Viddy AD Daery*
Seputar Indonesia, 9 Des 2007
PROTES sekelompok masyarakat Indonesia yang reaktif terhadap dugaan ”Reog dipulung Malaysia” berakhir antiklimaks dan memalukan karena Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta yang mewakili pemerintah negeri jiran itu menjawab bahwa tidak benar Malaysia mengambil alih Reog Ponorogo menjadi milik asli mereka.
Yang terjadi adalah sekelompok besar masyarakat Jawa—sebagian besar asal Ponorogo yang pernah disewa pemerintah penjajah Inggris 1870-an untuk membangun Malaysia sebagai kuli kontrak penggarap hutan menjadi perkebunan kopi dan karet, membawa juga kesenian reog dan wayang kulit, Marhabanan, Ludruk, Ketoprak dan, sebagainya.
Hanya saja,ludruk dan ketoprak kini sudah tidak lagi eksis di Malaysia. Malah, keputusan Pemerintah Malaysia yang terbaru seperti dikatakan Menteri Pariwisata/ Pelancongan Malaysia Tengku Adnan Mansur yang beristri artis Indonesia Enny Beatrice menyatakan bahwa semua kesenian Indonesia akan dihentikan ”penayangannya” oleh pemerintah Malaysia.
Hal itu tentu justru akan merugikan masyarakat Jawa di Malaysia, guru-guru seni Indonesia yang disewa Malaysia,dan para perajin seni yang banyak mendapat pesanan dari Malaysia, sedangkan pesanan dari pemerintah Indonesia sendiri sangat kurang kalau tidak nol besar.
Kesenian Dibawa dan Dikreasi Baru
Kasusnya adalah ada ”mukimin” alias imigran Jawa yang membawa kesenian reog ikut hijrah ke Malaysia. Seperti imigran Jawa dikontrak penjajah Belanda untuk hijrah ke Suriname (Amerika Selatan) sebagai kuli kontrak, mereka membawa kesenian ludruk, melahirkan ”Kabaret Captain Does”.
Selain itu,tahanan tentara sewaan Jawa semasa Perang Banten yang dibuang Belanda ke Sri Lanka dan Afrika Selatan. Di dua tempat itu mereka membawa kesenian debus dan pencak silat. Ada juga imigran Jawa hijrah ke Pulau Christmas dan Pulau Cocos Keeling (di Samudera Indonesia, tetapi masuk wilayah Australia) sebagai kuli kontrak penambangan dolomit dan fosfat, juga hijrah ke New Caledonia (di Samudera Pasifik) sebagai kuli perkebunan tebu.
Mereka membawa wayang kulit.Tetapi, karena yang hijrah adalah para kuli,bukan pakar dalang, mereka ”memodifikasi” wayang kulit versi mereka,hasilnya agak penceng-pencengdan waguserta ceritanya agak sederhana dan ngawur. Kenapa para reaktifis Indonesia tidak memprotes Suriname, Sri Lanka,Afrika Selatan,Australia,New Caledonia, dan sebagainya?
Padahal, jelas-jelas Australia mencetak wayang-wayang versi Melayu-Jawa Samudera Indonesia itu di prangko-prangko filateli Australia.Juga, buku-buku panduan turisme Afrika Selatan selalu menonjolkan masyarakat Melayu-Banten-Jawa sebagai obyek wisata budaya yang mempunyai kesenian debus dan makanan rijstaffel atau nasi campur ala Belanda-Afsel.
Kasus Reog Ponorogo dikreasi imigran Ponorogo menjadi Tari Barong saya kira amat mirip dengan proses wayang kulit Jawa dikreasi menjadi wayang wagu di Pulau Christmas dan Pulau Cocos Keeling. Toh, wayang Indonesia juga mengkreasi wayang India. Untung India tidak pernah memprotes Indonesia di zaman Kerajaan Kediri atau zaman Majapahit dulu. Reog Ponorogo mungkin juga ”diilhami”seni Barongsai dari daratan China karena orang-orang China sudah banyak yang mengembara di Nusantara sejak zaman Singosari, ketika utusan Kubilai Khan disuruh mengancam raja-raja Singosari.
Jadi, benar pepatah ”tak ada yang baru di bumi ini.” Namun,yang perlu kita banggakan, meskipun kita juga bangsa peniru (pemulung juga), kita mampu mengkreasi baru dengan lebih indah dan lebih artistik dari aslinya. Konon, Borobudur meniru Angkor Wat di zaman Raja Campa Indrawarman (kini Kamboja dan Vietnam) yang bersahabat baik dengan raja-raja Mataram kuno.
Tetapi, banyak budayawan yang menilai bahwa Borobudur lebih indah dan lebih halus daripada Angkor Wat. Tentu bisa jadi, orang Campa menilai sebaliknya . Wayang Indonesia sangat luar biasa detail sunggingannya dibanding wayang India dan wayang Thailand, dua sumber yang menjadi inspirasi wayang Indonesia/ Jawa.
Juga kesenian yang diimpor dari Arab dan Turki di zaman pasca-Sunan dan abad sultan-sultan (sekitar abad 16 dan 17 M),misalnya Tari Zapin dan Teater Indra Bangsawan. Toh, Tari Zapin Melayu/Indonesia lebih rumit dan indah daripada zapin asli Arab yang sangat sederhana dan cuma meloncat-loncat.
Tari Zapin ini populer di seluruh wilayah kesultanan Melayu, mulai Jambi, Palembang, Riau, sampai Johor, Malaka, dan seluruh semenanjung Malaya. Maka, orang-orang Jambi, Palembang, dan Riau tidak pernah memprotes Malaysia, mungkin karena mereka lebih sadar keserumpunan ketimbang orang Jawa.
Psikologi Orang Kalah?
Mengapa orang-orang Jawa memprotes Malaysia mulai lagu Rasa Sayange sampai Reog Ponorogo, sementara mereka tidak takut diprotes Amerika waktu para artis Indonesia menyanyi lagu rap dan tari hip-hop serta break dance? Saya kira, penyebabnya, bangsa kita mengidap sindrom ”anti menggaruk kuduk sendiri” dan juga mengalami psikologi orang kalah.
Karena sekian lama dikhianati pemerintahnya sendiri,mereka mencari pelampiasan dengan memusuhi saudaranya yang dikiranya lebih yunior atau lebih lemah. Malaysia adalah murid Indonesia sejak zaman Kerajaan Malaka berguru kepada Majapahit di abad 15, sampai zaman merdeka, bahkan sampai zaman modern karena sampai 1970-an, antara lain di daerah Sabah, ada serombongan petani Indonesia di bawah koordinasi Cak Kadar, budayawan dari Surabaya, yang ditugasi pemerintah Indonesia untuk memberi pelajaran budi daya tanaman kelapa sawit kepada petani Sabah, Malaysia Timur.
Apa yang terjadi sekarang? Kelapa sawit Indonesia jeblok karena mismanagement sehingga dibeli dan dikelola perusahaan kelapa sawit Malaysia. Malaysia memang banyak mendapatkan devisa utama dari perdagangan global minyak bumi, kelapa sawit,dan turisme. Menurut budayawan M Sobary, para wartawan senior Malaysia pernah berguru ke kantor berita Antara Indonesia.
Hanya saja, perlu disayangkan karena kini Sobary menuduh Malaysia maling. Suatu tuduhan yang berbahaya sebelum dibuktikan di pengadilan. Apalagi, Sobary seorang budayawan yang mestinya amat berwawasan luas.Tapi siapa tahu, Sobary juga sedang mengidap psikologi pecundang.
Maka, kondisi sekarang dibalik, Indonesialah yang kini banyakberguruke Malaysia, dengan banyaknya mahasiswa Indonesia belajar di Malaysia dan sangat banyak TKI mengais rezeki ringgit di negeri itu. Meski mereka sangat sering disiksa majikan-majikan etnis China dan India, toh tetap saja mereka ke sana mencari hidup karena Indonesia sendiri tidak bisa memberi harapan hidup karena kekayaan negara dirampok para pemimpin dan komplotannya.
Psikologi orang kalah inilah yang menjadikan sebagian rakyat Indonesia menjadi sensitif dan reaktif dengan proporsi yang kurang mendahulukan akal dan nalar. Memang amat disayangkan, Indonesia yang dipuji secara tepat oleh Koes Plus sebagai ”Kolam Susu” telah memberi manfaat kepada banyak bangsa mulai Arab, China, India, Barat, bahkan sesama rumpun Melayu, sejak zaman awal Masehi bahkan mungkin sebelum Masehi (seperti diceritakan dalam karya sastra Arab kuno ”Sindbad Si Pelaut”), sampai zaman modern kini.
Namun, rakyatnya justru dimiskinkan kezaliman para pemimpinnya sendiri, bagai peribahasa ”Anak ayam mati di lumbung padi”.
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2007/12/barongsai-barong-reog-dst.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar