Senin, 26 Maret 2012

Sisi Gelap Festival Sastra Internasional

Hikmat Gumelar
http://newspaper.pikiran-rakyat.com/

Dengan rambut perak terurai sampai bahu, seorang lelaki kekar berkaus oblong merah dan bercelana jins biru melangkah menuju mikrofon yang berdiri sekitar dua meter dari pintu Pura Dalem Ubud, Bali. Cahaya lampu yang datang hanya dari arah depan membuatnya agak menunduk menahan silau. Setelah pembawa acara memperkenalkannya, ia menyapa publik yang kurang lebih 200 orang yang mayoritas kaum ekspatriat. Ia lalu mengucap bahwa satu kali Rendra membaca “Blues untuk Bonnie” untuknya. “Kali ini saya akan membaca Blues untuk Bonnie untuk Mas Willy.”

Tan Lioe Ie, lelaki berambut perak yang lazim dipanggil Tan itu, bukan saja seorang penyair kuat dari Bali yang rajin membaca puisi di panggung, tapi pun mengaku meyukai “Blues untuk Bonnie”. “Puisi ini musikalitasnya bagus. Sangat enak dan membantu pembacaan.”

Jamak jika pada malam “Tribute to W.S. Rendra” itu, publik terbius. “Blues untuk Bonnie” tak dibaca Tan seperti ditulis Rendra. Pun tak dengan gaya Rendra membaca puisi. Baris “Georgia. Georgia yang jauh” dan “Georgia yang jauh disebut dalam nyanyinya” diolah jadi satu bait lagu blues. Dinyanyikan di awal, tengah dan akhir. Durasinya lain-lain. Tan memang sengaja mengulang-ulangnya dengan ukuran terungkapnya rasa. Vokal, gestur, raut muka dan kibasan rambut perak sebahu menopangnya dengan pas. Maka Tan membuat “Blues untuk Bonnie” jadi khas, menggugah dan membungkam publik yang memadati halaman Pura Dalam yang semula berdengung macam lebah.

Ruang pertemuan

Apa yang berlangsung pada 7 Oktober lalu itu merupakan salah satu acara Ubud Writers & Readers Festival (UWRF), sebuah festival sastra internasional yang diadakan tiap tahun sejak 2004, dua tahun usai Bali diguncang ledakan bom. Saat membuka UWRF yang berlangsung hingga 11 Oktober ini, Gubernur Bali Mangku Pastika menyebut bahwa para penulis mancanegara peserta UWRF telah menyebar kabar positif ihwal Bali. Mereka ikut mengembalikan citra Bali sebagai surga. Wisatawan pun berdatangan lagi. Kehidupan ekonomi, sosial dan budaya Bali pun bangkit kembali. Laik jika Mangku Pastika menyanjung UWRF.

Festival ini memang berkaliber internasional. Tiap diadakan, selain para penulis Indonesia, puluhan penulis dari berbagai negara selalu jadi pesertanya. Malah selalu ada penulis besar dunia yang hadir sebagai pematerinya. Tahun ini penulis demikian adalah Wole Soyinka, dramawan dan penyair Nigeria yang menerima Nobel Sastra tahun 1986, dan Vikas Swarup, novelis India yang novel pertamanya, Q &A, difilmkan dengan judul Slumdog Millionaire.

Panitia juga menyebut bahwa UWRF merupakan ruang pertemuan penulis mapan dan penulis pemula, Timur dengan Barat. Malah panitia menyatakan bahwa karya para penulis Indonesia akan diangkat derajatnya dengan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, dan diterbitkan dalam buku-buku yang beredar di berbagai negara.

Perkataan panitia itu penting. Itu bisa dicapai oleh festival sastra internasional. Kemajuan teknologi transportasi dan komunikasi yang pesat membuat jarak susut, dunia ciut. Perekonomian juga telah mengoyak batas antarnegara, membuat tiap negara jadi bagian tata ekonomi dunia. Oleh karena itu, misal, ketamakan warga Amerika Serikat tidak saja membuat negara tersebut dibelit krisis ekonomi, tetapi juga membuat negara-negara di seluruh dunia tertimpa petaka.

Gempa di Tasikmalaya dan Pariaman bisa juga berarti mala bagi saudara-saudara kita di negara-negara lain. Sastra punya daya mengungkap bagaimana hidup seseorang dan atau satu bangsa dipandang, dihayati, dan dimaknai. Cara ungkapnya memungkinkan pandangan, penghayatan, dan pemaknaan hadir dengan utuh, konkret dan karenanya memikat. Sastra juga termasuk jenis teks yang demokratis, teks yang justru meminta dibaca dengan cara si pembaca mengaktifkan dirinya, sehingga pembacaannya merupakan proses penghadiran diri. Oleh karena itu, sastra sangat potensial menerbitkan simpati dan empati, saling memahami dan saling berbagi. Tema apa pun, sastra selalu memusuhi ketidakadilan dan diskriminasi. Itulah kenapa festival sastra internasional berpotensi jadi ruang pertemuan, yang sekaligus bisa berarti penataan ulang dunia yang masih saja dirajam ketimpangan di berbagai bidang.

Sumber mala

Ledakan bom yang mengguncang Bali itu, hemat saya, ekspresi reaksi negatif atas ketimpangan tata dunia, atas ketidakadilan dan diskriminasi yang menyemak di bumi manusia. Reaksi demikian bukan saja telah memutus dan mencederai ratusan hidup manusia yang berasal dari berbagai bangsa, tetapi pun meneror hidup keseharian ratusan juta manusia di seluruh dunia. Tentu ini sebuah kebiadaban. Tentu kita mesti melawannya. Pun tentu sastra dan festival sastra, terlebih berkaliber internasional, punya daya untuk melakukannya.

Akan tetapi, saya mencium ketidakadilan dan diskriminasi. Festival tahun ini yang bertema “Suka Duka: Compassion & Solidarity” diikuti oleh 80 penulis lebih yang berasal dari 20 negara. Jenis kegiatannya diskusi, talk show, pembacaan puisi dan cerpen, bedah buku, lokakarya penulisan puisi dan cerita mini, residensi penulis, pameran lukisan, dan sebagainya. Jumlah kegiatan demikian sampai 90 lebih. Dan ruangnya bukan saja di berbagai tempat di Ubud, tapi pun di beberapa tempat di Denpasar. Maka selama di Ubud, tak satu pun penulis yang ikut seluruh kegiatan UWRF. Semua hanya ikut beberapa kegiatan saja. Dan panitia tampak tak terlalu mengharap masyarakat Ubud, apalagi masyarakat di luar daerah itu, menghadiri tiap acara UWRF. Yang tampak paling diharap hadir adalah turis mancanegara. Galib jika sejumlah acara batal karena tak ada peminat. Ada juga acara batal karena pemateri, seperti Vikas Swarup dan Fatima Bhutto, sudah pulang.

Para penulis Indonesia hampir semua ikut beberapa kegiatan dengan enggan, dan akhirnya kecewa. Beberapa harus jadi pembicara sampai di empat, malah lima diskusi yang temanya beda. Dan ini dikabarkan panitia hanya beberapa hari sebelum UWRF mulai. Sebagian lagi harus baca puisi atau cerpen di beberapa tempat. Oleh mereka, hal ini pun baru diketahui saat sudah di Ubud. Dan di Ubud, penginapan mereka beda dengan penginapan para penulis mancanegara. Para penulis luar tinggal di penginapan yang mahal dan mewah. Acara-acara tempat mereka jadi pembicara pun berlangsung di ruang-ruang yang “wah”. Untuk datang ke tempat acara berlangsung, para penulis luar dijemput mobil di penginapan masing-masing. Para penulis Indonesia dijemput di tempat yang ditetapkan panitia. Untuk ini, mereka kedah mapah heula, yang bagi sebagiannya berarti menempuh jarak sampai dua kilometer. Meski sudah diistimewakan, beberapa penulis luar tampak berlaku semaunya. Mereka, misal, bisa seenaknya tidak menjalankan kewajibannya sebagai pembicara diskusi dan panitia tak terdengar menyoalkannya.

Kisah miring demikian masih berlimpah. Tetapi, itu saja telah cukup mengucap bahwa UWRF 2009 berlaku tak adil dan diskriminatif. Laiklah jika Melani Budianta yang berperan sebagai salah seorang kurator UWRF 2009, berucap bahwa dalam UWRF, “para penulis Indonesia hanya lampiran”. Tentu ini berseberangan dengan tujuan dan tema UWRF 2009 yang diuar-uarkan panitia melalui berbagai media publikasi. Pun beda dengan hakikat sastra yang pula dasar adanya, yakni ruang pertemuan yang memanusiakan. Namun laku tak patut itu agaknya konsekuensi dari tujuan laten UWRF. Penyelenggarannnya pada Oktober bukanlah kebetulan. Direktur UWRF Janet De Neefe menyatakan pada Oktober, Bali sunyi dari para turis. Kesunyian ini kerugian ekonomis. Maka perlu ada upaya mengatasinya. Oleh karena itulah, UWRF diadakan pada Oktober.

Memang tak haram membangkitkan pariwisata dengan meminta bantuan sastra. Tetapi, akan lebih baik jika itu dilakukan dengan dasar hormat dan pemahaman yang dalam akan sastra. Dasar inilah yang kurang dipunyai panitia UWRF. Tentu panitia bisa berkilah. Namun tengok, misal, Compassion & Solidarity, antologi dwibahasa para penulis Indonesia peserta UWRF 2009. Di buku ini, salah cetak berserak, tipografi beberapa puisi berubah, layout cerpen lain dari aslinya, biodata dan pertanggungjawaban kurator tak ada (padahal para kurator telah menulisnya), dan penerjemahan banyak yang bukan saja tidak tepat, tapi jelas salah. Ini gambaran bahwa UWRF belum punya hormat dan pemahaman memadai akan sastra, khususnya sastra hasil karya para penulis Indonesia.

Berlangsungnya UWRF yang keenam memang bukti bahwa festival ini sukses. Tapi jika UWRF mau terus, dan sukses yang mau diraihnya lebih dari sukses ekonomi (panitianya) belaka, mau tak mau festival ini sepatutnya mengubah dasar, tujuan dan cara kerjanya. Jika tidak, khususnya bagi sastra Indonesia, UWRF tak mustahil malah bermakna sebagai mala.***

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito