Asarpin
http://www.lampungpost.com/
Suatu hari saya ditanya oleh seorang teman yang kebetulan merasa mengikuti perkembangan cerpen kita. Katanya: apakah yang membedakan cerpen dengan naskah drama? Saya jawab: tidak ada bedanya, dan banyak cerpen itu berupa drama dan drama itu berupa cerpen.
Tentu saja teman saya itu tak puas dengan jawaban itu. Ia tetap penasaran. Lalu, setelah sejenak berpikir, ia pun mengajukan pertanyaan yang lain lagi: Apa perbedaan antara cerpen yang selama ini dimuat di Kompas dengan cerpen yang dimuat di Koran Tempo?
Terus terang saya tak berhak menjawab pertanyaan semacam itu. Selain harus membutuhkan penelitian serius, sementara tak ada ruang di sini untuk memaparkan secara panjang-lebar persoalan itu. Tapi kalau mau dipaksakan untuk dijawab, maka perbedaan cerpen yang terbit di dua media nasional itu, adalah:
Pertama, cerpen di Kompas banyak dialog, sedanngkan di Koran Tempo jarang dialog, atau hanya naratif. Kedua, cerpen Kompas realis, sedangkan cerpen Koran Tempo tidak.
Tentu saja jawaban saya itu tak bisa dipertanggungjawabkan. Tapi saya kira, sebagian besar orang melihat perbedaan yang sama, di samping perbedaan yang lain. Saya cukup sering mengikuti cerpen yang dimuat di dua harian nasional itu, dan tentu saja saya pernah mendengar kritikus sastra mengungkapkan kecenderungan tema dan gaya cerpen yang dimuat di kedua media itu.
Jawaban itu tak perlu dianggap sebagai kesimpulan ilmiah. Ia hanya generalisasi berdasarkan gejala luar yang tampak menonjol. Dan bukan soal ini yang ingin saya bicarakan. Sebab, seperti sudah banyak diketahui, cerpen yang banyak menampilkan dialog dengan yang monolog atau naratif sama-sama punya peluang sebagai cerpen yang baik atau jelek. Nilai sebuah cerpen tidak diukur dengan itu.
Seorang bijak di bidang penulisan cerpen pernah bersaran: sekarang ini dirasakan perlu adanya porsi yang seimbang antara cerpen yang menampilkan dialog dengan cerpen tanpa dialog. Terlalu banyak menekankan dialog tentu saja bisa menjadi cerpen yang cengeng dan terasa ringan, dan minus dialog bisa menjadi serius dan lambat.
Jarang ada cerpenis yang lihai dan piawai membangun dialog. Banyak dialog dalam cerpen yang ternyata lemah. Hanya beberapa pengarang yang berhasil menampilkan dialog yang cerdas dan mengejutkan, seperti Umar Kayam, Sutardji, dan Seno. Selebihnya gagal. Dialog yang dibuat justru membuat cerita kehilangan nyawa dan karakter menjadi lemah.
Sementara itu, cerpen naratif cukup digemari akhir-akhir ini. Kelebihannya terletak pada narasi dan tuturan yang segera akan memperlihatkan apakah si penulis cerpen berbakat atau tidak. Saya termasuk jatuh cinta pada cerpen yang tidak ada dialog.
Cerpen-cerpen Seno Gumira Ajidarma sebagian besar bermain di wilayah eksperimen berbahasa dan satu-dua cerpen dialognya cukup berhasil. Seno menampilkan dialog dan naratif yang cukup seimbang. Ada kalanya ia melonggarkan dialog, tapi sering juga ia mengetatkan dialog itu hingga iramanya jadi unik dan menarik. Kedua-duanya cukup diperhitung. Seno kadang memberontak terhadap asas penulisan cerpen sehingga cerpen-cerpennya terasa bebas. Sementara itu, cerpen-cerpen Isbedy terasa ringan dan enteng karena begitu banyak dialog yang fungsinya kurang diketatkan. Andaikan dialog-dialog itu diketatkan, maka ia akan bunyi dan iramanya akan menggema.
Karena Koran Tempo banyak menampilkan cerpen eksperimen, maka ada anggapan bahwa cerpen-cerpen yang dimuat di koran ini lebih banyak yang bagus dibandingkan dengan yang dimuat di Kompas. Apakah ini bukan sebuah perbandingan nilai yang kacau? Ya, tapi betapa sulit membahas sebuah cerpen tanpa penilaian. A. Teeuw saja melakukan penilaian. Yang namanya penilaian sudah pasti akan bicara soal baik dan buruk, gagal dan berhasil.
Bagaimana cerpen-cerpen di Lampung Post? Izinkan saya menyampaikan sedikit pengalaman membaca cerpen di harian ini. Tentu saja banyak cerpen yang justru menampilkan dialog karena ada anggapan bahwa cerpen tanpa dialog bukan cerpen. Tapi beberapa kali pula harian ini menurunkan cerpen tanpa dialog, dan bagus.
Saya merindukan ruang untuk cerpen dan kolom di Lampung Post diisi oleh tulisan naratif. Rubrik Buras dan Nuansa sayangnya jarang atau tidak pernah menghadirkan tulisan naratif. Kualitasnya pun makin lama makin merosot dan jadi rutin. Membacanya cepat letih karena dialog yang ditampilkan menjadi seperti kuda beban yang sayangnya tidak serbabisa. Eksplorasi berbahasa tidak pernah jadi pertimbangan. Hanya kolom Refleksi Djadjat Sudrajat yang muncul tiap Minggu itu yang dapat diandalkan. Dan Djadjat memang bukan lagi berbakat, tapi ia adalah Goenawan Mohamad-nya Lampung.
Iswadi pernah menulis beberapa cerpen di Koran Tempo yang naratif dan enak dibaca, walau belum tentu perlu. Arman beberapa kali menurunkan cerpen naratif, dan bagus. Muhammad Amin, di pendatang baru di jagat cerpen di Lampung, juga punya bakat menghadirkan cerpen naratif yang kuat.
Edgar Allan Poe adalah cerpenis yang sangat bakhil dengan dialog. Cerpen-cerpennya jarang sekali ada dialognya. Mungkin ia tak percaya dengan dialog sebagai kunci yang membuat tokoh cerita jadi hidup, konflik bisa terbuka secara bebas, dan emosi bisa bangkit. Minusnya cerpen kita yang menampilkan konflikpenokohan selama ini karena terlampau girang pada dialog.
Seandainya gaya Allan Poe diterapkan dalam esai, saya membayangkan esai naratif ternyata juga cerpen naratif. Prosa naratif—baik berupa esai maupun cerpen—adalah prosa tertua yang di mulut nenek moyang kita berwujud penuturan-penuturan atau dongeng-dongeng. Sarana mendongeng yang ampuh adalah dengan mengurangi dialog.
Salah satu pengarang yang pandai mendongeng, dan dongengannya selalu berhasil, adalah Salman Rushdie. Salah satu prosanya yang menebar pesona adalah Harun dan Lautan Dongeng. Novel ini berkisah di sebuah kota yang sedih, tentang seorang sobat muda bernama Harun. Bapaknya adalah Rasyid Khalifa, lelaki yang dikenal sebagai Raja Dongeng paling masyhur di sentero Alifbay. Sementara ibunya, Soraya, adalah perempuan yang pintar bernyanyi.
Rasyid Khalifa dikenal juga sebagai Rasyid Sang Samudera Khayal. Namun bagi musuhnya, yang alergi terhadap sebuah dongeng, Rasyid Khalifa adalah Raja Omong Kosong. Apa yang didongengkannya hanya omong kosong. Tak ada kebenaran, semuanya khayalan ompong yang membuai dan menghanyutkan. Mungkin juga sebuah kemewahan terselubung. Kalau bukan sebuah laku-borjuis.
Keluarga kecil itu tinggal di sebuah lantai bawah rumah sederhana yang berdinding merah muda dan berjendela warna hijau limau. Sementara di lantai atas tinggal Pak Sengupta dan istrinya, Oneeta. Keduanya tak memiliki anak. Sang istri begitu perhatian pada si Harun. Tapi Pak Sengupta tak peduli pada Harun. Namun, ia selalu bercakap-cakap dengan Soraya, ibunya Harun. Dan Harun merasa kurang suka lantaran lelaki ini begitu kritis terhadap ayahnya.
Pernah, pada suatu hari Pak Sengupta menjelek-jelekkan si Raja Omong Kosong kepada Soraya, dan Harun mendengar dengan jelas kata-kata penuh kebencian yang meluncur dari mulut lelaki itu. “Sumimu itu, kepalanya terpaku di udara dan kakinya melayang di atas bumi. Apa gunanya dongeng-dongeng itu? Hidup bukanlah sebuah buku cerita atau toko lelucon. Semua kenangan ini akan berujung tidak baik. Apalah gunanya dongeng-dongeng yang tak mungkin terjadi di alam nyata?”
Singkat cerita, hasutan Sengupta berhasil. Soraya– ibu Harun dan istri Rasyid Khalifa–minggat bersama Sengupta dan meninggalkan sepucuk surat penuh kebencian pada Raja Omong Kosong yang sedang sedih itu. Begini bunyi suratnya: “Kau hanya tertarik pada kesenangan, seorang lelaki yang bermartabat mestinya tahu bahwa hidup adalah urusan serius. Otakmu penuh dengan dongengan, sehingga tak ada lagi tempat untuk kenyataan. Pak Sengupta tak punya imajinasi sama sekali. Dan itu baik buatku.”
Tetes air hujan menitik di atas surat itu, jatuh bergulir dari rambut Harun yang kebetulan ada di situ. “Apa yang musti kulakukan, Nak,” Rasyid berkata mengiba di hadapan anaknya. “Mendongeng adalah satu-satunya pekerjaan yang bisa kulakukan,” kata Rasyid Khalifa.
Itulah dongeng yang menggetarkan, haru dan di sana sini muncul gelak tersembunyi. Kepiawaian Rushdie mendongeng mengingatkan kita pada kisah-kisah fantastis Jorges Luis Borges. Bahkan buku Harun dan Lautan Dongeng bisa memulihkan nama Rushdie di masa lalu yang heboh itu.
Asarpin, Pembaca sastra
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar