Hikmat Gumelar
http://newspaper.pikiran-rakyat.com/
Dengan rambut perak terurai sampai bahu, seorang lelaki kekar berkaus oblong merah dan bercelana jins biru melangkah menuju mikrofon yang berdiri sekitar dua meter dari pintu Pura Dalem Ubud, Bali. Cahaya lampu yang datang hanya dari arah depan membuatnya agak menunduk menahan silau. Setelah pembawa acara memperkenalkannya, ia menyapa publik yang kurang lebih 200 orang yang mayoritas kaum ekspatriat. Ia lalu mengucap bahwa satu kali Rendra membaca “Blues untuk Bonnie” untuknya. “Kali ini saya akan membaca Blues untuk Bonnie untuk Mas Willy.”
Tan Lioe Ie, lelaki berambut perak yang lazim dipanggil Tan itu, bukan saja seorang penyair kuat dari Bali yang rajin membaca puisi di panggung, tapi pun mengaku meyukai “Blues untuk Bonnie”. “Puisi ini musikalitasnya bagus. Sangat enak dan membantu pembacaan.”
Jamak jika pada malam “Tribute to W.S. Rendra” itu, publik terbius. “Blues untuk Bonnie” tak dibaca Tan seperti ditulis Rendra. Pun tak dengan gaya Rendra membaca puisi. Baris “Georgia. Georgia yang jauh” dan “Georgia yang jauh disebut dalam nyanyinya” diolah jadi satu bait lagu blues. Dinyanyikan di awal, tengah dan akhir. Durasinya lain-lain. Tan memang sengaja mengulang-ulangnya dengan ukuran terungkapnya rasa. Vokal, gestur, raut muka dan kibasan rambut perak sebahu menopangnya dengan pas. Maka Tan membuat “Blues untuk Bonnie” jadi khas, menggugah dan membungkam publik yang memadati halaman Pura Dalam yang semula berdengung macam lebah.
Ruang pertemuan
Apa yang berlangsung pada 7 Oktober lalu itu merupakan salah satu acara Ubud Writers & Readers Festival (UWRF), sebuah festival sastra internasional yang diadakan tiap tahun sejak 2004, dua tahun usai Bali diguncang ledakan bom. Saat membuka UWRF yang berlangsung hingga 11 Oktober ini, Gubernur Bali Mangku Pastika menyebut bahwa para penulis mancanegara peserta UWRF telah menyebar kabar positif ihwal Bali. Mereka ikut mengembalikan citra Bali sebagai surga. Wisatawan pun berdatangan lagi. Kehidupan ekonomi, sosial dan budaya Bali pun bangkit kembali. Laik jika Mangku Pastika menyanjung UWRF.
Festival ini memang berkaliber internasional. Tiap diadakan, selain para penulis Indonesia, puluhan penulis dari berbagai negara selalu jadi pesertanya. Malah selalu ada penulis besar dunia yang hadir sebagai pematerinya. Tahun ini penulis demikian adalah Wole Soyinka, dramawan dan penyair Nigeria yang menerima Nobel Sastra tahun 1986, dan Vikas Swarup, novelis India yang novel pertamanya, Q &A, difilmkan dengan judul Slumdog Millionaire.
Panitia juga menyebut bahwa UWRF merupakan ruang pertemuan penulis mapan dan penulis pemula, Timur dengan Barat. Malah panitia menyatakan bahwa karya para penulis Indonesia akan diangkat derajatnya dengan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, dan diterbitkan dalam buku-buku yang beredar di berbagai negara.
Perkataan panitia itu penting. Itu bisa dicapai oleh festival sastra internasional. Kemajuan teknologi transportasi dan komunikasi yang pesat membuat jarak susut, dunia ciut. Perekonomian juga telah mengoyak batas antarnegara, membuat tiap negara jadi bagian tata ekonomi dunia. Oleh karena itu, misal, ketamakan warga Amerika Serikat tidak saja membuat negara tersebut dibelit krisis ekonomi, tetapi juga membuat negara-negara di seluruh dunia tertimpa petaka.
Gempa di Tasikmalaya dan Pariaman bisa juga berarti mala bagi saudara-saudara kita di negara-negara lain. Sastra punya daya mengungkap bagaimana hidup seseorang dan atau satu bangsa dipandang, dihayati, dan dimaknai. Cara ungkapnya memungkinkan pandangan, penghayatan, dan pemaknaan hadir dengan utuh, konkret dan karenanya memikat. Sastra juga termasuk jenis teks yang demokratis, teks yang justru meminta dibaca dengan cara si pembaca mengaktifkan dirinya, sehingga pembacaannya merupakan proses penghadiran diri. Oleh karena itu, sastra sangat potensial menerbitkan simpati dan empati, saling memahami dan saling berbagi. Tema apa pun, sastra selalu memusuhi ketidakadilan dan diskriminasi. Itulah kenapa festival sastra internasional berpotensi jadi ruang pertemuan, yang sekaligus bisa berarti penataan ulang dunia yang masih saja dirajam ketimpangan di berbagai bidang.
Sumber mala
Ledakan bom yang mengguncang Bali itu, hemat saya, ekspresi reaksi negatif atas ketimpangan tata dunia, atas ketidakadilan dan diskriminasi yang menyemak di bumi manusia. Reaksi demikian bukan saja telah memutus dan mencederai ratusan hidup manusia yang berasal dari berbagai bangsa, tetapi pun meneror hidup keseharian ratusan juta manusia di seluruh dunia. Tentu ini sebuah kebiadaban. Tentu kita mesti melawannya. Pun tentu sastra dan festival sastra, terlebih berkaliber internasional, punya daya untuk melakukannya.
Akan tetapi, saya mencium ketidakadilan dan diskriminasi. Festival tahun ini yang bertema “Suka Duka: Compassion & Solidarity” diikuti oleh 80 penulis lebih yang berasal dari 20 negara. Jenis kegiatannya diskusi, talk show, pembacaan puisi dan cerpen, bedah buku, lokakarya penulisan puisi dan cerita mini, residensi penulis, pameran lukisan, dan sebagainya. Jumlah kegiatan demikian sampai 90 lebih. Dan ruangnya bukan saja di berbagai tempat di Ubud, tapi pun di beberapa tempat di Denpasar. Maka selama di Ubud, tak satu pun penulis yang ikut seluruh kegiatan UWRF. Semua hanya ikut beberapa kegiatan saja. Dan panitia tampak tak terlalu mengharap masyarakat Ubud, apalagi masyarakat di luar daerah itu, menghadiri tiap acara UWRF. Yang tampak paling diharap hadir adalah turis mancanegara. Galib jika sejumlah acara batal karena tak ada peminat. Ada juga acara batal karena pemateri, seperti Vikas Swarup dan Fatima Bhutto, sudah pulang.
Para penulis Indonesia hampir semua ikut beberapa kegiatan dengan enggan, dan akhirnya kecewa. Beberapa harus jadi pembicara sampai di empat, malah lima diskusi yang temanya beda. Dan ini dikabarkan panitia hanya beberapa hari sebelum UWRF mulai. Sebagian lagi harus baca puisi atau cerpen di beberapa tempat. Oleh mereka, hal ini pun baru diketahui saat sudah di Ubud. Dan di Ubud, penginapan mereka beda dengan penginapan para penulis mancanegara. Para penulis luar tinggal di penginapan yang mahal dan mewah. Acara-acara tempat mereka jadi pembicara pun berlangsung di ruang-ruang yang “wah”. Untuk datang ke tempat acara berlangsung, para penulis luar dijemput mobil di penginapan masing-masing. Para penulis Indonesia dijemput di tempat yang ditetapkan panitia. Untuk ini, mereka kedah mapah heula, yang bagi sebagiannya berarti menempuh jarak sampai dua kilometer. Meski sudah diistimewakan, beberapa penulis luar tampak berlaku semaunya. Mereka, misal, bisa seenaknya tidak menjalankan kewajibannya sebagai pembicara diskusi dan panitia tak terdengar menyoalkannya.
Kisah miring demikian masih berlimpah. Tetapi, itu saja telah cukup mengucap bahwa UWRF 2009 berlaku tak adil dan diskriminatif. Laiklah jika Melani Budianta yang berperan sebagai salah seorang kurator UWRF 2009, berucap bahwa dalam UWRF, “para penulis Indonesia hanya lampiran”. Tentu ini berseberangan dengan tujuan dan tema UWRF 2009 yang diuar-uarkan panitia melalui berbagai media publikasi. Pun beda dengan hakikat sastra yang pula dasar adanya, yakni ruang pertemuan yang memanusiakan. Namun laku tak patut itu agaknya konsekuensi dari tujuan laten UWRF. Penyelenggarannnya pada Oktober bukanlah kebetulan. Direktur UWRF Janet De Neefe menyatakan pada Oktober, Bali sunyi dari para turis. Kesunyian ini kerugian ekonomis. Maka perlu ada upaya mengatasinya. Oleh karena itulah, UWRF diadakan pada Oktober.
Memang tak haram membangkitkan pariwisata dengan meminta bantuan sastra. Tetapi, akan lebih baik jika itu dilakukan dengan dasar hormat dan pemahaman yang dalam akan sastra. Dasar inilah yang kurang dipunyai panitia UWRF. Tentu panitia bisa berkilah. Namun tengok, misal, Compassion & Solidarity, antologi dwibahasa para penulis Indonesia peserta UWRF 2009. Di buku ini, salah cetak berserak, tipografi beberapa puisi berubah, layout cerpen lain dari aslinya, biodata dan pertanggungjawaban kurator tak ada (padahal para kurator telah menulisnya), dan penerjemahan banyak yang bukan saja tidak tepat, tapi jelas salah. Ini gambaran bahwa UWRF belum punya hormat dan pemahaman memadai akan sastra, khususnya sastra hasil karya para penulis Indonesia.
Berlangsungnya UWRF yang keenam memang bukti bahwa festival ini sukses. Tapi jika UWRF mau terus, dan sukses yang mau diraihnya lebih dari sukses ekonomi (panitianya) belaka, mau tak mau festival ini sepatutnya mengubah dasar, tujuan dan cara kerjanya. Jika tidak, khususnya bagi sastra Indonesia, UWRF tak mustahil malah bermakna sebagai mala.***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar