Kamis, 16 Juni 2011

MEMBACA NUREL JAVISSYARQI

Muhammad Rain
http://sastra-indonesia.com/

Membicarakan kesusastraan sepertinya semua penulis puisi akan suka dan tertarik, nyaris tanpa embel-embel ngarep. Ngarep nama-namanya disebut dalam kupasan selentingan bidang sastra itu. Termasuk pula sahabat baruku Si Nurel ini, saya pikir beliau tak ada sedikitpun niat ngarep disebut-sebut namanya dari mulut kata Muhrain. "Si" yang saya maksud sebab saya merasa sok akrab saja, begitu.

Tulisan berupa sapaan belaka ini dengan maksud menuju pemikiran tentang apresiasi karya Nurel yang telah saya peroleh hasil kiriman hibah Saudara alias Sahabat baru kita ini, "kita" bermakna bahwa sahabat pembaca adalah sahabat saya, sahabat saya adalah sahabat kalian.

Meskipun sudah hampir seminggu memegang "Kitab Para Malaikat (Puisi Nurel) dan Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (Esai Kritik Nurel)" namun karena masih terus di jalanan menebas Medan, Banda Aceh dan Sabang (jelang akhir Mei dan awal Juni 2011) , buku ini belum berhasil saya tamatkan. Alias baru setengah halaman belaka. Jadi tak ada yang tuntas tentunya jika saudara pembaca menuntut saya menjawab isi keseluruhan buku tersebut yang berhasil terinsyafi.

Melangkah pada kebermaknaan kehadiran Nurel dalam kawasan pemikiran saya, sebagian dari cara Nurel menulis isi batin-pikirannya terhadap sastra secara umum, ada letupan tersendiri yang terasakan terutama dalam kehadiran sosok penyair di lingkup kesusastraan kita (baca Indonesia). Konsep rahmatan lil alamin sepertinya khatam kita baca lewat karya-karya Nurel. Pemahaman tentang dogma yang muncul dari kehadiran mantra ala Tardji, disusul ide "kemalaikatan" lewat "Kitab Para Malaikat"-nya Nurel tersendiri, lalu dengan cucuk hidung saya katakan bahwa kesusastraan memang sedang dan selalu butuh karya baru.

Persoalan ingin yang baru memang sudah menjangkiti dunia seni sastra sejak matinya penyair besar Chairil Anwar, apalagi disusul W.S. Rendra dan berdiangnya banyak penulis baru sastra Indonesia terutama bidang puisi yang berkutat dalam kawasan putaran roda di tempat. Mengapa saya katakan berotasi di tempat? Saudara pembaca sudah tahu, apakah ada yang baru dari dua nama tersebut, oh ya, ada Afrizal Malna, Seno Gumira A., Agus R. Sarjono, Dimas Arika Mihardja dll. yang konon bagi saya belumlah mencucuk hidung rasa seni sastra saya selaku penikmat mereka (murni subjektif belaka). Saya terus jadi ingat bahwa persoalan bangsa kita masih sama sejak ditinggalkan Rendra, persoalan salon sastra, penyair salon, pamflet darurat, kegelimpangan pembodohan dan berbagai kertas kerja yang repetitif belaka sejak angkatan 60-an termasuk nama Taufik Ismail yang akhir-akhir tahun lalu sering dapat kritik kehadirannya sekedar mendirikan perusahaan kesusastraannya belaka. Mengapa sebab demikian saya katakan belum ada yang baru di sastra puisi kita? saudara sudah tahu.

Lalu menyinggung kembali konsentrasi Nurel dalam essainya tentang Tardji, apa yang penting? Kenyataan lahirnya penyair ke dunia memang harus bersandar pada rahmatan lil alamin. Persoalannya apakah penyair itu sendiri telah seolah berupa rahmat bagi dirinya terlebih dahulu, apakah hadirnya diri dalam kawasan puisi (sastra lebih luas) mampu merubah buruk dirinya jadi baik yang diukurnya sendiri dengan insyaf. Lalu tafsir serupa bisa kita gurah lewat wahyu ilahi, "jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka". Apabilakah ucapan, tulisan, karya sastra mampu menghindarkan kita dari api berisi iblis laknatillah ini? Sepertinya kerja menyair tak sama bagai tukang sulap yang menipu dan kita sebut seni, macam menipunya koruptor namun tak pernah begitu menyeninya sehingga membengkalai keremajaan pembangunan manusia Indonesia.

Saya tak paham sastra, bukan saja karena belum lulus di fakultas sastra atau menjadi guru besar di bidang ini, namun seperti banyak ragam orang yang melalui jalan tempuh demi menikmati bahasa dan mata batin sastra, saya kira saya masih dahaga. Ketika orang ingin inovasi, dia akan selalu memerlukan modal untuk membeli apa yang diciptakan oleh penyair itu. Pepatah yang segar seperti "jadilah tangan di atas sebab lebih mulia dibanding tangan di bawah". Dengan begitu kekosongan identitas sastra puisi baru kita dapat dimungkinkan. Saya menulis banyak puisi sekedar percobaan seperti yang saya kutip dari omongan (komen fb) Dimas Arika Mihardja, belum lagi mendapatkan ceruk tempat karya itu menyaruk dan mengajak pejalan ramai mau sekedar melongok atau bahkan ikut masuk ke dalamnya dan berlama-lama. Namun pemikiran terus berjalan sebagaimana hidup, seperti yang saudaraku dengan jamak alami pula.

Bagaimana tanggapan sesungguhnya setelah dengan sangat sedikit mengenal sosok Nurel? Jawabannya: saya hanya penuh curiga, apa maunya orang ini di dunia sastra kita?, mengapa banyak bukunya baru saya dapat dua, di Aceh memang amat ketinggalan soal karya sastra baru, buku yang beredar di kantung-kantung sastra di Jawa juga kepulauan lain macamlah menunggu bara hanyut, itu sentilan saya dengan maksud mengatakan saya harus jemput bola demi tahu sejauh mana putaran roda sastra Indonesia itu beredar berpendar di kawasan Indonesia yang maha luas ini.

Nurel masih sangatlah baru yang tersebut di bibir ini, itu saya akui, puisi-puisinya panjang tak ketulungan namun semacam menemui angin laut yang sepoi dan kadang menyegarkan di pulau Sabang, keras dan penuh asin. Garam yang ditawasnya dalam setiap bab Kitab Malaikatnya itu berhasil membuat saya curiga, jangan-jangan ia (Nurel) lebih mirip filsuf dibandingkan penyair, sebab bagi saya itu amatlah beda, menjadi filsuf punya akar baca dan akar faham yang mumpuni, menjadi penyair hanya perlu aral dan pedang tinta juga sedikit gontok-gontokan dengan pihak pengelola taman budaya juga penerbit setempat plush membidani perawakan gondrong, energik, sangar dan terkadang malah memuakkan pemerintah akibat rewel menggelisahkan kekuasaan (itu sich penyair label alias tampil untuk proyek esek-esek sastra panggung, sastra bahenol kalau tak mau dibilang sastra nol). Beda tentunya dengan faham bagaimana sejatinya menjadi penyair yang dikupas meski belum habis oleh Nurel lewat karya essainya menggugat Tardji itu.

Lainnya belum dapat saya tawarkan pada kalian sidang pembaca coretan sore ini, 6 Juni 2011, sebab saya memang masih sangat sibuk bertanya, mengapa yang terbit tak pernah merasa redup dan mengapa yang redup belum lagi mampu membuka diri menuju putaran jaman kesusastraan yang makin menggoda di depan. Jangan ikut kalau takut, jangan marah kalau gerah, dan jangan seorang Nurel saja, misalkan kita masih mau menghirup nafas kesusastraan lebih gairah dan penting. Pentingkah masih sastra itu, puisi itu? Kita akan jawab bersama lewat terus berkarya. Salam takjim pada Nurel Javissyarqi. Meski saya tak pernah janji mau menulis namanya pada kenangan, sebab saya tak bisa melupakan sentilan-sentilan ala Javanya dalam dua bukunya belaka yang telah saya punya. Terima kasih Nurel, salam pula kepada segenap pembaca Muhrain. Selamat sore saya kirim lewat angin Jantho (Aceh Besar) Nanggroe Aceh Darussalam. Sebuah puisi penutup sebagai sapa rutin Muhrain buat segala. Salam Reusam Tanoh Rencong.

DI BALIK SEULAWAH
Muhammad Rain

kuumbar angin hijau gunung bukitan
menyapa awan dan langit tenang
nun setelah berangas tumbangnya pohonan
gundulnya nyentrik para pembalak

kukutuk harum gersang tanoh endatu
sejak perang hanya lahirkan kedai kopi
yang menanam mimpi kapan Aceh Jaya
dan karena darah lahir dari Rencong
mataku muncrat melancong ke dalam padang hampar

kukatakan matiku untuk Indonesia.

Jantho (Aceh Besar)- Indonesia, 6 Juni 2011.(Seulawah adalah gunung kebanggaan Aceh)
Sumber: http://www.facebook.com/notes/muhammad-rain/membaca-nurel-javissyarqi-sahabat-baruku-muhrain/136228399787524

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito