Muhammad Rain
http://sastra-indonesia.com/
Membicarakan kesusastraan sepertinya semua penulis puisi akan suka dan tertarik, nyaris tanpa embel-embel ngarep. Ngarep nama-namanya disebut dalam kupasan selentingan bidang sastra itu. Termasuk pula sahabat baruku Si Nurel ini, saya pikir beliau tak ada sedikitpun niat ngarep disebut-sebut namanya dari mulut kata Muhrain. "Si" yang saya maksud sebab saya merasa sok akrab saja, begitu.
Tulisan berupa sapaan belaka ini dengan maksud menuju pemikiran tentang apresiasi karya Nurel yang telah saya peroleh hasil kiriman hibah Saudara alias Sahabat baru kita ini, "kita" bermakna bahwa sahabat pembaca adalah sahabat saya, sahabat saya adalah sahabat kalian.
Meskipun sudah hampir seminggu memegang "Kitab Para Malaikat (Puisi Nurel) dan Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (Esai Kritik Nurel)" namun karena masih terus di jalanan menebas Medan, Banda Aceh dan Sabang (jelang akhir Mei dan awal Juni 2011) , buku ini belum berhasil saya tamatkan. Alias baru setengah halaman belaka. Jadi tak ada yang tuntas tentunya jika saudara pembaca menuntut saya menjawab isi keseluruhan buku tersebut yang berhasil terinsyafi.
Melangkah pada kebermaknaan kehadiran Nurel dalam kawasan pemikiran saya, sebagian dari cara Nurel menulis isi batin-pikirannya terhadap sastra secara umum, ada letupan tersendiri yang terasakan terutama dalam kehadiran sosok penyair di lingkup kesusastraan kita (baca Indonesia). Konsep rahmatan lil alamin sepertinya khatam kita baca lewat karya-karya Nurel. Pemahaman tentang dogma yang muncul dari kehadiran mantra ala Tardji, disusul ide "kemalaikatan" lewat "Kitab Para Malaikat"-nya Nurel tersendiri, lalu dengan cucuk hidung saya katakan bahwa kesusastraan memang sedang dan selalu butuh karya baru.
Persoalan ingin yang baru memang sudah menjangkiti dunia seni sastra sejak matinya penyair besar Chairil Anwar, apalagi disusul W.S. Rendra dan berdiangnya banyak penulis baru sastra Indonesia terutama bidang puisi yang berkutat dalam kawasan putaran roda di tempat. Mengapa saya katakan berotasi di tempat? Saudara pembaca sudah tahu, apakah ada yang baru dari dua nama tersebut, oh ya, ada Afrizal Malna, Seno Gumira A., Agus R. Sarjono, Dimas Arika Mihardja dll. yang konon bagi saya belumlah mencucuk hidung rasa seni sastra saya selaku penikmat mereka (murni subjektif belaka). Saya terus jadi ingat bahwa persoalan bangsa kita masih sama sejak ditinggalkan Rendra, persoalan salon sastra, penyair salon, pamflet darurat, kegelimpangan pembodohan dan berbagai kertas kerja yang repetitif belaka sejak angkatan 60-an termasuk nama Taufik Ismail yang akhir-akhir tahun lalu sering dapat kritik kehadirannya sekedar mendirikan perusahaan kesusastraannya belaka. Mengapa sebab demikian saya katakan belum ada yang baru di sastra puisi kita? saudara sudah tahu.
Lalu menyinggung kembali konsentrasi Nurel dalam essainya tentang Tardji, apa yang penting? Kenyataan lahirnya penyair ke dunia memang harus bersandar pada rahmatan lil alamin. Persoalannya apakah penyair itu sendiri telah seolah berupa rahmat bagi dirinya terlebih dahulu, apakah hadirnya diri dalam kawasan puisi (sastra lebih luas) mampu merubah buruk dirinya jadi baik yang diukurnya sendiri dengan insyaf. Lalu tafsir serupa bisa kita gurah lewat wahyu ilahi, "jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka". Apabilakah ucapan, tulisan, karya sastra mampu menghindarkan kita dari api berisi iblis laknatillah ini? Sepertinya kerja menyair tak sama bagai tukang sulap yang menipu dan kita sebut seni, macam menipunya koruptor namun tak pernah begitu menyeninya sehingga membengkalai keremajaan pembangunan manusia Indonesia.
Saya tak paham sastra, bukan saja karena belum lulus di fakultas sastra atau menjadi guru besar di bidang ini, namun seperti banyak ragam orang yang melalui jalan tempuh demi menikmati bahasa dan mata batin sastra, saya kira saya masih dahaga. Ketika orang ingin inovasi, dia akan selalu memerlukan modal untuk membeli apa yang diciptakan oleh penyair itu. Pepatah yang segar seperti "jadilah tangan di atas sebab lebih mulia dibanding tangan di bawah". Dengan begitu kekosongan identitas sastra puisi baru kita dapat dimungkinkan. Saya menulis banyak puisi sekedar percobaan seperti yang saya kutip dari omongan (komen fb) Dimas Arika Mihardja, belum lagi mendapatkan ceruk tempat karya itu menyaruk dan mengajak pejalan ramai mau sekedar melongok atau bahkan ikut masuk ke dalamnya dan berlama-lama. Namun pemikiran terus berjalan sebagaimana hidup, seperti yang saudaraku dengan jamak alami pula.
Bagaimana tanggapan sesungguhnya setelah dengan sangat sedikit mengenal sosok Nurel? Jawabannya: saya hanya penuh curiga, apa maunya orang ini di dunia sastra kita?, mengapa banyak bukunya baru saya dapat dua, di Aceh memang amat ketinggalan soal karya sastra baru, buku yang beredar di kantung-kantung sastra di Jawa juga kepulauan lain macamlah menunggu bara hanyut, itu sentilan saya dengan maksud mengatakan saya harus jemput bola demi tahu sejauh mana putaran roda sastra Indonesia itu beredar berpendar di kawasan Indonesia yang maha luas ini.
Nurel masih sangatlah baru yang tersebut di bibir ini, itu saya akui, puisi-puisinya panjang tak ketulungan namun semacam menemui angin laut yang sepoi dan kadang menyegarkan di pulau Sabang, keras dan penuh asin. Garam yang ditawasnya dalam setiap bab Kitab Malaikatnya itu berhasil membuat saya curiga, jangan-jangan ia (Nurel) lebih mirip filsuf dibandingkan penyair, sebab bagi saya itu amatlah beda, menjadi filsuf punya akar baca dan akar faham yang mumpuni, menjadi penyair hanya perlu aral dan pedang tinta juga sedikit gontok-gontokan dengan pihak pengelola taman budaya juga penerbit setempat plush membidani perawakan gondrong, energik, sangar dan terkadang malah memuakkan pemerintah akibat rewel menggelisahkan kekuasaan (itu sich penyair label alias tampil untuk proyek esek-esek sastra panggung, sastra bahenol kalau tak mau dibilang sastra nol). Beda tentunya dengan faham bagaimana sejatinya menjadi penyair yang dikupas meski belum habis oleh Nurel lewat karya essainya menggugat Tardji itu.
Lainnya belum dapat saya tawarkan pada kalian sidang pembaca coretan sore ini, 6 Juni 2011, sebab saya memang masih sangat sibuk bertanya, mengapa yang terbit tak pernah merasa redup dan mengapa yang redup belum lagi mampu membuka diri menuju putaran jaman kesusastraan yang makin menggoda di depan. Jangan ikut kalau takut, jangan marah kalau gerah, dan jangan seorang Nurel saja, misalkan kita masih mau menghirup nafas kesusastraan lebih gairah dan penting. Pentingkah masih sastra itu, puisi itu? Kita akan jawab bersama lewat terus berkarya. Salam takjim pada Nurel Javissyarqi. Meski saya tak pernah janji mau menulis namanya pada kenangan, sebab saya tak bisa melupakan sentilan-sentilan ala Javanya dalam dua bukunya belaka yang telah saya punya. Terima kasih Nurel, salam pula kepada segenap pembaca Muhrain. Selamat sore saya kirim lewat angin Jantho (Aceh Besar) Nanggroe Aceh Darussalam. Sebuah puisi penutup sebagai sapa rutin Muhrain buat segala. Salam Reusam Tanoh Rencong.
DI BALIK SEULAWAH
Muhammad Rain
kuumbar angin hijau gunung bukitan
menyapa awan dan langit tenang
nun setelah berangas tumbangnya pohonan
gundulnya nyentrik para pembalak
kukutuk harum gersang tanoh endatu
sejak perang hanya lahirkan kedai kopi
yang menanam mimpi kapan Aceh Jaya
dan karena darah lahir dari Rencong
mataku muncrat melancong ke dalam padang hampar
kukatakan matiku untuk Indonesia.
Jantho (Aceh Besar)- Indonesia, 6 Juni 2011.(Seulawah adalah gunung kebanggaan Aceh)
Sumber: http://www.facebook.com/notes/muhammad-rain/membaca-nurel-javissyarqi-sahabat-baruku-muhrain/136228399787524
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar