Minggu, 11 September 2011

‘Puisi Saya Antitesis Puisi W Haryanto’

Indra Tjahjadi
Pewawancara: R. Giryadi
Suara Indonesia, 20 September 2005

Sejak berkenalan dengan W. Hariyanto, Indra Tjahja dimengakui mulai belajar menulis puisi. Energi kreatrf kepenyairannya diakui, selain lewat buku-buku bacaan tetapi lewat perkenalannya dengan penyair W.Hariyanto. Karena tertarik dengan bahasa ungkap puisi W. Hariyanto, Indra berusaha ‘mempelajari’ gaya penulisan W. Hariyanto, dengan mencoba menjadi ‘juru ketik’ puisi-puisi W.Hariyanto. “Tetapi anehnya setelah saya membuat puisi, justru menjadi antitesis dari pemikiran We,” kata Indra kepada R. Giryadi wartawan Suara Indonesia dikediamannya Jl. Potro Agung II/5 Surabaya, Sabtu (20/11).
Sejak saat itulah, proses kreatrif mereka secara konseptual memiliki arah yang berbeda meski Indra mengakui, We memiliki kekuatan lompatan diksi yang basiknya jelas, yaitu culture Surabaya.Setelah itu, Indra mencoba mencari bahan-bahan bacaan lain. Selain itu dia juga mencoba aktif diberbagai gerakan yang ada di kampusnya Universitas Airlangga Surabaya. Namun, secara tidak langsung Indra juga mengakui campur tangan cerpenis Sony Karsono, juga melecutnya untuk mempelajari tentang konsepsuriallisme yang terus diperkenalkan oleh Sony di forumnya Rumah Biru.

Di tengah kesibukannya mengajar di Fakultas Sastra & Filsafat Universitas Panca MargaProbolinggo, Indra juga aktif menterjemahkan karya-karya sastra bahasa asing kedalam bahasa Indonesia. Perkenalannya dengan buku-buku barat dan literature dari penulis Indonesia, Indra mengakui banyak mempengaruhi proses penciptaanya.

Bagai mana proses penciptaan puisi-puisi Indra? Dan bagaimana Indra memperoleh bahan-bahan bacaan untuk menambah pengetahuannya? Lalu apa hubungannya buku-buku bacaan dengan proses kreatifnya? Berikut wawancara dengan Indra Tjahjadi, salah seorang penyair muda dari Surabaya.

Apa kesibukan Indra akhir-akhirini?

Saya sedang mempersiapkan antologi puisi tunggal saya ‘Ekspedisi Waktu’. Desember ini insy’allah akan terbit. Puisi itu sayakumpulkan dari karya tahun 1995 sampai karya tahun 2004. Buku itu diterbitkanoleh penerbit Atlas, Jakarta. Puisi-puisi saya yang mengeditori JJ.Kusni, salah satu tokoh sastrawan eksil.

Selain itu?

Membantu penerbitan puisi Dewan Kesenian Jawa Timur bersama W. Hariyanto. Tahun ini DKJT menerbitkan dua antologi puisi, milik penyair Aming Aminudin dari Mojokerto, dan Mashuri dari Surabaya. Di Jatim penerbitan buku-buku sastra sangat sepi, padahal sastrawan Jatim sangat produktif. Setiap tahun,DKJT masih bisa menerbitan 2 buku, dan itu harus bergiliran. Padahal jumlah sastrawan kita banyak dan produktif.

Berbicara masalah buku,dari mana Indra mendapatkannya?

Terus terang di Surabayabuku-buku literature sangat terbatas. Untuk mencari buku-buku barat kita harus ke Jakarta atau ke Jogjakarta. Kalau itu dikira lebih mahal, biasanya juga terpaksa memfoto kopy buku yang dimiliki teman atau terkadang juga mencarai bahan di internet.

Buku yang kali pertamaIndra baca dan bisa menggerakan energi kreatif, bukunya siapa?

Sebelum berkenalan lebih jauh dengan W. Hariyanto, Sony Karsono, Imam Muhtarom, Mashuri, dan lainnya saya tidak punya teman. Bahanbacaan pun sedikit. Kali pertama yang saya baca puisi karya Acep Zazam Noor dari kumpulan ‘Dari Kata Hujan’. Saya mengagumi puisi Acep dan juga puisi Jamal D Rahman, ‘Airmata Diam’. Dua penyair ini terus terang sedikit mempengaruhi proses kepenyairan saya, pada periode awal, sekitar tahun 1994-an. Begitu jugapenyair romantic John Keats, Baudelaire. Dan juga ‘Arsitektur Hujan’ karya Afrizal dan juga sajak-sajak Kreapor, banyak memberikan ispirasi pada saya.Sajak-sajak Kreapor bagi saya menarik. Bahkan saking sulitnya mendapatkan sajak-sajaknya, saya sampai mencari di perpustakaan Surabaya Post. Meski tidak sepenuhnya saya terpengarauh oleh ke empat tokoh tersebut, tetapi saya mengakui dari situlah saya memulai menulis puisi dan tahu puisi yang baik. Puisi-puisi Gunawan Muhammad, ‘Asmaradana’ saya juga tertarik.

Bagaimana dengan peran Sony Karsono?

Sony Karsono banyak memberikan dapak kepada pribadi saya.Tetapi selain itu, dia juga memberikan dampak yang cukup meluas dikalangan teman-teman penyair seangkatan saya di Unair yang sering nongkrong di warung ‘Emak’ depan kampus Karang Menjangan. Sony memperkenalkan saya dengan karya-karya sastrawan Perancis seperti Rimbault, TS. Elliot. Dan terutama soal konsepsurialisme.

Tetapi secarapenulisan, kepada siapa Indra banyak belajar?

Tahun 1997 saya dekat We (W. Hariyanto, penyair yang lebihdulu muncul sebelum Indra Tjahyadi, red). Tetapi terus terang, pada akhirnya setiap kali saya membuat puisi yang terinspirasi dengan puisinya We, justru yang muncul bukan kesamaan pemikiran tetapi merupakan antitesis dari pemikiran We.

Di sini kami sering saling ‘berolok-olok’. We sering menyarankan saya untuk mengambalikan diksi ke semangat cultural. Kalau kitatinggal di Surabaya, ya semangat Suroboyoannya itu yang diangkat. Tetapi bagi saya, justru sebaliknya bukan diksinya tetapi cultural sebagai semangat penciptaan, karenaterus terang saya membawa semangat cultural yang berbeda dengan We. We, orang Surabaya asli, sementarasaya berasal dari persilangan berbagai cultural. Ibu saya Bandung, Bapak Jakarta, saya lahir di Jakarta, dan dibesarkandi Surabaya.

Banyak orang yang mengatakan puisi-puisi saya dengan We, itu tidak terlalu benar. Henri Mardi Luhung (penyair Gresik, red), pernah mengatakan pada saya, bahwa We, lompatan diksinya begitu jauh dan nilai filosofinya lebih kental. Sementara puisi saya lebih ekspresif. Tetapi saya mengakui belajar menulis puisi dari We, karena pada masa awal dulu, saya sering mengetikan naskah We yang akan dikirimkan ke media massa.

Indra Tjahjadi, Lahirdi Jakarta 21 Juni 1974. Alumi Fakultas Sastra Universitas Airlangga Surabaya ini menulispuisi sejak tahun 1994. karya-karyanya tersebar di berbagai media massa luar dan dalamnegeri. Karya-karya puisinya pernah dimuat di AIAA News (Australia), Bahana (Brunei). Puisinya dalam bahasa Inggris dimuat di Big Lick Literary Review; aMulticultural Arts Ezine yang di terbitkan Roanoke, Virginia-USA dan Conestoga Literary Journal. Di Indonesia puisi-puisinya pernah dimuat antara lainHorison, Jurnal Puisi, Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, republika, Surabaya Post, Suara Indonesia, Jawa Pos, dan lain sebagainya. Manuskrip kumpulan puisinya yang berjudul ‘Di Bawah Nujum Kabut’ tercatat sebagai salahsat7u nominasi penghargaan KSI Award 2003. Tahun 2002 bersama, W. Haryanto, Indra Tjahyadi, Mashuri, Muhammad Aris, mendeklarasikan ‘Manifesto Surrealisme’di Gallery Surabaya.

Apa yang melatariterbitnya ‘Manifesto Surrealisme’?

Ini salah satu sikap terhadap kekosongan gagasan, setelahbangsa kita disibukan dengan efuria reformasi yang begitu dasyat sekitara tahun 1998. pada awalnya kami yang sering berkumpul di warung kopi, mempelajari konsep-konsep dadaisme, yang kalau disini kita bisa melihat puisi-puisi karya SaifulHadjar. Tetapi di situ kami tidak menemukan sesuatu dasar estetika yang jelas. Pada saat itu Sony memperkenalkan konsep Surrealisme yang diliputi suasana revolusi Perancis.

Kami melihat kesamaan perjuangan atas hakikat kemanusiaan yang utuh. Dan konsep Surrealisme memberikan syarat estetik yang jelas bila dibandingkan dengan konsep dadaisme. Dari sinilah kami pingin bicara. Dengan semangat manifesto itu, kita ingin menghindari pengucapan yang politis yang leterlek dalam puisi. Sehinga alat ucap itu tidak mencair tetapi padat danlebih simbolis.

Semangat ini justru sekarang menjadikan banyak orangmengeklaim, kecenderungan sastrawan Jatim lebih banyak yang bernuansakan Surrealisme. Barangkali mereka benar, karena menurut saya ada missing-ling dengan aspek cultural yang ada di Jatim. Orang-orang Jakarta, memandang Jatim, seperti bom yang meledak. Puisi-puisinya banyak yang menggunakan bahasa yang melompat-lopat dan lebih gelap.

Sejak saat itu konseppenulisan Indra berubah?

(Diam sejenak) Puisi-pusisi Acep masih sering melintas dibenak saya. Adabeberapa puisi yang sering kali membayangi proses penciptaan pusisi saya,seperti karya Acep yang berjudil ‘Buat Malika Hamudi’ dan menjadi pusisi sayaberjudul ‘Buat Wan Aiping.’ Dari puisi We, ‘bagaimana Aku Lihat Tubuhku Membeku, ‘saya menulis puisi,’ Barangkali dari Usia Kita yang TertinggalHanyalah Kesendirian.’

Kapan Indra menuliskan puisinya?

Setiap waktu saya menulis puisi. Kalau sudah mendapatispirasi, tidak bisa ditunda-tunda lagi. Kepala saya bisa pusing, kalau tidak segera ditulis. Pernah suatu kali di tahun 1995, We, bercertia tentangperistiwa bunuh diri yang terjadi di dekat rumahnya. Mendengar cerita itu sayalangsung meninggalkan We, pulang ke rumah dan mengetik secara manual. Sesaat kemudian puisi itu jadi. Kemudian saya kembali ke Kampus dan memberikan puisiitu kepada We.

Menurut Indra, menulispuisi merupakan proses kesadaran ekspresi, karena menurutnya sebelum jauh berkenalan dengan We, S.Jai, Imam Muhtarom, Mashuri, dia sudah lama menulis puisi.Tetapi sebelumnya Indra lebih suka melukis. Karena dirasa materialnya begitu mahal, Indra akhirnya memilih untuk menjadi penulis puisi saja. Begitu jugapada tahun 1997 dia menulis cerpen, tetapi karena tidak tertarik cerpen pun akhirnya ditinggalkan. “Cerpen hanya menampilkan cerita-cerita saja. Tetapipuisi lebih ekspresi dan bisa mewadahi ekspresi yang sangat individualsekalipun,” kata Indra.

Setelah memilih menjadi penulis puisi, tingkat produktifitasnya tak terbendung. Hampir setiapminggu Indra mengirimkan puisinya ke media massa. Maka tak heran kalau hampir seluruh media massa yang ada di Indonesia itu pernah memuat karya-karyanya. “Setiap kali saya mengirim ke media, ada 10puisi yang saya lampirkan. Dan itu hanya berselang seminggu atau dua minggukemudian, saya kirmkan 10 puisi berikutnya,” kata Indra mengakhiri pembicaraan siang itu. n gir

*) dijumput dari http://www.facebook.com/notes/rakhmat-giryadi/indra-tjahjadi-puisi-saya-antitesis-puisi-w-haryantosuara-indonesia-20-september/419385546610

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito