Selasa, 22 November 2011

BABAD NUCA NEPA (FLORES)

























Sutardji Calzoum Bachri
















































Catatan ini banyak menyerupai kata pengantar, maafkan. Tak lebih betapa sulit memasuki abad-abad sebelum masehi. Pun kondisi kejiwaan, tepatnya ruh dalam diri betapa berpengaruh luar biasa kala menuliskannya. Mungkin pembaca tak menyangka, setiap kata-kata tertuang berimbas besar, minimal bagi yang tercinta. Ketika saya ungkap kata ‘alibi’ di bagian lalu, kejadiannya pun muncul. Saat terjerumus ke masa lampau kini, serasa kalbu terdekat menjauh, serupa resiko yang harus ditanggung.

Kondisi sekarang sangat parah sehingga saya mengambil ruhnya sementara, saya ganti ruh dirinya daripada milik saya dengan kesementaraan pula. Agar paham betapa jalan di alas tali keseimbangan amat ngeri. Di samping beban berat juga waswas tergelincir yang pasti menentukan laju tulisan selanjutnya.

Sampailah ruh saya pinjam memasuki pedalaman suku Manggarai. Orang-orang daerah ini menyebut pulau Nuca Nepa dengan perkataan Nuca Nepa Lale atau Pulau Ular yang Indah. Melalui lelangkah kaki asing, karena ruh tersebut belum terbiasa menjelajah jauh. Tapi atas keayuannya semoga lekas sampai. Bertemulah ia dengan kepala suku yang bertuturkan legenda; kenapa pulau ini dinamai Nuca Nepa Lale. Kenapa orang Ngada dan Ende menyebut Nusa Nipa. Juga hikayat pada suku Larantuka menuliskan Nuha Ula Bungan yang maknanya Pulau Ular yang Suci.

Ia (ruh pinjaman) banyak menimba pengetahuan mereka; rahasia ungkapan sakral penentu denyut alam sekitarnya, serta misteri lain menyelubungi takdir manusia. Ibarat gunung terselumuti ketinggian kabut, cahaya kesadaran prosesi perubahan, mematangkan jenjang usia pemikiran. Atas terbang berbeda ruh membaca, sementara kaki-kakinya masih menginjak tanah melincah, gemulai membawa berita. Menembus pekabutan menyusupi lelapisan cahaya rasa nan suara makna. Untaian rambutnya kini taklah panjang selepas dipangkas, sesyarat memasuki napas suku Manggarai. Mempermudah menyusuri padanan daun-daun jua kerikil bergetar oleh perangainya.

Ahai, ia akrab mengisi raga saya dan padanya ruh saya dirasai. Dengan lesatan seperti burung terbang tercepat yang belum pernah ada manusia menyaksikannya. Ruh berpindah-pindah dari Gunung Ranaka, mencapai ubun-ubun Mandosaawu, dilanjutkan kepada puncak Inerie. Menjamahlah kelembutan alam Ruteng, kesuburan pegunungan Ambulembo. Sampai di Pulau Sumba dengan napas santun menggapai suara Gunung Wanggameti merdu desir anginnya. Keheningan khusyuk melagukan dendang keceriahan menemui kepemudaan segar serasa terlahir kembali; alisnya melengkuk tebal menandai setiap perjalanan bagi tafsir hukum alam. Pipinya sintal senyuman menawan, bersedekah untuk siapa menyaksikan. Hidung tidaklah mancung menambah sedap dipandang. Yang bibirnya aduhai isyarat pengetahuannya telah tanak menyeluruh ke bagian tak terjamah, kecuali diapungkan rahmat merindu balasan. Janggutnya seimbangkan seluruh air muka mengharuskan wibawa turut serta, dikala kedipan matanya memudahkan segenap diingini. Dan satu andeng-andeng menikam kata-kata mengejawantah.

Dengan perangai itu kedirian ruhnya meneruskan kembara menuju Gunung Anajeke, memetik peputik kembang bersenda ria dengan kupu-kupu ribuan warna. Tanah subur memercikkan sedikit lumpur ke pakaiannya dibiarkan, mungkin amat bahagia. Tiada terasa sampai Gunung Iwing, dilanjutkan ke Kabaau, tidak luput ke Pahulubandil. Tiap-tiap detakan lelangkah, jantung blingsatan, mukanya kemerah jambu matang. Sementara ruh saya yang dirasai tenang menyelidik apa gerangan dipikir, disaat cerita ini melaju berkehusyukan. Senada bercampurnya pasangan, timbul-tenggelam di kedalaman kerahasiaan.

Babakan berlanjut menghirup napas menghimpung segenap pengalaman, memasuki panca indra dijadikan kekayaan. Pengetahuan yang kelak tidak habis dipunggah untuk puisi-puisinya mendatang. Ruh bersama jasadnya terbang ke Pulau Timor mendaki Gunung Mutis diiringan bayu sedenyar gending Jawa mengalungi lembah. Ia teringat masa-masa kecilnya di kampung halaman bermain jaratan, dakon. Dan nyanyian yang disyiarkan Kanjeng Sunan Kalijogo; ler iler.

Wewaktu dilipat-lipat, diudar sesuai kalbu kayungyung berat. Sebab apalah saya tanpa kebesaran kalbunya merelakan dengan tidak menyebut namanya nan elok sehingga saya segan menyapa. Senandung ini seberkas sinar cahya menggelinjak menemui Gunung Nefomat. Tidak lama kaki-kaki gemulainya dengan ruh pesonakan mata telinga ke punggung Kekneno, sebelum ke batas Wehaf, dan Gunung Timau yang anggun serta.

Sedurung ke Pulau Alor saya berujar; entah reaksi apakah percampuran ini atau perpindahan beransur cepat. Berbolak-balik berkelembutan tak tampak mata. Memberi efek berlimpah tak terdetak sebelumnya. Jika memakai kata 'gentayangan,' tetaplah fokus merajalela, sekuat tanda berbauran memberkah. Rasanya diruapi ketinggian agung memendarkan lapisan nikmat sel-sel darah berdenyut kencang sekaligus pelan tak terbantah. Mengikuti bintik-bintik air menuangkan senjakala mulai temaram di sana.

Sebelum berhenti di tenggang masa yang masih bergelayut dalam selubung ruang-waktu demi maujud bagian nol ini. Pulau Alor sebagai titik tolak ruh menyimak denyutan air sungai-sungai menghidupkan kepulauan keramat Nuca Nepa. Ruh saya pinjam beranjak ke Gunung Muna, merasai lembut bersentuh lelapisan mega, tepatnya malam diterangi rembulan juga kunang-kunang dihiasi padang dataran. Langkahnya pelahan kelelahan, bau keringat nikmat dijilat angin tipis sedataran tinggi, setepat masa takdir menuntunnya berkeadaan bijaksana. Sebajik nilai utama diperdengarkan orang mulia yang ditemuinya di jalan kembara. Dengan kesadaran imbang, kepak sayap-sayap nalurinya menciumi Gunung Apengmana serta Blikmana. Sebelum hentikan lawatannya paling ganjil namun genap makna pada Gunung Fokala.

***

Hikayat lain disebut raganya hanya berada di ketinggian Gunung Ranaka, sementara ruhnya senantiasa mengembara separas di puncak kegilaan. Jari-jemarinya menuang apa saja didengar telinga, dipandang batinnya berdecak dalam. Dapat dikata banyak versi mengenai lawatannya, ada mengatakan di muara Sungai Aisesa. Begitulah legenda menutupi kekurangajarannya lewat misteri nan membalut, mempurna menggumuli alam dikandugnya. Di muara Aisesa ia pelajari masa memantul-mantul oleh cahaya surya, seumpama hati terpaut dedaun pagi memelanting embun kelembutan belia. Betapa jujurnya waktu memberi bacaan membening sehingga hijab semesta terbuka mewah merestui indranya.

Ruh terus membaca alam menyimak nyanyiannya di arus Sungai Reo. Ia diajarkan memperteguh hati-pikiran, menyikapi bebatuan terjal terpukul kesungguhan dari kelembutan. Kepatuhan hukum alam membuka lembar kitab menyelidiki ayatnya kepada biru langit membentang. Desiran bayu, cecabang pepohonan lentur mencium kening permukaan sungai. Peputik kembang berjatuhan mengikuti arus. Suara-suara hewan liar menambah derajad kesaksian. Ketakjuban selalu melekati batin mempertebal iman. Keyakinan bertumpuk setinggi tapakan ruh mengejawantahi keseluruh dirasa. Bersyukur meningkatkan pemahaman perdalam penyelidikan, menguras rasa memakmurkan jiwa kesejatian.

Manakala tibanya di Sungai Moke, berjalan cepat di muka air berselancar seimbangkan gravitasi ondakan angin. Firasatnya cemerlang mengedarkan cabang isyarat yang diberikan padanya. Waktu dilewati berkemantaban tiada sedikit pun tercecer. Bagai santapan lezat bagi ruhani terus dahaga, diserang kehausan rindu mendera. Kangennya ke alamat-alamat ceruk terdalam, celah daun sorotan cahaya. Dan ruang tempat penyadaran kala semua digerakkan. Maka tidak sekadar pesona diperoleh, namun jua martabat sedari tirakat di atas tabaruknya, kepada keseluruhan hidup menghidupkan.

Teringat dirinya, kelembutan Sungai Leo Ria nan pernah berpapasan gadis-gadis ayu sama dengannya. Menikmati untaian tubuh di dalam tarian syukur kehadirat Yang Esa, pemberi berkah panen berlimpah. Sampailah ke Sungai Jamal, di sana ia mengunci diri. Merasai dingin menggigil oleh kesaksian, meringkuk di bawah pohon. Setingkat pulung kapujanggaan menimpanya, pencerahan mengisi sekujur ruh berhawa batin menyejukkan sukma. Makna-makna bersusulan menghampiri. Permudah penalaran meneliti hayati sedari keuletan menghayati tetingkap nyawa. Semua di luar jangkauan saya, yang diberi sejumput di sini. Tak ada lain ketulusanlah pemampu memerdekakan ruh di ambang batas tak terkira, yang masih dalam lingkup kuasa Pencipta. Lalu senyala perintah mengulangi lawatannya ke Pulau Sumba, mungkin hanya ingatan-ingatannya dilayarkan ke sana.

Di muara Kambaniru dari kelokan memanjang, ia diberi penghormatan para penduduk dengan menampilkan tari-tarian Kandingangu. Upacara adat demi memohon kehadiran pencipta alam semesta. Tak dilupakan kebiasaannya di bencah Jawa ‘mengampuh;’ menjumput tanah dikunyah demi restu moyang merambahi partikel pribadinya sampai ke warna alami. Yang sisa tanahnya diambil sedari mulut untuk diusapkan di kening. Selepas itu memancarkan cahaya ke mereka di sekitanya. Mereka terus menarikan tarian Yappa Iya nan cekatan menggambarkan masyarakat Mbarambanja menangkap ikan. Dan tetarian lain dengan ditutup tarian Hedung Buhu Lelu dari kampung Lembata. Nan mengisahkan betapa erat kekerabatan penghalusan larikan kapas dipisah dari bijiannya. Para gadis-gadis menerbangkan sampurnya berwarna-warni menandai kemakmuran.

















Atlantis, The Lost Continent Finally Found {The Definitive Localization of Plato's Lost Civilization, 2005}
























































2 komentar:

MJA mengatakan...

Begitu luas paparanmu. Aku bertanya sendiri, akan seberapa tebal buku ini nanti? Aku salut padamu yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan lainnya untuk ini. Salam jabat erat dariku di Tanah Borneo untukmu, Kawan.

PuJa mengatakan...

terimakasih kawan Mahmud Jauhari Ali, tak tahu seberapa tebal nanti buku itu, aku hanya mengikuti jalan-jalan waktu, hanya doa dan restu semuanya, semoga berjalan ke jalur yang benar, sebagaimana Yang Maha Pengasih memberi restu napasku di alam kehidupan, suwon sanget kawan... (Nurel Jav)

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito