Saifur Rohman
http://sastra-indonesia.com/
Cerpen-cerpen Indonesia mutakhir diwarnai oleh komodifikasi yang bisa disingkat dengan jimat “cerpen koran”. Bentuknya ringkas, isinya padat, dikemas dengan gaya yang unik, selesailah. Seperti membuat pop mie; cepat saji, segar, dan gurih.
Di tengah-tengah komodifikasi itu, kumpulan cerpen bertajuk Ritual (2012) karya Han Gagas sesungguhnya bisa diapresiasi sebagai sebuah perlawanan yang betul-betul berani terhadap kemasan cerpen koran. Sungguh pun tidak bisa dimungkiri, 17 cerita dalam kumpulan cerpen sebagian besar sudah dipublikasikan di media lokal maupun nasional.
Cerpen-cerpennya tidak mengangkat fakta segar, tetapi mengaduk-aduk ingatan lama yang terkubur di bawah sadar sebagai trauma. Bentuk ungkapan yang sangat antropologis mengingatkan pada cerpen panjang karya mendiang Umar Kayam. Hal itu juga bisa dilihat dari tokoh-tokoh yang dibangun, model pengaluran, serta pesan-pesan yang hendak disampaikan. Tulisan ini melihat karya Han Gagas secara struktural dan menunjukkan relevansinya dalam kajian cerpen Indonesia mutakhir. Sebab, melalui kajian struktural ini hendak dibentuk suatu common sense untuk melihat cerpen yang kuat dan cerpen lemah. Pada saatnya nanti, pijakan itu sangat bermanfaat dalam pengembangan sejarah, kritik, dan teori sastra Indonesia masa kini.
Simptom Sosial
Secara umum cerpen-cerpen Han Gagas mengungkapkan realitas-realitas tak sadar dari masyarakat kontemporer. Dia memiliki prinsip bahwasanya masyarakat yang bergerak sekarang ini tidak bisa dilepaskan dari lapis-lapis ketidaksadaran yang turut menopangnya. Batasnya sangat tipis. Bukti paling kuat tampak dalam cerpen “Gemblak” yang mengingatkan kita pada kasus perbudakan, kanibalisme, dan tribalisme yang sangat dekat dengan kita pada masa lalu. Secara umum cerpen ini menceritakan tentang lamaran seorang warok kepada seorang pemuda bernama Hargo. Pemuda itu sebetulnya tidak mau karena dia mengetahui nasib gemblak yang sangat sengsara. Selain menjadi objek homoseks, seorang gemblak dengan kata lain adalah seorang budak karena gemblak telah dibeli dengan sejumlah raja kaya. Di sisi lain, lamaran itu bagi keluarga adalah berkah karena harta lamaran berupa sapi, emas, serta berbagai makanan adalah hal yang sulit didapat oleh keluarga miskin.
Di tengah dilema itu, akhirnya Hargo memutuskan melarikan diri. Kendati dia tahu, pada saat yang sama keputusan itu berarti malapetaka bagi keluarganya. Cerita ini diakhiri dengan upaya Hargo melangkah keluar dan pada saat yang sama pundaknya sudah dipegang oleh sang ayah. Lihat kutipan berikut:
Hargo membuka selot pintu belakang, namun sebuah tangan dengan cepat menangkap bahunya, mencengkeram.
“Hendak ke mana, kau!!” Suara berat Rekso menghentikan langkahnya (dalam cerpen “Gemblak”).
Apakah itu berarti Hargo gagal melarikan diri dan menjadi gemblak? Hal itu tidak diceritakan. Sebaliknya, pencekalan itu bukan berarti upaya Hargo sama sekali tidak berhasil. Perihal pertanyaan itu kiranya bukan bagian dari cerita ini karena cerita telah berhenti ketika Hargo memutuskan pergi.
Akhir yang tiba-tiba itu sontak membebani pembaca agar turut melanjutkan ceritanya. Sebab, cerita yang sudah berakhir bagi penulis tidak berlaku bagi pembaca.
Akhir bukanlah akhir. Pencerita menyerahkan akhir kepada pembaca. Setelah itu bisa dilanjutkan dalam kepala pembaca masing-masing. Bukti lain, cerpen “Antara Rumah dan Kebun”. Dia memberikan akhir bercerita tentang keangkeran suatu kebun yang berada tak jauh dari rumah si aku-pencerita. Dikisahkan, karena keterbatasan keuangan, akhirnya sang suami membeli rumah yang konon angker. Sebab, tak jauh dari rumah itu terhampar kebun yang selalu memunculkan fenomena aneh saat malam. Suatu malam dia mencium aroma bunga yang sangat menusuk sehingga dia jadi bergidik ngeri. Kejadian aneh itu belakangan diketahui oleh istrinya. Selama ini, sang istri sengaja tidak diberi tahu agar bersedia menempati rumah baru itu, apa boleh buat, sang istri akhirnya mengajak pergi dari rumah yang baru dibeli.
Sang suami menolak dengan cara memberi pengertian tentang adanya yang mahakuasa. Secara tak sengaja seorang tetangga telah menceritakan sebab-musabab keangkeran itu. Rumah yang baru saja ditinggali konon adalah bekas rumah bidan yang berpraktik aborsi. Setiap bayi yang berhasil diaborsi akhirnya dibuang tak jauh dari rumah itu. Akhirnya arwah bayi itu penasaran dan menangis tiap malam. Akhir cerita dikisahkan berikut ini:
Di manakah bau harum tadi? Kakiku terpaku di tempat. Ujung jariku kaku memegang korden. Tak bisa digerakkan. Muncul tawa cekikikan anak-anak kecil di luar. Tanganku gemetar. Jantungku copot!
Suara langkah terseret makin dekat…
Aku hendak berdoa, tapi lidahku kelu. Tenggorokanku tercekat!
Terdengar suara menyayat-yayat, memilukan. Isak tersedu. (Dalam cerpen “Antara Rumah dan Kebun”)
Gambaran tersebut sudah diungkapkan sejak awal cerita. Tapi kutipan di atas diambil dari babak terakhir. Kemiripan gambaran itu seperti meneror pembaca tentang kisah misteri yang dimunculkan sejak awal hingga akhir. Ruang yang terbatas mengharuskan pencerita mengakhiri sebelum alur benar-benar mencapai leraian dan berujung pada penyelesaian.
Analisis pengaluran itu sangat bermanfaat untuk menelisik pesan yang bisa tersampaikan kendati durasi tidak panjang. Tokoh-tokoh dibangun secara tegas dalam semua cerpen sehingga pencerita berhasil menciptakan karakter secara baik. Latar disusun detail dan menyatu dengan pesan. Tema-tema mitos, misteri dan mistis bisa menjadi sangat menonjol.
Lihat cerpen “Redi Kelud”. Ada keluarga cacat yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Kalimat itu mengisyaratkan hadirnya tokoh yang tipikal. Belakangan diketahui salah seorang anak berumur sepuluh tahun bernama Redi justru memiliki kelebihan. Di punggungnya tumbuh sayap sehingga dia mirip malaikat. Sampai kemudian dia mengiris sayap itu tetapi yang terjadi justru banjir darah di kampungnya. Banjir darah itu mengakibatkan ibunya kembali teringat pembantaian massal 1965. Banjir darah itu akhirnya bisa diubah menjadi banjir lumpur oleh si cebol. Bahkan si cebol bisa mengalihkan banjir itu sehingga tidak menenggelamkan keluarganya.
Tema dan tokoh sangat cemerlang, tetapi lemah dalam alur. Justru cerpen kuat dapat dilihat dalam teknologisasi cerita yang sederhana sebagaimana ditampilkan dalam cerpen “Mbah Mangun dan Mbah Naim”. Cerpen itu menceritakan tentang sosok lelaki mistis bernama Mbah Mangun. Sosok ini digambarkan berpakaian sederhana, sering dijumpai berjalan di pinggir jalan, dan memiliki senyum misterius. Tokoh aku tertarik dengan Mbah Mangun karena penasaran dengan penampilan yang sangat khas di kampung itu. Suatu ketika, tokoh aku bermaksud menunaikan ibadah haji. Menjelang sampai di bandara, dia berpapasan dengan Mbah Mangun di pinggir jalan. Mereka saling melemparkan senyum. Anehnya, ketika sampai di Makkah, dia menjumpai Mbah Mangun dan sempat bercakap-cakap. Bahkan ketika tokoh aku pingsan karena berdesak-desakan, Mbah Mangunlah yang menolongnya.
Peristiwa itu jelas membuat tokoh aku semakin penasaran untuk tahu lebih jauh. Sampai suatu ketika Mbah Mangun dituduh telah membunuh Mbah Naim. Modus pembunuhannya adalah dengan cara membacakan ayat suci. Begitu dibacakan, maka Mbah Naim langsung wafat. Sebelumnya disinyalir Mbah Naim tidak bisa mati karena memiliki ilmu kebal. Warga lain menyatakan bahwa Mbah Naim diguna-guna karena tidak mau mengubah wasiat yang terkait dengan harta warisan. Kematian Mbah Naim yang cepat itu jelas menggagalkan rencana anaknya yang menginginkan warisan lebih banyak dengan cara mencari peluang agar si empunya mengubah isi wasiat. Karena itu, Mbah Mangun kemudian diajukan ke meja pengadilan. Ironisnya dia mengakui telah membunuh Mbah Naim dengan ayat suci. Pengakuan itu membuat dia masuk penjara. Setelah putusan kehakiman, Mbah Mangun mendatangi tokoh aku lewat mimpi. Dia pamit. Dan ketika terbangun, benar saja, Mbah Mangun telah wafat.
Sederhana, tetapi memikat. Dia mengangkat mitos-mitos yang berkeliaran di tengah masyarakat menjadi bentuk cerita yang sangat realis. Ironi yang muncul melalui tokoh Mbah Mangun justru kian menjelaskan fakta-fakta sosial yang timpang.
Labirin Traumatik
Pendeknya, realisme Han Gagas mengubah fakta-fakta sosial itu menjadi ironi yang sangat menyentuh. Dalam bentuk yang sederhana terdapat dalam cerpen “Kucing Tetangga”. Ada kisah lika-liku kehidupan bertetangga yang memfokuskan pada gangguan seekor kucing. Tokoh utama menduga kegagalan kandungan istrinya itu akibat kucing yang selalu mampir ke rumahnya. Fakta sosial itu dipotret secara detail yang memberikan pesan betapa sulit hidup bermasyarakat.
Dalam kasus yang berat, fakta-fakta sosial itu ditampilkan dalam cerpen “Bangunan Itu Menelan Ibu dan Bulanku”. Cerpen ini bercerita tentang seorang anak yang diasuh oleh bapaknya. Ibunya belakangan diketahui telah menjadi korban akibat ambruknya sebuah bangunan. Lelaki yang berperan sebagai single parent ternyata harus menampilkan peran sebagai sosok yang tak tergoyahkan oleh masa lalu.
Hal itu juga tampak dalam cerpen “Kabar Duka” yang mengangkat kesetiaan seorang istri menunggu suami yang sudah tewas dalam setting peristiwa gestapu 1965. Tema-tema sosial-politik tampak mencuat dalam karya “Nasib Membekap Karno”, “Menunggu Suaramu di Hapeku”, “Layang-Layang”, dan “Gemerincing Malam” yang memiliki setting politik negara Islam. Cerita-cerita lain yang mengangkat unsur mistik dan peristiwa traumatik antara lain “Susuk Kekebalan”, “Kawin Ghaib”, “Ritual”, “Aku Sengaja Datang ke Kotamu”, “Badai Utara”, “Merapi dan Bisul”.
Setelah membaca seluruh cerpen-cerpennya, kita mendapatkan informasi penting tentang mitos dan realisme. Dalam sejarah cerpen di Indonesia, cerpen-cerpen realis itu berada dalam genre yang pernah diusung Seno Gumira Ajidarma melalui cerpen Saksi Mata. Akan tetapi, ketika merujuk pada jalinan mitos-mitos sosial dalam ceritanya, kita tidak bisa meninggalkan pengaruh Danarto dalam cerpen “Rintrik”; Itu sebuah cerpen fenomenal yang menghidupkan arwah bayi yang dibunuh melalui aborsi. Bagaimanapun juga, cerpen itu tetaplah membayang-bayangi dalam cerita tentang arwah bayi dalam cerpen “Antara Rumah dan Kebun”. Penggarapan mitos dan realitas sosial pernah secara berhasil dilakukan oleh Mustofa Bisri dalam kumpulan cerpen Lukisan Kaligrafi, tetapi Han Gagas memberikan warna “abangan” yang sangat kental.
Cerpen kuat seperti “Mbah Mangun dan Mbah Naim”, “Nasib Membekap Karno”, maupun “Layang-layang” dapat dijadikan inspirasi bagi dunia sastra untuk mengembangkan gagasan-gagasannya dan meramaikan khazanah cerpen realis di Indonesia.
DR. SAIFUR ROHMAN, Pengajar Kritik Sastra di Universitas Negeri Jakarta, menetap di Semarang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar