan signifikan dengan strategi kebudayaan khususnya dan dengan peningkatan derajat peradaban kesundaan pada umumnya. Kalau memang tatar Sunda itu merupakan Atlantis yang hilang, mau diapakan?
2
Contoh lain dari program minus daya intelektualitas adalah pembuatan jalur sepeda di beberapa ruas jalan di kota Bandung. Dari program ini segera dapat dicatat beberapa cacat. Pertama, penyediaan jalur sepeda tampak hanya untuk memenuhi “tuntutan politis” bahwa ada fenomena masyarakat kota yang gemar bersepeda dan oleh karena itu pemkot merasa perlu menyiapkan jalurnya. Setelah itu selesai. Akibatnya, pada tingkat yang paling elementer, kualitas cat yang dipakai pun hanya bertahan kurang dari satu minggu.
Kedua, karena fakta yang demikian bisa disimpulkan, Pemkot Bandung telah memisahkan fenomena bersepeda masyarakat kota dengan budaya urban. Sepeda hanya dilihat sebagai kendaraan nonbahan bakar yang oleh karena itu hemat energi dan tidak polutif. Dengan demikian, pembuatan jalur sepeda pun cenderung diarahkan pada program pragmatik: “pakailah sepeda dan kami menyediakan jalurnya!”
Padahal, bagi masyarakat urban, sepeda adalah cara-sebelum kemudian menjadi gaya untuk mencari jalan keluar dari kesumpekan ruang dan waktu kota yang kian hari kian runyam. Bersepeda adalah “mengintip dari jendela”, menghirup udara segar, dan lebih jauh menikmati pemandangan alam yang indah. Itu sebabnya kelompok ini sering beriringan keluar kota, ke kampung, hingga ke bukit yang jauh.
Jika begitu, yang utama harus dipersiapkan oleh pemerintah kota bukanlah jalur sepeda, melainkan berbagai hal yang ada di sepanjang jalan tersebut. Beberapa contoh upaya yang bisa dilakukan adalah: ciptakan dan rawat hutan kota, benahi drainase, tanam dan rawat pohon sepanjang jalan, hindari polusi visual (tebaran spanduk, reklame liar, dan lain-lain), beri aksen yang khas dan menonjol pada gedung publik, atur zona hotel dan rumah makan, perbanyak taman kota, atur dan tempatkan rambu lalu lintas dengan baik, dirikan beberapa toko suvenir khusus di beberapa sudut kota untuk pengendara sepeda, dan jalan rayanya sendiri harus dirawat.
Hal itu terjadi sebab jalan berfungsi sebagai tempat orang berinteraksi. Jalan adalah ruang kebudayaan. Masyarakat kolektif tidak hanya menggunakan jalan sebagai tempat berjalan kaki atau berkendaraan. Di jalan orang bisa saling menyapa, berjualan, ngerumpi. Jalan adalah salah satu pusat keramaian.
Jalan modern tentu saja tidak demikian. Sebaliknya, dari jalan tradisional, jalan modern adalah ruang yang “menghapus interaksi masyarakat kolektif di atasnya”, ia mengeliminasi pejalan kaki dan mengusir para pedagang (pedagang kaki lima adalah momok kemacetan lalu lintas). Interaksi di jalan raya modern adalah interaksi mekanis. Jalan adalah tempat lalu lintas besi.
3
Namun, apakah aspek fisik jalan raya modern sedemikian memang sama sekali tidak bisa dipadukan dengan “roh masyarakat kolektif” khas kita? Hemat saya, peluang itu sangat besar, dalam hal ini terutama bagi jalan raya di tengah kota (bukan jalan bebas hambatan). Hanya, modal utamanya memang harus ada kesadaran bersama pada masyarakat untuk melihat jalan sebagai ruang budaya. Kesadaran ini mula-mula menjadi kewajiban pemerintah untuk membangkitkannya dan sekaligus dengan begitu menyusun strategi kebudayaan di atasnya.
Problemnya, pemerintah tidak memiliki visi yang jelas mengenai jalan raya. Pemrov Jabar khususnya dan pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat pada umumnya lebih menyikapi jalan sebagai “infrastruktur teknologis”. Pada domain ini pun pemerintah bisa dibilang gagal. Kualitas jalan di Jawa Barat jauh berada di bawah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jalan raya di Kabupaten Gunung Kidul, yang disinyalir sebagai daerah miskin di Jawa, lebih bagus jika dibandingkan dengan jalan raya di Kota Bandung. Gubernur Jawa Barat beberapa waktu lalu memang mengatakan bahwa biaya pembuatan dan pemeliharaan jalan sangat mahal. Benar. Namun, harus pula dicatat bahwa pungutan pajak atas pengguna jalan pun sangat besar. Dalam logika sederhana, pungutan pajak kendaraan bermotor mestinya dikembalikan untuk pembangunan jalan.
Namun, agaknya ongkos untuk pembangunan jalan tidak sesederhana yang dibayangkan. Biaya terbesar yang harus dikeluarkan mungkin bukan untuk jalan itu, melainkan untuk “dana menuju ke jalan”, alias ongkos birokrasi. Pada saat Gubernur Jabar dengan sangat yakin mengatakan 2010 sebagai tahun infrastruktur dengan menempatkan pembangunan jalan di Jabar Selatan sebagai prioritas, jalan raya di salah satu kantong utama pariwisata Jabar, yakni Pangandaran, rusak parah. Rute dari Pangandaran menuju Cijulang (Bulak Laut, Karang Tirta, Batu Hiu, Green Canyon, dan Batu Karas) lebih layak dikatakan sebagai sungai kering.
Contoh lain terjadi di Kota Bandung. Pemkot Bandung sempat mengatakan bahwa persoalan perbaikan jalan di Kota Bandung akan diselesaikan hingga Juli 2010. Buktinya hingga hari ini janji tersebut hanya isapan jempol. Jangan bicara jalan di pinggir kota seperti Antapani, Parakan, Ciwastra, Suka Haji, dan lain-lain, Jalan Supratman pun, yang menghubungkan Jln. Ahmad Yani dan Jln. Diponegoro, tempat Gedung Sate berdiri, jalannya sangat menyedihkan.
4
Melihat kondisi sebagaimana diuraikan tadi, saya pikir ke depan pemprov dan pemkab/pemkot di Jawa Barat harus melihat jalan raya dalam perspektif lain. Jalan raya, sekali lagi, mesti disikapi sebagai ruang kebudayaan. Di atas jalan yang terjadi bukan hanya “lalu lintas fisik” tetapi juga “pertukaran nilai”. Dengan begitu, tidak pernah ada “jalan pintas” untuk membenahi jalan. Jalan tak cukup diaspal, dibeton, atau ditambal jika rusak. Jalan harus disentuh dengan estetika dan etika.
Cara pandang demikian meniscayakan jalan raya tak bisa dipisahkan dengan segala aspek yang mengitarinya: selokan, pohon, taman, reklame, pertokoan, arsitektur gedung publik, rambu lalu lintas, hingga pedagang kaki lima. Orang-orang yang berlalu lalang di atas jalan, baik berjalan kaki maupun berkendaraan tidak hanya disikapi sebagai pengguna, melainkan pemberi ruh bagi hidupnya jalan. Dalam masyarakat kolektif, fungsi jalan tidak sekadar penghubung jarak, melainkan juga perantara bagi berlangsungnya hubungan komunal yang sarat nilai. Jadi, mari kita susun strategi kebudayaan mulai dari membenahi jalan raya!***
Acep Iwan Saidi, Ketua Forum Studi Kebudayaan FSRD ITB.
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2011/01/rute-raya-jalan-kebudayaan.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar