Jumat, 23 Maret 2012

Cak Selamet

Ahmad Zaini*
__Radar Bojonegoro, 18 Des 2011

Peluh bercucuran dari wajah keriput menjelang tua. Kedua kakinya tiada henti mengayuh pedal becak yang menjadi temannya setiap hari dalam mengais rezeki. Caping lebar yang terbuat dari anyaman bambu masih melekat di kepalanya. Kemudian dia berhenti pada sebuah warung yang berdiri di pinggir jalan. Capingnya dilepas lantas ia kipas-kipas agar keringat yang meleleh di keningnya kering. Kedua kaki ia lemaskan sembari menyandarkan punggungnya di dinding warung. Perlahan kaki kanannya diangkat di atas kursi panjang membujur di dalam warung. Ia lantas menghela napas panjang melepas lelahnya.

“Pesan apa, Met?” Tanya tukang warung.

“Biasa, Mbok. Nasi pecel dan air putih saja,” jawab Cak Selamet.

Kemudian Mbok Darmi dengan tangkas melayani pesanan Cak Selamet.

Sepiring nasi pecel dengan lalap kangkung ia santap dengan lahap. Tangan yang kini kisut dengan sedikit gemetar bergerak cekatan menyodorkan suapan nasi pada mulut yang tiap hari tak pernah lepas dari rokok klobot. Keringat yang semula agak kering kini mengucur lagi setelah melahap nasi pecel dengan cabe merah menganga. Segelas air putih diteguknya kemudian ia melepas kancing baju bagian atas. Caping yang disandarkan di kursi ia ambil kemudian ia berdiri dan meninggalkan warung itu.

“Cak, uangnya!” tegur Mbok Darmi.

“Oh, iya! Saya lupa Mbok.”

“Sudah tidak apa-apa. Ini kembalinya,”

Mbok Darmi mengulurkan tangannya kepada Cak Selamet.

Siang hari saat debu berterbangan tersapu roda kendaraan di tengah keramaian kota, Cak Selamet mengayuh becaknya berkeliling kota mencari penumpang. Dia melintas di perempatan jalan protokol. Bunyi sempritan polisi mengejutkan dirinya.

“Hai, tahu tidak kalau jalan ini sementara ditutup?” tegur polisi.

“Tidak, Pak. Memangnya kenapa?” Tanya Cak Selamet.

“Hari ini akan ada kunjungan Pak Walikota,” jawab polisi dengan wajah garang.

Kemudian Cak Selamet memutar becak ke arah yang berlawanan.

Dengan kaki berat ia mengayuh becak meninggalkan perempatan jalan tersebut. Padahal saat jam-jam seperti itu para penumpang becak mengantri di pinggir jalan raya.

“Apes, apes! Dasar polisi tidak tahu bagaimana susahnya rakyat kecil mencari uang. Gara-gara walikota akan lewat, jalan ditutup. Hilang rezekiku siang ini. Padahal saya belum dapat setoran,” gerutunya.

Menjelang sore, Cak Selamet pulang. Ia mengayuh becaknya dengan santai. Di sepanjang tepi sungai, bergerombol para penghuni rumah liar. Mereka membicarakan sesuatu. Cak Selamet dengan rasa penasaran menghentikan becaknya kemudian mencari tahu apa yang mereka bicarakan.

“Rumah kita akan digusur,” jawab Suparmin penghuni rumah di pinggir sungai itu.

“Apa? Rumah kita akan digusur!?” ucap Cak Selamet keheranan.

“Iya, tadi pak Walikota datang ke tempat kita dan memberitahukan rencana itu. Menurutnya, jika kita tidak membongkar rumah kita dalam dua hari ini, maka mereka akan merobohkan paksa rumah-rumah kita,” imbuh Suparmin.

“Tidak bisa. Kita harus menolaknya. Kita mendirikan bangunan di sini tidak meminta tanah pada kakek-nenek mereka. Kita ini membeli tanah. Enak saja asal gusur,” suara lantang Cak Selamet di hadapan para penghuni rumah tersebut.

“Betul. Betul Cak Selamet. Kita harus menolaknya,” teriaknya mendukung.

Hari-hari dilalui Cak Selamet dengan geram. Ia benar-benar murka terhadap rencana walikota menggusur rumah mereka. Cak Selamet tidak habis pikir jika nanti rumah-rumah mereka jadi digusur oleh pihak pemerintahan kota. Mau dikemanakan keluarga mereka. Rumah yang kini mereka tempati adalah hasil dari mengayuh becak selama puluhan tahun.

“Saudara-saudara, hari ini adalah hari terakhir kalian membongkar dan mengemasi barang-barang kalian. Segeralah meninggalkan tempat ini,” seru anggota satpol PP pada mereka dari atas kendaraan dinasnya.

Para penghuni tempat itu tak menggubris imbauan tersebut. Mereka tetap santai di jok becak sambil menengok kanan-kiri mencari penumpang. Bahkan pandangan matanya tidak menghiraukan mobil dinas satpol PP yang melintas di depannya.

“Becak, antarkan saya ke kantor pajak!” perintah lelaki yang berdasi motif belang-belang dan bersepatu mengkilat.

“Baik, Pak,” sanggup Cak Selamet.

Di tengah perjalanan mengantarkan lelaki tadi, Cak Selamet melintas di jalan utama kota. Di pinggir trotoar ia melihat satpol PP yang dibeckingi aparat keamanan mengusir dan mengobrak-abrik para pedagang kaki lima. Lapak dagangannya diangkut ke atas truk. Sedangkan barang dagangannya dihambur-hamburkan ke uadara hingga berceceran di jalan raya. Teriak histeris dan jerit tangis dari para pedagang terdengar jelas di gendang telinga Cak Selamet.

“Ya, Tuhan! Di mana rasa kasihan mereka. Tak bolehkah mereka mencari rezeki halal seperti yang mereka lakukan? Jika rakyat kecil mencuri ayam atau menjambret, pasti akan ditangkap polisi kemudian dipenjara. Bahkan kalau ketahuan massa maka mereka akan jadi bulan-bulanan warga dan ada yang sampai dibakar hidup-hidup. Akan tetapi mereka yang berjualan di pinggir jalan dengan cara halal kok malah dilarang. Dagangannya malah diobrak-abrik seperti itu. Serba sulit ya jadi rakyat jelata,” kata Cak Selamet dalam hati.

“Cak,berhenti, Cak!” kata lelaki yang menggunakan jasanya.

“Oh, iya,” jawab Cak Selamet sambil menginjak rem cakram becaknya.

“Ini ongkosnya,” lelaki memberikan ongkos naik becak.

“Pak, maaf! Kurang ongkosnya,” minta Cak Selamet memelas.

“Ini!” lembaran uang dua ribu dilemparkan kepada Cak Selamet.

“Dasar orang kaya! Semena-mena pada orang miskin” gerutunya.

Perlahan Cak Selamet memutar becaknya kembali ke pangkalan. Dengan mendendangkan lagu melayu, dia mengayuh becaknya melintasi jalan beraspal di tengah kota.

“Priiiiiit! Berehenti! Anda telah melanggar peraturan lalu lintas. Becak tidak boleh melintas di tengah kota. Maka sekarang Anda ikut kami!” hadang dua orang polisi menghalangi laju becak Cak Selamet.

“Waduh, Pak. Sehari ini saya baru dapat dua orang penumpang. Sekarang Bapak-bapak mau membawa saya ke kantor polisi. Terus bagaimana saya bisa mendapat uang setoran dan nafkah untuk keluarga saya?” tanya Cak Selamet mengiba pada meraka.

“Kami tidak mau tahu itu. Semua itu urusan kalian. Di sini kami hanya melaksanakan tugas,” jawab petugas dengan tegas.

Cak Selamet tak berkutik ketika para petugas menjerat dengan pasal-pasal yang tertuang dalam tuntutan. Ia pasrah pada nasib yang diterimanya. Uang setoran belum didapat malah sekarang dia meringkuk di kantor polisi.

“Pak, izinkan saya hari ini pulang. Besok pagi rumah kami akan digusur.”

“Maaf, Pak. Saya tidak bisa mengabulkan permintaan Bapak. Sebelum sanksi yang kamiberikan tuntas maka kami tidak berani mengeluarkan Bapak dari sini. Ini amanat, Pak!” terang penjaga.

Pagi hari saat waktu tenggang yang diberikan petugas sudah habis, para penghuni rumah di pinggir sungai itu bersiaga memblokir jalan. Mereka menghalangi kendaraan berat, yang akan digunakan menggusur rumah mereka, masuk ke kawasan tempat tinggal mereka. Laki-laki, perempuan, tua, muda, serta anak-anak membentuk barisan berlapis-lapis. Sementara di pihak penggusur mulai bergerak mendekati blockade warga. Diiringi oleh ratusan satpol PP dan aparat keamanan mereka merangsek membongkar blockade warga. Karena jumlah satpol PP dan aparat keamanan lebih banyak daripada jumlah warga, akhirnya blockade itu jebol. Para warga yang dianggap sebagai provokator ditangkap dan dibawa ke kantor polisi.

Tanpa rasa iba para petugas membongkar paksa bangunan yang berjajar di sepanjang tepi sungai. Buldozer dengan kekuatan cakar besinya merobohkan satu demi satu rumah warga. Dalam waktu kurang dari satu jam, bangunan rumah di sepanjang sungai rata dengan tanah. Para ibu dan anak-anak menjerit histeris dan larut dalam tangis derita. Mereka kini tidak mempunyai lagi rumah untuk berteduh dari panas dan hujan. Mereka tidak mempunyai lagi tempat berkumpul bersama keluarga untuk beristirahat dan bersenda gurau. Rumah yang menjadi surga baik suka maupun duka tinggal puing-puing berserak di pinggr sungai. Ya, ratusan warga kini hanya pasrah pada nasib yang mereka alami.

Mejelang sore Cak Selamet dibebaskan dari kantor polisi. Ia diperbolehkan pulang untuk berkumpul dengan warga dan anggota keluarganya. Wajah kusut dengan tangan keriput mengendalikan laju becak menyusuri jalan-jalan kota. Saat laju roda becaknya mendekati kawasan tempat tinggalnya, perasaan Cak Selamet menjadi tidak enak. Rasa bahagia karena bebas dari kantor polisi berubah menjadi banjir air mata saat Cak Selamet menemui istri dan anak-anaknya menangis di tengah reruntuhan dan puing-puing bangunan tempat tinggalnya. Mereka merengek dan menangis merangkul orang tuanya yang baru datang dari kantor polisi.

Becak, barang miliknya dan satu-satunya yang tersisa dibiarkan tergeletak di pinggir jalan. Mereka larut dalam tangis penderitaan. Masa depan anak-anaknya kini tak jelas. Terkubur bersama reruntuhan dan puing-puing bangunan rumahnya.

Malam hari ketika purnama sempurna, ia tampak tersenyum kemudian membisikkan gairah kepada mereka untuk bangkit lagi. Jemari tangannya kemudian tergerak merengkuh kemudi becak yang dibiarkan tergeletak sejak sore itu.

*) Cerpenis adalah guru SMA Raudlatul Muta’allimin Babat. Tinggal di Wanar Pucuk Lamongan.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito