Kamis, 14 Oktober 2010

Kenapa Albert Camus Absurd?

Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/?p=636


Dalam bukunya “The Rebel” yang diindonesiakan Max Arifin, terbitan Bentang 2000. Di sana aku membaca pendapatnya: “Manusia adalah satu-satunya makhluk yang menolak untuk menjadi dirinya.”

Bagiku, ia sosok pelancong jauh yang tidak mudah dikibulin para pengembara sebelumnya. Jika boleh menentukan faham, merupakan jajaran sastrawan kelas wahid. Di hadapannya; filsuf, sejarawan juga kaum pelaku total menghidupi nafas kesusastraan, yang tak sekadar berindah-indah dalam penciptaan karya.

Mengkonstruksi ulang faham Hegel, menyelamatkan cinta butanya Karl Marx pada masyarakat tertindas. Mengekang gerak awan merah surealis, agar selepas jalannya revolusi, tidak menambah runyam mendirikan bentuk-bentuk kediktatoran anyar lebih anarkis. Menyadari nihilisme juga sanggup, tepatnya memiliki hasrat perusak yang punya sifat kekejaman serupa.

Camus dengan jiwa “tergopoh,” ingin menempatkan kaki-kakinya di lahan sejarah yang diyakininya sebagai fitroh alami, yakni absurd. Tersebab hati mudah terbolak-balik, kerap pangling menemukan silang-sengkarut. Dalam kondisi tertentu di ruang-ruang berbeda atas tekanan suhu udara, yang sering dipermainkan perubahan mengintriki manusia.

Kadang aku melihatnya menyerupai nabi Isa menghidupkan tubuh sudah mati, dalam kelahiran kedua mereka diajaknya berbincang menerus. Di sana penggalian sunyi, peristiwa puitik dimainkan segugus gagasan cantik, yang menawarkan pertimbangan jeli tinimbang orang kesurupan.

Kesadaran menawan menciptakan dirinya di ambang tragedi, terus was-was mengolah ruang-waktu demi selalu genap pun ganjil sepadan. Ia tak katakan benar atau keliru pun tidak memutuskan hukuman, sebelum memiliki alasan pribadi. Di langit membiru, ia mengajak merenungkan nasib anak-anak manusia yang didera jarak masa dengan tongkat absurditas, menapaki lelangkah berat menuju pengakuan, bahwa hidup memang simalakama.

Tanpa sungkan aku pernah menyusuri sungai nalarnya, yang menambah keyakinan dalam melengkapi gairah buku esaiku pertama: ”Trilogi Kesadaran” (Kajian Budaya Semi, Anatomi Kesadaran & Ras Pemberontak), walau tampak masih terburu.

Herbert Read dalam mengantari bukunya mengeluarkan keyakinan: “The Rebel” ialah sebuah buku yang hanya muncul di Perancis. Dan dengan sok menjijikkan hidup, “Trilogi Kesadaran,” hanya lahir di bumi Nusantara.

Dengan bacaan meluas, Camus seakan tak punya sifat kefanatikan. Selalu mengukur batas capaian, tiada ingin lepas merasai wujud keberjamanan yang dikenyamnya. Menentukan batas kemampuan insan, yang di mata orang luar dapat dianggap plin-plan. Tapi tidakkah kita selalu diuji coba diri sendiri setiap waktu?

Kalau tak ingin mandek dalam ketumpulan pun kecerdasan menggelikan mata? Adalah orang aneh di sisi jalan, kita di jarak tertentu terkagum pula bisa menertawakan. Yang pendiam sedikit kesulitan didekati berbagai kepura-puraan.

Maka selisih waktu perubahan watak peranan dijadikan penelitian dalam karya-karyanya dan esai-esainya yang tak memiliki pribadi mengejutkan. Sebab pada derajad tertentu, keterkejutan beban nasib terbentuk, sudah sangat berdaya ganggu luar biasa.

Kata “tergopoh” di atas, wujud spontanitas murni yang berangkat dari fikiran waras, selalu dipanasi penyelidikan, mencurigai nilai-nilai, apakah sejarah ataupun bersumber agama. Betapa kodrat insani yang rapuh, perasaan tak mampu menggembol keseluruhan, terjadilah (absurd). Serupa awal penerimaan bacaan atau kedipan pertama menjulurkan kasih sayang.

Ia bukan pembangun argumentasi beralasan menyelamatkan diri sebelum bertindak, nalar beningnya menghantarkan pilihan mengagumkan. Corak yang dapat dibahasakan sebagai kesadaran spiritual. Tiada kesamaan dengan orang licin berbagai manipulasi, menjebak dengan perangkap nilai, meski diterima khalayak umum, lebih-lebih kaum fanatik.

Pernah kubayangkan, jika Camus hidup di masa Nietzsche, tak akan terjadi bencana besar yang ditimbulkan perang dunia kedua yang dipelopori Hitler, seminimal mengurangi kesumatnya. Tetapi aku insaf, kesadarannya hadir selepas jauh mengoreksi huru-hara revolusi Perancis, serta bukan kaca pantul Voltaire, cermin pesimistis dipecahkan terlebih dulu, sebelum melayarkan pandangannya.

Atau demikian kerusakan di bumi diseimbangkan irama lain dan ini menyelaraskan harmoni. Meski di persimpangan kerap muncul kepentingan yang tak masuk akal, hasrat lebih yang juga pembawaan makhluk bernama manusia.

Dengan ruh keseluruhan berontaknya menyeleksi ulang pelbagai perolehan jaman sebelumnya, demi dikemukakan kembali. Ialah tak menyodorkan jawaban, tapi tanda tanya besar membuat mereka menggigil lekas berpulang, pada kemurnian paling mendasar. Bukan mencanangkan insan adiluhung impian banyak orang, namun meleburkan diri bermusik didengungkan alam ganjil terjamah pembeda, mampu membelah di atas dinamikanya yang paripurna.

Ia menyadari absurditasnya berasal pecahan bintang nihilisme Nietzsche yang berkembang secara mandiri, mendewasakan bentuknya untuk faham diyakini. Jangan-jangan ia tak punya hantaman mematikan, bagi rahang orang Jerman itu. Yang menyebut ateis lebih bermoral daripada yang agamis tanpa kendali. Dan faham lebih beringas menyudutkan agama sebagai candu mematikan, tercebur jurang dekadensi moral kerinduan di tepian masa pancaroba.

Aku percaya, telah lewati penelitian seksama pun resikonya berat, jika berhadapan langsung dengan nihilisme, sebelum benar-benar matang sebintang terang berdaya sorotan lebih sedari pendahulunya. Begitu dirinya bersikap, menghadapi tukang ramal berkumis tebal penyokong ras arya tersebut.

Di titik ini, Camus bermain perihal masa depannya laksana sulapan. Aku melihat agak bergeser sedari absurditas yang diusungnya, atau begitu kala menghadapi dukun filsuf. Tapi seyogyanya mengeluarkan alat-alat bedah yang steril, agar penyakit yang ditangani tidak merantak menjalar mengganggu penyelidikan, pun diagnosanya bisa dipertanggungjawabkan lebih mandiri.

Atau di sinikah strateginya, memaksa Nietzsche bunuh diri dengan pisaunya sendiri, seperti dikatakan di awal bagian Penegasan Mutlak:

“Sejak saat manusia meletakkan Tuhan di bawah penilaian moral, ia mengikis-Nya dari dalam hatinya sendiri. Dan apa yang menjadi dasar moralitas itu? Tuhan ditolak atas nama keadilan, tetapi dapatkah gagasan keadilan itu difahami tanpa gagasan dari Tuhan? Sampai di sini, apakah kita tidak berada dalam daerah absurditas? Absurditas adalah konsep yang ditemukan oleh Nietzsche sendiri.”

Pada tipe apapun; absurditas, eksistensialisme, nihilisme, tetap memiliki ruang pembusukan, tempat pasif merusak kejadian pencipaan mendebarkan. Menghabisi nikmatnya persetubuhan jiwa dan raga, menghambat gemuruh ruh pemberontakan dalam diri.

Semua beresiko terperangkap lubang buaya kemandekan, pembodohan dilakukan orang-orang waras, tapi ingin lebih dengan hidup ugal-ugalan. Para penyerangnya tidak jauh, biasanya anak turun yang diberontak.

Kalau setiap aliran berkumandang atas kesederhanaan masing-masing, bisa dimungkinkan dalam lingkaran roda terarah. Punya rotasi sendiri yang menjaga gravitasi ialah selamat bermawas diri. Hanya mandek tak bergerak, puas kebodohannya, girang kecerdasannya, lalai menjemput ajal, abai mempersiapkan menuju bilik nafas kebugaran nirwana.

Aku teringat musabab bunuh dirinya Yasunari Kawabata, yang mencium faham ketakmampuannya, setelah bintang Nobel terpecahnya. Tak sanggup menghidupi serpihannya menjelma gemintang terbaru, senada nasibnya supernova.

Riwayat ledakan akhir suatu faham sepatutnya membentuk formasi gemintang anyar, sebab kelahirannya niscaya. Jika tak ingin bedah caesar, pula biarlah mendekati kematangan demi melengkapi nafas-nafasnya di alam kehidupan. Jikalau dihentikan, akan datang pemberontak yang punya keinginan serupa, mempreteli kursi-kursi tanggung berayun-ayun terpuaskan. Membawa palu, gergaji serta api keabadian sepadan, dipastikan terbakar berhala-berhala kejayaan.

Selamatlah yang bersanggup seimbangkan kabut kejiwaan, memperbaharui niat menggagalkan senyuman kemayu atas kesadaran tertinggi. Yang diberkahi kemampuan menguak kejadian bersusah payah, guna tak terjadi huru-hara. Atau lenyapnya faham, diganti yang lebih bisa mengayomi jaman dikandungnya.

Lamongan, Jawa 25 September 2010

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito