Minggu, 22 April 2012

Perempuan-Perempuan Kereta

Ahmad Zaini *
http://sastra-indonesia.com/

Sewaktu pagi belum sempurna memasuki hari, tangan-tangan kekar para perempuan kereta menjinjing keranjang yang penuh dengan telur asin. Mereka berjalan menembus pagi buta yang dipenuhi kabut penghalang mata. Langkah mereka laksana langkah laki-laki yang kokoh menyangga beban yang berat. Ya, itulah pekerjaan sehari-hari dari perempuan-perempuan kereta yang mencari nafkah ke kota demi menyambung hidup di dunia.

Parmi, salah satu dari perempuan-perempuan itu, rela setiap hari pulang pergi ke Surabaya. Dia mempunyai keinginan yang kuat memperjuangkan pendidikan anak-anaknya. Parmi mempunyai lima orang anak. Anak pertama dan anak kedua sudah tamat sarjana S1, sedangkan yang tiga masing-masing masih duduk di bangku SD, SMP, dan SMA. Dari jerih payahnya setiap hari berjualan telur, ia berusaha membiayai kuliah dan sekolah anak-anaknya hingga tamat.

Namun apa hendak dikata. Waktu terus berlalu, dan Parmi juga merasakan itu, yakni usia yang bertambah udzur. Otot-otot tangan Parmi tak sekekar dulu. Kini usianya kurang lebih setengah abad. Di usia setua itu Parmi masih tekun berangkat bersama perempuan-perempuan yang lain ke kota mengais rizki. Setiap pagi ia harus duduk satu hingga satu setengah jam menunggu kedatangan kereta. Mata lelap karena pengaruh kantuk ia lawan dengan mengobrol atau bergurau dengan sesama calon penumpang kereta di stasiun tua. Sampai-sampai karena terlena dengan gurauannya ia tidak tahu kalau kereta sudah mau berhenti di stasiun itu.

Suara petugas stasiun memberi aba-aba jika kereta jurusan Surabaya berhenti di jalur 2. Sedangkan jalur pertama akan dilewati kereta Argo Bromo jurusan Jakarta-Surabaya. Kereta ekonomi yang biasa ditumpangi perempuan-perempuan itu berhenti menunggu Argo Bromo lewat sudah hampir setengah jam. Mereka ada yang memasrahkan diri pada awak kereta, ada juga yang menggerutu karena kereta Argo Bromo yang ditunggu tak kunjung lewat. Ya, memang jadi rakyat kecil harus sabar. Denan menggunakan kereta ekonomi atau biasanya mereka menyebut KRD (Kereta Diesel) dengan biaya dua ribu rupiah untuk sampai Stasiun Turi Surabaya, ya, harus mengalah pada kereta eksekutif tumpangan orang-orang berduit yang tentunya harga tiketnya lebih mahal.

“Waduh, nasib, nasib!” keluh Parmin penjual kipas dari anyaman bambu.

Suasana gelisah menghinggapi para penumpang kereta tapi tidak bagi Parmi. Dia sudah hapal dengan yang seperti itu. Menunggu dua, tiga jam pernah ia rasakan. Ia malah nyenyak dalam tidurnya setelah semalaman kurang tidur. Maklum di rumah ia bekerja sendiri. Mulai dari membersihkan telur yang selama seminggu direndam dengan air garam hingga menggodok kemudian memberi stempel pada permukaan telur asin tersebut satu persatu. Terkadang Parmi harus begadang hingga pukul 23.00 WIB. Pada pukul 03.15 dini hari Parmi harus sudah bangun untuk mempersiapkan sarapan anak-anaknya sebelum mereka berangkat ke sekolah. Waduh, perempuan yang satu ini memang luar biasa.

Hentakan pertama kereta yang akan berangkat sedikit mengganggu tidur Parmi. Ia terbangun lalu melihat kursi-kursi kereta yang sudah penuh sesak dengan penumpang. Ia kemudian menyandarkan kepalanya ke dinding kereta. Dalam sekejap ia pun tertidur lagi. Kereta melaju kencang melintasi rel-rel yang tak berujung dengan mengeluarkan suara yang gemuruh. Lintasan-lintasan yang tak rata membuat gerbong kereta bergoyang-goyang. Pedagang asongan yang berkeliling menjajakan barang dagangannya jika tidak ingin jatuh harus berpegangan pada pundak-pundak penumpang yang duduk di kursi sebelah kanan-kiri mereka. Wow, begitu mengasyikkan.

“Mi, Parmi, bangun! Kita sudah sampai,” seorang pedagang telur asin membangunkan Parmi yang terlelap dalam tidur. Dengan serta merta Parmi lantas mengangkat dua buah keranjang yang sejak tadi diletakkan di depannya. Tangan yang sudah mulai keriput namun masih tetap kuat mengangkat keranjang yang sarat dengan telur.

“Sri, tolong ini!” pintanya pada rekannya.

Dua keranjag telur ia keluarkan dari kereta lantas diterima oleh Sri yang lebih dulu turun dari atas kereta.

“Matur suwun, Sri!” ucapnya dengan logat Jawa.

Kuli langganannya lantas mengangkut dua keranjang telur untuk di bawa ke tempat biasa Parmi berjualan. Parmi duduk dengan beralas jarik yang dibawa dari rumah. Ia menawarkan telur-telurnya kepada setiap orang yang melintas di depannya. Selama setengah hari parmi duduk dibelakang telur melayani pelanggannya membeli telur-telur yang bercap “Barokah” buatannya.

Sinar matahari sudah mulai terasa menyengat kulit kepala Parmi. Dengan gendongan ia menutupi kepalanya yang sudah dipenuhi rambut putih atau uban. Di dalam keranjang masih tersisa sekitar lima butir telur. Sementara orang yang melintas di depannya sudah mulai jarang. Ia kemudian mengemasi barang-barangnya untuk dibawa ke musholla stasiun. Ia istirahat sebentar kemudian melaksanakn ibadah shalat dzuhur.

Menurut cerita rekan-rekannya, Parmi ini adalah sosok perempuan yang bisa dijadikan anutan. Di samping dia itu ulet dalam bekerja, Parmi termasuk orang yang jujur dan taat beribadah. Walaupun setiap hari ia selalu dalam keadaan berpergian untuk berjualan namun ia tidak pernah meninggalkan kewajibannya melaksanakan shalat lima waktu. Sehingga setiap orang yang bergaul dengan Parmi akan merasa senang dan nyaman. Hingga para petugas di stasiun itu sudah terlalu hapal dengan sosok Parmi yang jujur dan pandai bergaul di usianya yang semakin senja.

Sabar dan teguh pendirian adalah kunci bekerja yang dipegang oleh Parmi. Setiap hari dengan membawa dua keranjang telur asin ia hanya mendapatkan laba sekitar dua puluh lima ribu rupiah. Jumlah yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan rencana pengeluaran untuk biaya sekolah anak-anaknya. Hanya satu yang ada dalam benak Parmi. Yakni, anak-anaknya kelak jangan sampai hidup sengsara seperti yang ia alami saat ini. Buktinya, dua anaknya setelah lulus S1, sekarang sudah bekerja pada instansi pemerintah walaupun masih berstatus sebagai tenaga honorer.

“Yang penting anak saya tidak sebagai penghuni kereta seperti ibunya,” yang kemudian ditertawakan oleh teman-temannya di atas kereta.

Beberapa tahun Parmi bekerja sebagai penjual telur asin. Beberapa tahun pula ia mengenyam pahit manisnya kehidupan. Dari pengalamannya itulah dia berpesan kepada anak-anaknya agar mementingkan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Orang tua tidak akan hidup selamanya. Suatu saat pasti akan mati. Jika ditinggal mati oleh kedua orang tuanya paling tidak anak-anak sudah bisa hidup mandiri dengan bekal yang diperoleh sebelumnya.

Klakson kereta meraung memecah gemuruh suara roda kereta yang berputar di atas rel-rel besi. Jalannya tidak stabil tersendat-sendat oleh rem yang semakin kuat menjepit. Masinis kereta perlahan mengurangi kecepatan laju kereta. Sesaat kemudian percikan-percikan api akibat gesekan rem dengan roda kereta semakin meningkat. Kini kereta benar-benar berhenti di stasiun tua.

Hari sudah tampak gelap. Rel-rel kereta dengan bantalan kayu besi tak terlihat dengan jelas. Dengan perasaan mereka, perempuan-perempuan kereta berjalan menapaki satu demi satu bantalan rel kereta. Langkah gontai tanda kelelahan tampak dari cara mereka berjalan.

“Aduh, kakiku!”

“Kenapa, Mi?”

“Kakiku tersandung kayu ini,” jawabnya dengan menunjuk ibu jari kaki kanannya yang tidak jelas karena hari sudah malam.

Parmi berjalan terpincang-pincang menahan rasa sakit yang agak lumayan.

Di perempatan jalan yang terang oleh sinaran lampu jalan, Parmi berhenti memeriksa ibu jari kaki kanannya. Ternyata darah mengalir dari jari kakinya itu. Kontan perempuan-perempuan yang lain membantu mengobatinya. Ada yang mencarikan obat merah, ada pula yang mencarikan kain kasa untuk membalut luka.

“Obat merahnya habis,” kata Karti setelah dari toko yang berada di pinggir jalan.

“Kain kasanya juga,” sahut Ti’ah yang berlari-lari menyusul Karti.

“Sudah tidak apa-apa. Saya masih kuat,” kata Parmi lantas ia berjalan melanjutkan perjalanan pulang.

Udara malam tak mampu mengeringkan peluh yang bercucuran di dahi Parmi dan kawan-kawan. Tangan-tangan kekar sibuk menyeka keringat-keringat yang mengalir di wajah mereka. Sinar lampu penerang jalan desa menerpa muka-muka lusuh terkena debu kota. Namun mereka tetap tegar dengan secercah senyum di bibir merekah. Perempuan-perempuan bukan lagi orang yang hanya menerima uang dari hasil kerja suaminya kemudian pergi ke pasar untuk membelanjakannya untuk kebutuhan hidup keluarga mereka. Perempuan-perempuan dengan keterbatasannya juga mampu mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bahkan agak terbilang lebih ekstrim. Jika lelaki yang berkerja di kota, misalnya sebagai tukang becak, mereka menginap di kota hingga seminggu kemudian baru pulang. Sedangkan perempuan-perempuan ini setiap hari berangkat pagi kemudian pulang sore, terkadang malam hanya dengan menumpang kereta ekonomi yang sangat ekonomis.

Di halaman rumah, anak-anak Parmi berdiri menunggu kedatangan ibunda tercinta. Berjam-jam mereka gelisah karena hari ini ibunya datang agak malam. Biasanya ketika adzan maghrib berkumandang, ibunya sudah berada di rumah. Ibu yang berusia senja yang ditunggu-tunggu datang berjalan dengan terpincang-pincang. Anak-anaknya segera menghampirinya kemudian memapah ibunya dan membawakan dua keranjang telur yang dijinjingnya.

“Di keranjang masih tersisa lima butir telur. Ambillah sebagai lauk makan malam kalian. Ibu tidak membeli ikan karena uangnya pas-pasan untuk membayar sekolah kalian besok,” katanya kemudian dengan suara parau.
_____________________
*) Cerpenis lahir di Lamongan, 7 Mei 1976. Karya-karyanya pernah dimuat di beberapa media cetak seperti Tabloid Telunjuk, Majalah MPA dan Radar Bojonegoro. Beberapa puisinya juga dimuat dalam Antologi Puisi Bersama seperti Bulan Merayap (DKL, 2004), Lanskap Telunjuk (DKL, 2004), Absurditas Rindu (SastraNesia Lamongan, 2006), Khianat Waktu, Antologi Penyair Jawa Timur (DKL, 2006). Selain menulis, juga sebagai tanaga edukatif di SMA Raudlatul Muta’allimin Babat Lamongan. Sekarang beralamat di Sanggar Sastra ”Telaga Biru”, Wanar, Pucuk, Lamongan. e-mail: ilazen@yahoo.co.id.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito