Selasa, 05 Oktober 2010

SYAM (Sebuah Naskah Teater)

Imamuddin SA

Babak 1
Panggung dalam keadaan kosong. Permainan dilakukan dengan menggunakan silhuet. Ini adalah ilustrasi sebuah mimpi dari seorang penyair. Dalam permainan silhuet tersebut muncul sesosok lelaki yang membawa sekantong besar harta. Ia menyeretnya dari sisi kiri ke kanan. Ia berada dalam kondisi susah payah saat membawanya. Dalam suasana seperti itu diiringi dengan irama musik sendu.

Setelah itu, muncul dua orang pemain dari dua arah yang berlawanan. Mereka mengambil posisi pertemuan tepat di tengah. Keduanya melakukan tarian yang romantis. Saat itu suasana telah diiringi dangan alunan musik yang romantis pula. Adegan itu dilakukan hingga musik berhenti. Saat musik telah berhenti, kedua pemain tadi berpisah keluar silhuet dengan mengambil posisi yang berlawanan pula.

Silhuet masih terus berlangsung. Tidak lama kemudian musik kembali didendangkan. Tetapi irama musik telah berubah. Yang tadinya romantis kini menjadi nada-nada mencekam. Masih dengan pemain yang sama, kedua pemain itu mengambil jarak satu sama lain. Mereka melakukan gerakan memutar. Fokus di tengah-tengah silhuet mereka bertemu. Pemain laki-laki mendekap tubuh pemain perempuan. Dan terlihat pemain lelaki mengeluarkan sebilah pisau dari balik bajunya. Pisau itu diangkat tinggi-tinggi seraya hendak ditikamkan kepada pemain perempuan. Pemain perempuan berusaha menghalagi usaha itu dengan memegangi tangan pemain laki-laki yang mengenggam pisau. Ia berusaha sekuat tenaga untuk terhindar dari pembunuhan itu. Pemain perempuan lalu menjatuhkan pemain laki-laki dengan sekuat tenaga. Pemain laku-laki itu akhirnya terjatuh. Pisaunya terhempas dan diambil oleh pemain perempuan. Ia lantas menikamkannya tepat di dada kiri pemain laki-laki. Pemain perempuan tegap berdiri menantang. Dan silhuetpun diakhiri. Seluruh lampu di padamkan.

Suara musik masih terus bergema dengan nada-nada mencekam. Panggung yang tadinya kosong kini diisi dengan sebuah tempat tidur, meja, dan kursi. Di atas meja terdapat beberapa tumpukan kertas, buku, dan pensil. Sementara di atas tempat tidur terdapat seseorang yang tengah tidur. Dalam tidurnya ia terlihat gelisah. Ia bermimpi. Suara musik makin berdentum keras yang menunjukkan kegelisahan yang sangat mencekam. Pemain itu akhirnya terbangun sambil berteriak keras. Bersamaan dengan itu, musik berhenti dengan seketika.

Masih dalam kondisi yang belum setabil, irama nafas ngos-ngosan, dan jantung berdetak keras, orang tersebut bangun dari tempat tidurnya. Tetapi masih ada di atas tempat tidurnya. Ia lantas bergeser perlahan-lahan menepi dari tempat tidurnya dan fokus ke arah penonton. Ia duduk di tepi tempat tidurnya. Kedua tangannya mengusap wajah, mengucek kedua mata, dan dilanjutkan gerakan memegangi kepalanya lantas menengadah. Tangan diturunkan, disandarkan pada kedua paha. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dan panggilan dari luar rumah.

May : (Tok... tok... tok... tok) Tuan, Tuan masih belum tidur? Boleh masuk?

Tuan Syam : Ya, masuklah May!

May : (Masuk dan berjalan menuju Tuan Syam. Mengambil duduk di sampingnya.) Ada apa Tuan? Tengah malam begini, Tuan kok berteriak keras sekali? Kelihatannya Tuan sangat gelisah. Apa yang sebenarnya tuan risaukan?

Tuan Syam : Tidak ada apa-apa May. Hanya saja, belakangan ini aku susah tidur. Aku sering bermimpi.

May : Tadi Tuan bermimpi?

Tuan Syam : Benar, aku tadi bermimpi.

May : Memangnya Tuan tadi mimpi apa sampai berteriak histeris seperti itu?

Tuan Syam : (Berdiri dari tempat duduk. Berjalan menuju sisi kiri panggung) Entahlah........ cukup banyak yang aku mimpikan malam ini. Tidak seperti biasanya aku mimpi seperti ini.

May : Mungkin Tuan banyak pikiran!

Tuan Syam : Mungkin juga May. Mungkin ini bawaan dari mimpi-mimpi kemarin yang belum dapat aku tuliskan menjadi sebuah sajak. Beberapa hari ini pikiranku tertekan May. Ada sekian banyak ide yang menumpuk di kepalaku. Tapi aku tak mampu mengguratnya May! (Histeris).

May : Sabarlah Tuan. Mungkin besok, besok lusa, atau seminggu lagi, Tuan akan dapat mengguratnya. O... ya... maaf Tuan, sebenarnya apa yang Tuan mimpikan barusan?

Tuan Syam : (........................................)

May : Baiklah, jika Tuan tak mau mengatakannya. Tapi .......

Tuan Syam : Tidak May. Aku akan menceritakannya padamu.

Tuan Syam : (Kembali berjalan menuju May dan mengambil tempat duduk di sampignya. Memegang pundak May) Dalam mimpiku, aku melihat seorang manusia membawa tumpukan harta yang cukup banyak. Sampai-sampai ia menyeretnya. Ia mencoba menawar-nawarkannya pada sesamanya tapi tak ada yang mau. Semuanya menolak. Entah apa yang terjadi dengan mereka! Justru orang-orang ditawarinya malah balik menawarkan hartanya untuk dia.

May : Tapi mengapa Tuan sampai berteriak-teriak sekeras itu?

Tuan Syam : Kau tenaglah barang sebentar. Ceritaku belum selesai.

Tuan Syam : (Berjalan lirih ke panggung sebelah kanan menghadap penonton) Setelah itu, tiba-tiba mimpiku berubah. Kali ini, aku menyaksikan sepasang anak manusia yang tengah bermesraan. Menari-nari, bercumbu tiada henti. Mereka tak menghiraukan dengan sekelilingnya. Asyik terbuai dalam tariannya. Sementara, dari jarak yang tak sebegitu jauh, aku terus memperhatikan mereka. Gerak kakinya, lambaian tangannya, dan ........

May : Dan apa Tuan?

Tuan Syam : Dan semakin kutajamkan mataku, aku mendapatkan lelaki itu mengeluarkan sebilah pisau. Ia mencoba menikamkan pisaunya ke dada pasangannya. Sementara, perempuan itu menahan dengan sekuat tenaga. Ia terjepit. Entah ada apa dengan perempuan itu. Tiba-tiba saja ia bertenaga. Ia membanting lelaki itu. Dan merebut pisaunya. Lelaki itu pun terjatuh. Kini giliran perempuan itu yang menguasainya. Ia mencoba menikam balik lelaki itu.

May : Dalam mimpi itu, Tuan tidak berusaha menolongnya.

Tuan Syam : Aku ingin melerai pertikaian itu. Tapi tubuhku terasa kaku. Seluruh sendi-sendiku tak sanggup aku gerakkan. Aku semakin panik. Aku memanggil-manggilnya dengan suaraku, tapi suaraku tak kunjung keluar. Suasana semakin bertambah mencekam. Jantungku berdetak kencang. Tak menentu. Dan saat perempuan itu menikamkan pisaunya tepat di jantung lelaki itu, aku kaget dan berteriak histeris sekeras-kerasnya.

May : (Berjalan menuju Tuan Syam) Kira-kira, apa maksud dari semua mimpi-mimpi Tuan?

Tuan Syam : (Memandang May dengan pandangan yang sangat tajam) Kau ingin mengerti May?

May : Ya Tuan. Aku ingin mengerti semuanya.

Tuan Syam : (Berjalan ke tempat tidur dan duduk di sana) Sebentar lagi, hari itu akan tiba May. Orang-orang saling mengharap keselamatan dari Tuhannya. Mereka ingin berderma dengan harta yang selama ini ditumpuknya. Tapi ...... Tidak May, tidak!

May : (Menyerongkan badan ke arah Tuan Syam dan memandangnya penuh penasaran) Apa yang tidak Tuan?

Tuan Syam : Aku tak ingin melanjutkan kata-kataku May.

May : Tolong Tuan, bicaralah padaku. Aku ingin tahu kabar darimu. Dari arti mimpi-mimpimu.

Tuan Syam : Tidak May. Ini sudah cukup. Kita sudahi saja pembicaraan kita malam ini.

May : Sebentar lagi Tuan. Aku masih ingin mendengar penjelasanmu.

Tuan Syam : Jangan kau paksa aku lagi untuk mengatakannya. Dan kau harus ingat May. Bukannya kau dapat berfikir sendiri? Aku sudah menceritakan semua mimpiku padamu. Maka berfikirlah May. Berfikir dengan hatimu. Biar tak ada kekufuran di dadamu.

May : Baiklah Tuan, kalau itu mau Tuan. Aku tak dapat menolaknya. Lagian, malam sudah terlalu larut. Kita sudahi pembicaraan ini. Tidurlah Tuan. Tenangkan jiwamu. Dan aku pamit Tuan.

Tuan Syam : Ya, pulanglah.

May : (Berjalan menuju keluar. Di tengah-tengah perjalanan berhenti sejenak untuk mengucap salam. Lalu kembali melanjutkan perjalanan) Selamat malam Tuan.

Tuan Syam : Malam May!


Setelah May keluar, Tuan Syam masih dalam kegelisahan. Ia mondar-mandir di dalam rumahnya. Sesekali duduk di tempat tidur dan merebahkan tubuhnya di sana. Beberapa saat kemudian ia bangkit dari tidurnya. Saat itu diiringi dengan musik dan nyanyian yang bernuansakan pedesaan. Dengan syair sebagai berikut:

malam semakin larut
bentar lagi fajar menjemput
gelisah masih mencekam
cermin hati yang temaram
tentang mimpi, tentang puisi
tentang pagi menjemput senja hari

dunia akan binasa
harta benda tiada berguna
jiwa yang tlah durhaka
esok pasti akan tersiksa
terluntah-luntah tiada berdaya
tak tahu arah entah ke mana

Babak 2

Musik berganti dengan irama lirih atau dengan genderang dengan tempo lambat yang pelan. Tuan Syam lalu menuju meja dan duduk di kursinya. Mengambil beberapa carik kertas dan sebuah pensil. Ia mulai menggurat sebuah puisi. Tapi sayang, kata-kata yang diguratnya, baginya terasa gagal. Ia meremat-remat tulisan itu lalu membuangnya. Hal itu terjadi berulang kali, hingga kertas yang ada di mejanya tinggal sedikit. Saat itu genderang dimainkan dengan tempo yang semakin bertambah cepat dan keras.

Peristiwa tersebut dibarengi dengan kemunculan dua sosok bayangan yang menjadi cermin jiwa Tuan Syam. Bayangan itu selalu menghantui Tuan Syam yang sedang menggurat sajak.

Bayangan 1 : (Masuk lewat panggung sebelah kiri dalam dengan gerakan-gerakan yang atraktif menghampiri Tuan Syam. Melihat tulisan Tuan Syam dari kanan beralih kekiri yang dilakukan beberapa kali) Apalagi yang kau tuliskan Syam. Kau akan menghasilkan kesia-siaan. Kau hanya buang-buang tenaga dan waktumu saja

Bayangan 2 : (Masuk dari kerumunan penonton dengan gerakan-gerakan yang atraktif menghampiri Tuan Syam.) Berhentilah Syam. Kau takkan perlu menemukan kata-kata lagi untuk syairmu. Bahkan mimpi-mimpimu menuntunmu untuk diam. Minumlah sendiri air telagamu. Jangan pernah kau bagi-bagikan lagi kepada orang lain.

Bayangan 1 : (Tegas) Ya, benar! Sudah tak ada lagi yang menghiraukan kata-katamu. Walau itu sebuah kebenaran. Karena kata-katamu, mereka bahkan menganggapmu buta. Padahal justru kaulah yang telah memberikan tongkat bagi kebutaannya. Kata-kata adalah tubuhmu sendiri, Syam.

Bayangan 2 : (Tegas) Kata-katamu terlalu asing dalam nalar mereka. Mereka menganggapnya suatu kemustahilan. Kau hanya membual. Kau hanya tukang khayal. Bahkan orang yang paling dekat denganmu, hanya bermain topeng di hadapanmu. Sejujurnya di luar sana, ia menikammu dari belakang. Ia menudingmu sebagai lelaki gila yang kehilangan akalnya.

Bayangan 1 : Tak ada lagi yang perlu kau lakukan. Diamlah. Dan bermain topenglah seperti apa yang mereka tudingkan padamu. Berpura-puralah buta walau sebenarnya kau telah melihatnya. Berpura-puralah tuli walau sebenarnya kau telah mendengarnya. Dan tunjukkan kegilaanmu walau sebenarnya kau dalam kesadaran penuh.

Tuan Syam : (Semakin panik, gusar, geram, dan jiwanya tak karu-karuan. Suara genderang semain dikencangkan.)

Bayangan 1&2: (Beranjak pergi meninggalkan Tuan Syam. Terus berkata dengan kata-kata yang menajam) Diamlah dan bermainlah dengan kepura-puraan. Buta, tuli, gila, atau persembahan nyawa. Mungkin mereka baru akan percaya. (minimal diucapkan tiga kali secara bersama-sama oleh bayangan 1dan 2).

Tuan Syam : (Berteriak keras. Genderang dan suara-suara itu dengan seketika berhenti) Diam ................! Diamlah kalian. Dan pergilah sejauh mungkin dari hadapanku (Menggedor meja dan menunjuk ke suatu arah tertentu).

Tuan Syam perlahan mulai tenang. Melanjutkan kembali menggurat puisi. Namun selalu gagal kembali. Ia tak dapat melanjutkan kata-katanya. Ia kembali menulis, tapi kemudian meninggalkannya di meja. Ia beranjak mencari-cari sesuatu dan menemukan seutas tali. Ia mengikatkan tali itu tepat di bawah pintu dengan bantuan sebuah kursi. Ia bermaksud bunuh diri.

Seteah selesai mengikatkannya, Tuan Syam lalu mengambil secarik kertas yang ada di mejanya. Kertas itu berisi puisi yang belum selesai diguratnya. Ia mengambil posisi tepat di bawah tali gantungan itu sambil bertumpu di sebuah kursi. Ia lalu sejenak membacakan puisinya dengan lantang. Sementara itu, irama sunyi yang lirih mengiringi peristiwa tersebut.

demi musim hujan yang bersemi
segala rasa, jiwa dan kata-kata
lebur dalam nyawa
laksana gerimis menumbuhkan tanah

sajakku, sajak alap-alap
kuukir dalam pesona gelap
tiada mata, tiada telinga
tiada jiwa terjaga:
-tak percaya-

ada daun bertasbih
mengisahkan jejak senja esok hari;
hawa menjadi perkasa oleh pesona sapa
menimbun anak manusia dalam tumpukan harta

ah, tiba-tiba kusaksikan rintih dari dalam bumi
menagih janji dari serpihan lalai:
-mengajaknya kembali-

saat itu, harta terbungkus sia-sia
menjadi nanah,
dan segala kan bertanya:
-hanya tanah menggali tanah-

Tuan Syam tak dapat melanjutkan lagi puisinya. Dengan seketika, ia menjatuhkan diri dari atas kursi. Lehernya tergantung oleh tali. Bersamaan dengan peristiwa gantung diri, musik berakhir dan lampu dipadamkan secepatnya.

SELESAI

*) Pernah dipentaskan dalam Temu Karya Teater Se-Jawa Timur di Unisda Lamongan, 2010.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito