Sabtu, 10 Agustus 2013

Rute Raya, Jalan Kebudayaan

Acep Iwan Saidi *
Pikiran Rakyat, 9 Jan 2011

1
Seperti tahun sebelumnya, secara umum kehidupan kebudayaan di Jawa Barat pada 2010 berjalan biasa-biasa saja, tak ada pencapaian menonjol. Dari segi event, satu-satunya peristiwa yang boleh dicatat sebagai prestasi adalah Pasar Seni 101010 ITB. Helatan ini secara fisik menyedot ribuan orang mengunjunginya dan menyebabkan terjadinya transaksi ekonomi yang luar biasa. Secara nonfisik, pasar ini juga menawarkan konsep sekaligus kritik tentang makna pasar itu sendiri, khususnya terhadap fenomena pasar seni rupa dan secara umum terhadap gerakan pasar modern yang kian menyisihkan pasar tradisional sehingga dengan begitu kian melesapkan ekonomi kerakyatan. Pasar ini hendak mengingatkan publik pada hypermarket, yang kata Yasraf Amir Piliang, telah bergerak ke arah pasar psikopat.

Di luar Pasar Seni ITB, dari segi kebendaan (material culture), seni dan budaya memang terus berproduksi meskipun sebatas rutinitas. Sementara pada aspek nonmaterial kita nyaris tak mencatat apa pun. Tak ada pandangan brilian, tak ada konsep, apalagi teori. Jangan bicara soal strategi kebudayaan sebab memang kita tidak punya. Ada memang sekelompok penggiat yang dimotori Pemprov Jabar (Disbudpar) melakukan konferensi yang melacak kebenaran silsilah “Pulau Sunda” yang katanya bernenek moyang pada Atlantis. Akan tetapi, konferensi ini, saya pikir, tak ada hubungan signifikan dengan strategi kebudayaan khususnya dan dengan peningkatan derajat peradaban kesundaan pada umumnya. Kalau memang tatar Sunda itu merupakan Atlantis yang hilang, mau diapakan?

2
Contoh lain dari program minus daya intelektualitas adalah pembuatan jalur sepeda di beberapa ruas jalan di kota Bandung. Dari program ini segera dapat dicatat beberapa cacat. Pertama, penyediaan jalur sepeda tampak hanya untuk memenuhi “tuntutan politis” bahwa ada fenomena masyarakat kota yang gemar bersepeda dan oleh karena itu pemkot merasa perlu menyiapkan jalurnya. Setelah itu selesai. Akibatnya, pada tingkat yang paling elementer, kualitas cat yang dipakai pun hanya bertahan kurang dari satu minggu.

Kedua, karena fakta yang demikian bisa disimpulkan, Pemkot Bandung telah memisahkan fenomena bersepeda masyarakat kota dengan budaya urban. Sepeda hanya dilihat sebagai kendaraan nonbahan bakar yang oleh karena itu hemat energi dan tidak polutif. Dengan demikian, pembuatan jalur sepeda pun cenderung diarahkan pada program pragmatik: “pakailah sepeda dan kami menyediakan jalurnya!”

Padahal, bagi masyarakat urban, sepeda adalah cara-sebelum kemudian menjadi gaya untuk mencari jalan keluar dari kesumpekan ruang dan waktu kota yang kian hari kian runyam. Bersepeda adalah “mengintip dari jendela”, menghirup udara segar, dan lebih jauh menikmati pemandangan alam yang indah. Itu sebabnya kelompok ini sering beriringan keluar kota, ke kampung, hingga ke bukit yang jauh.

Jika begitu, yang utama harus dipersiapkan oleh pemerintah kota bukanlah jalur sepeda, melainkan berbagai hal yang ada di sepanjang jalan tersebut. Beberapa contoh upaya yang bisa dilakukan adalah: ciptakan dan rawat hutan kota, benahi drainase, tanam dan rawat pohon sepanjang jalan, hindari polusi visual (tebaran spanduk, reklame liar, dan lain-lain), beri aksen yang khas dan menonjol pada gedung publik, atur zona hotel dan rumah makan, perbanyak taman kota, atur dan tempatkan rambu lalu lintas dengan baik, dirikan beberapa toko suvenir khusus di beberapa sudut kota untuk pengendara sepeda, dan jalan rayanya sendiri harus dirawat.

Hal itu terjadi sebab jalan berfungsi sebagai tempat orang berinteraksi. Jalan adalah ruang kebudayaan. Masyarakat kolektif tidak hanya menggunakan jalan sebagai tempat berjalan kaki atau berkendaraan. Di jalan orang bisa saling menyapa, berjualan, ngerumpi. Jalan adalah salah satu pusat keramaian.

Jalan modern tentu saja tidak demikian. Sebaliknya, dari jalan tradisional, jalan modern adalah ruang yang “menghapus interaksi masyarakat kolektif di atasnya”, ia mengeliminasi pejalan kaki dan mengusir para pedagang (pedagang kaki lima adalah momok kemacetan lalu lintas). Interaksi di jalan raya modern adalah interaksi mekanis. Jalan adalah tempat lalu lintas besi.

3
Namun, apakah aspek fisik jalan raya modern sedemikian memang sama sekali tidak bisa dipadukan dengan “roh masyarakat kolektif” khas kita? Hemat saya, peluang itu sangat besar, dalam hal ini terutama bagi jalan raya di tengah kota (bukan jalan bebas hambatan). Hanya, modal utamanya memang harus ada kesadaran bersama pada masyarakat untuk melihat jalan sebagai ruang budaya. Kesadaran ini mula-mula menjadi kewajiban pemerintah untuk membangkitkannya dan sekaligus dengan begitu menyusun strategi kebudayaan di atasnya.

Problemnya, pemerintah tidak memiliki visi yang jelas mengenai jalan raya. Pemrov Jabar khususnya dan pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat pada umumnya lebih menyikapi jalan sebagai “infrastruktur teknologis”. Pada domain ini pun pemerintah bisa dibilang gagal. Kualitas jalan di Jawa Barat jauh berada di bawah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jalan raya di Kabupaten Gunung Kidul, yang disinyalir sebagai daerah miskin di Jawa, lebih bagus jika dibandingkan dengan jalan raya di Kota Bandung. Gubernur Jawa Barat beberapa waktu lalu memang mengatakan bahwa biaya pembuatan dan pemeliharaan jalan sangat mahal. Benar. Namun, harus pula dicatat bahwa pungutan pajak atas pengguna jalan pun sangat besar. Dalam logika sederhana, pungutan pajak kendaraan bermotor mestinya dikembalikan untuk pembangunan jalan.

Namun, agaknya ongkos untuk pembangunan jalan tidak sesederhana yang dibayangkan. Biaya terbesar yang harus dikeluarkan mungkin bukan untuk jalan itu, melainkan untuk “dana menuju ke jalan”, alias ongkos birokrasi. Pada saat Gubernur Jabar dengan sangat yakin mengatakan 2010 sebagai tahun infrastruktur dengan menempatkan pembangunan jalan di Jabar Selatan sebagai prioritas, jalan raya di salah satu kantong utama pariwisata Jabar, yakni Pangandaran, rusak parah. Rute dari Pangandaran menuju Cijulang (Bulak Laut, Karang Tirta, Batu Hiu, Green Canyon, dan Batu Karas) lebih layak dikatakan sebagai sungai kering.

Contoh lain terjadi di Kota Bandung. Pemkot Bandung sempat mengatakan bahwa persoalan perbaikan jalan di Kota Bandung akan diselesaikan hingga Juli 2010. Buktinya hingga hari ini janji tersebut hanya isapan jempol. Jangan bicara jalan di pinggir kota seperti Antapani, Parakan, Ciwastra, Suka Haji, dan lain-lain, Jalan Supratman pun, yang menghubungkan Jln. Ahmad Yani dan Jln. Diponegoro, tempat Gedung Sate berdiri, jalannya sangat menyedihkan.

4
Melihat kondisi sebagaimana diuraikan tadi, saya pikir ke depan pemprov dan pemkab/pemkot di Jawa Barat harus melihat jalan raya dalam perspektif lain. Jalan raya, sekali lagi, mesti disikapi sebagai ruang kebudayaan. Di atas jalan yang terjadi bukan hanya “lalu lintas fisik” tetapi juga “pertukaran nilai”. Dengan begitu, tidak pernah ada “jalan pintas” untuk membenahi jalan. Jalan tak cukup diaspal, dibeton, atau ditambal jika rusak. Jalan harus disentuh dengan estetika dan etika.

Cara pandang demikian meniscayakan jalan raya tak bisa dipisahkan dengan segala aspek yang mengitarinya: selokan, pohon, taman, reklame, pertokoan, arsitektur gedung publik, rambu lalu lintas, hingga pedagang kaki lima. Orang-orang yang berlalu lalang di atas jalan, baik berjalan kaki maupun berkendaraan tidak hanya disikapi sebagai pengguna, melainkan pemberi ruh bagi hidupnya jalan. Dalam masyarakat kolektif, fungsi jalan tidak sekadar penghubung jarak, melainkan juga perantara bagi berlangsungnya hubungan komunal yang sarat nilai. Jadi, mari kita susun strategi kebudayaan mulai dari membenahi jalan raya!***

Acep Iwan Saidi, Ketua Forum Studi Kebudayaan FSRD ITB.
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2011/01/rute-raya-jalan-kebudayaan.html

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito