Jamal D Rahman*
http://cetak.kompas.com/
Usaha merevitalisasi kebudayaan Melayu akhir-akhir ini berlangsung cukup marak, terutama di Riau. Berbagai kegiatan berkaitan dengan usaha menghidupkan atau menyemarakkan kembali kebudayaan Melayu kerap dilakukan, mulai dari penerbitan buku, festival, seminar, sampai pemberian penghargaan kepada individu-individu yang memainkan peran tertentu dalam memajukan kebudayaan Melayu.
Semua itu jelas menunjukkan adanya kesadaran generasi Melayu kini akan kebesaran kebudayaan mereka dan pentingnya menjaga kesinambungan kebudayaan Melayu itu sendiri kini dan esok, bahkan juga memajukannya sampai pada tingkat yang membanggakan, seperti telah dicapai kebudayaan Melayu pada masa silam.
Salah satu unsur penting dari kebudayaan Melayu tentu saja bahasa Melayu. Ini bukan saja karena bahasa Melayu sejak berabad-abad silam merupakan lingua franca di kawasan Nusantara, melainkan terutama juga karena corak atau watak yang memang inheren dalam bahasa Melayu itu sendiri. Dengan wataknya yang unik, bahasa ini tidak hanya berfungsi sebagai bahasa komunikasi dalam pergaulan sehari-hari di dunia Melayu dan kawasan Nusantara, tetapi juga berkembang menjadi bahasa yang kokoh sebagai alat ekspresi spiritual dan intelektual sehingga lingkup pengaruhnya melampaui wilayah geografis dunia Melayu itu sendiri.
Watak bahasa Melayu adalah terbuka, egaliter, dan praktis atau mudah digunakan. Tiga hal itu sangat cocok dengan kecenderungan atau orientasi masyarakat modern. Kemodernan adalah keterbukaan, kesamaan, dan kepraktisan. Keterbukaan bahasa Melayu menjadikan bahasa ini berkembang begitu kaya dan kokoh: ia menyerap berbagai bahasa asing berikut konsep-konsep modern dalam berbagai aspek kehidupan. Kiranya ia juga mendorong masyarakat menuju masyarakat terbuka dan toleran. Sementara itu, kesamaan atau egaliterianisme bahasa Melayu pastilah turut mendorong masyarakat berkembang menjadi masyarakat egaliter dan demokratis, baik menyangkut hak-hak ekonomi, politik, maupun budaya. Dalam pada itu, kepraktisan bahasa Melayu membuat bahasa ini memiliki daya guna maksimal, baik secara sosial, sastra, maupun keilmuan.
Dalam proses panjang pembentukan bahasa dan kebudayaan Melayu yang berlangsung khususnya sejak abad ke-17, Islam jelas memainkan peran sangat penting. Seiring dengan islamisasi yang berlangsung sangat efektif di kawasan ini, Islam merupakan salah satu sumber isi sekaligus bentuk kebudayaan Melayu, yang tentu saja turut memperkaya khazanah kebudayaan setempat. Di samping bentuk puisi khas Melayu, seperti pantun, terus berkembang, kebudayaan Melayu selanjutnya diperkaya oleh bentuk puisi Arab yang kemudian dikenal dengan syair. Sementara itu, pemikiran Islam—bahkan sampai bentuknya yang paling muskil, spekulatif, dan kontroversial, seperti faham wahdatul wujud—mewarnai dunia intelektual Melayu setidaknya sejak abad ke-17. Transmisi ajaran dan pemikiran Islam serta berbagai polemik yang menyertainya, yang sangat marak di dunia Melayu sejak abad itu menunjukkan intensitas pergaulan intelektual dunia Melayu dengan dunia Islam secara luas. Dalam arti itulah Islam secara umum memberi isi pada kebudayaan Melayu. Dan, dengan cara itu, kebudayaan Melayu mewujud sebagai sebuah entitas kebudayaan yang kokoh.
Jika inti atau substansi dari agama adalah aspek kerohaniannya, Islam benar-benar diterima bukan saja pada aras formalnya, melainkan juga pada aras substansialnya, yakni aspek moral dan kerohaniannya. Demikianlah misalnya pemikiran atau ajaran Islam ditransmisi dan diajarkan kepada masyarakat luas, dan bersamaan dengan itu pemikiran dan praktik tarekat-kesufian dikembangkan pula di tengah masyarakat luas. Kita tahu, Raja Ali Haji, ulama dan pujangga kenamaan itu, adalah pemuka tarekat Naqsyabandiyah yang berbasis di Pulau Penyengat, Riau, pusat penting kebudayaan Melayu pada abad ke-19. Melihat begitu maraknya kehidupan intelektual dan praktik kerohanian Islam di dunia Melayu, sumsum kebudayaan Melayu pada dasarnya adalah moralitas, spiritualitas, nilai-nilai kerohanian, yang antara lain—karena kuatnya pengaruh Islam di kawasan ini—secara formal terlembaga melalui praktik kesufian kelompok tarekat.
Turut memperkaya
Uraian di atas sama sekali tidak bermaksud menafikan sumber-sumber lain dalam proses pengayaan kebudayaan Melayu. Harus dikatakan bahwa beberapa kebudayaan dan agama lain juga hidup di kawasan Melayu dan tentulah turut memperkaya kebudayaan Melayu itu sendiri, seperti China, India, dan Persia. Dengan demikian, kebudayaan Melayu pada dasarnya bersifat jamak, dengan Islam sebagai arus utama yang sekaligus merupakan orientasi umum kebudayaannya. Hal ini merupakan konsekuensi yang wajar belaka dari pergaulan yang intens dan berlangsung lama antara dunia Melayu dan dunia Arab-Islam.
Ketika bahasa Melayu diterima sebagai bahasa Indonesia, ia telah mencapai tingkat kematangan yang cukup mengesankan. Ditambah dengan keinginan melahirkan Indonesia sebagai negara-bangsa pada awal abad ke-20 dan kemudian hasrat menjadikan Indonesia sebagai negara-bangsa modern pada paruh kedua abad itu, bahasa Indonesia adalah alat yang amat sejalan dengan semangat modernitas. Modernisasi Indonesia dengan demikian didukung oleh bahasa nasionalnya yang memang berwatak modern. Membawa serta watak bahasa Melayu yang terbuka, egaliter, dan praktis tidaklah mengherankan bahwa bahasa Indonesia dengan cepat berkembang menjadi bahasa modern. Ia segera menyerap bahasa etnis-etnis lain, menyerap juga bahasa negara-negara lain sehingga ia benar-benar mampu menjadi alat artikulasi modern.
Di bidang sastra kita tahu lahirlah sastra Indonesia modern, yang berbeda, baik bentuk maupun isinya dari sastra Melayu-Indonesia lama. Jika kemodernan adalah semangat melakukan pembaruan, modernisasi sastra Indonesia berlangsung dengan amat baiknya. Sastra Indonesia modern membebaskan diri dari belenggu atau kungkungan masa silamnya dan mencoba menerobos batas-batas bentuk dan isi konvensionalnya. Dirumuskan secara konsisten dengan watak bahasa Melayu yang terbuka, sastra Indonesia modern pun terbuka menerima bentuk-bentuk sastra asing, seperti roman, soneta, dan puisi bebas, sama seperti kebudayaan Melayu dulu terbuka terhadap bentuk syair dan bahasa asing. Sastra Indonesia modern diperkaya oleh pergaulannya secara terbuka dengan sastra belahan dunia lain.
Dalam pada itu, pengarang-pengarang modern kita dari dunia Melayu tetap berusaha berdiri kokoh dan menggali akar kebudayaan mereka sendiri. Itu merefleksikan betapa mereka menyadari sekaligus percaya diri bahwa mereka lahir dari kebudayaan besar mereka sendiri. Dalam konteks terakhir inilah mereka turut merayakan dan mengarnavalkan bahasa dan sastra Indonesia.
Salah satu sumbangan penting yang telah mereka berikan pada sastra Indonesia modern adalah elaborasi mantra dan memaknainya secara baru yang kemudian diturunkan ke dalam puisi Indonesia modern. Penyair Sutardji Calzoum Bachri dan Ibrahim Sattah adalah tokoh paling penting dalam hal ini. Puisi-puisi Sutardji, seperti diakuinya sendiri, adalah usaha mengembalikan bahasa pada mantra, di mana kata-kata dibebaskan dari beban makna. Mantra konon memiliki kedudukan penting dalam kebudayaan Melayu Riau sehingga usaha Sutardji Calzoum Bachri memaknai mantra secara baru dan menurunkannya dalam puisi merupakan usaha menggali kebudayaan Melayu Riau, kebudayaan Sutardji sendiri. Dan itu memang memberikan kebaruan sekaligus kesegaran pada puisi Indonesia modern.
Diteruskan
Usaha mengelaborasi mantra sebagai sebuah tradisi Melayu Riau untuk menciptakan puisi diteruskan oleh penyair yang lebih muda, Abdul Kadir Ibrahim alias Akib, seperti tampak misalnya dalam buku puisinya Negeri Airmata (2004). Sapardi Djoko Damono membicarakan pengaruh mantra dalam puisi-puisi Akib dalam diskusi buku itu di Taman Ismail Jakarta, 2004. Akib sendiri mengakui itu, seraya menekankan bahwa mantra merupakan tradisi Melayu Riau.
Sehubungan dengan pengaruh mantra Melayu Riau dalam puisi Indonesia modern, pada hemat saya, ada yang perlu dipertimbangkan. Mantra jelas bukanlah tradisi khas Melayu. Mantra terdapat juga dalam kebudayaan-kebudayaan lain, misalnya Sunda, Jawa, dan Madura. Meskipun mungkin intensitasnya berbeda-beda antara satu daerah dan daerah lain, fungsi dan kedudukan mantra pada hemat saya sama di mana-mana. Sehubungan dengan puisi Indonesia modern, mantra dalam kebudayaan Melayu seakan-akan memiliki kedudukan khusus, menonjol, dan amat penting. Padahal, dalam khazanah kebudayaan Melayu yang sangat kaya dengan capaiannya yang begitu cemerlang, terutama di bidang sastra dan pemikiran pada abad-abad silam, pada hemat saya, mantra hanyalah ”tradisi kecil”. Dalam kebudayaan Melayu, mantra bukan ”tradisi besar”. Dilihat dari kacamata hubungan pusat-pinggiran, mantra hanyalah ”tradisi pinggiran” dalam kebudayaan besar Melayu, bahkan mungkin merupakan tradisi yang sesungguhnya cenderung dihindari atau kurang diinginkan.
Dilihat dari konteks ini, mantra dalam kebudayaan Melayu menjadi penting bukan karena kedudukannya yang begitu penting dalam kebudayaan Melayu itu sendiri, melainkan karena ia mengilhami penyair untuk melahirkan karya baru dalam puisi Indonesia modern—dan penyair itu berasal dari Melayu Riau.
Namun, pada hemat saya, tidak seharusnya kenyataan itu lantas mendudukkan mantra pada posisi yang sedemikian penting dalam struktur kebudayaan Melayu. Menempatkan mantra pada posisi yang sedemikian penting dalam kebudayaan Melayu, pada hemat saya, hanya akan membuat ”tradisi kecil” ini mengaburkan atau bahkan menutupi sama sekali ”tradisi besar” dalam kebudayaan Melayu. Orang jadi silau pada ”tradisi kecil” dan sementara itu dia lupa pada ”tradisi besar” dalam kebudayaan Melayu yang agung. Bagi saya, sesungguhnya agak mengherankan bahwa generasi Melayu kini lebih mewarisi ”tradisi kecil” mereka tinimbang mewarisi secara sungguh-sungguh ”tradisi besar” dalam kebudayaan Melayu. Penyair Melayu kini, demikianlah saya berharap, sejatinya mewarisi ”tradisi besar” mereka setidaknya dengan cara yang sama kreatif dan produktifnya dengan cara mereka mewarisi ”tradisi kecil” kebudayaan Melayu.
Apa ”tradisi besar” dalam kebudayaan Melayu itu? Bagi saya, tak lain adalah moralitas, intelektualitas, spiritualitas, nilai-nilai kerohanian, dan kearifan yang terpancar antara lain dalam bahasa Melayu yang cemerlang. Inilah sumsum kebudayaan Melayu, yang telah dicapai dengan gemilang dan diwariskan antara lain oleh Hamzah Fansuri dan Raja Ali Haji. Jika mantra mengilhami penyair untuk bereksperimen dalam puisi, bagaimana pula Hamzah Fansuri dan Raja Ali Haji tidak mengilhaminya bereksperimen dalam puisi? Jika penyair berfilsafat dengan mantra, bagaimana pula penyair tidak berfilsafat dengan Hamzah Fansuri dan Raja Ali Haji?
Inilah satu eksemplar masalah kebudayaan Melayu dalam hubungannya dengan puisi Indonesia modern.
*) Pemimpin Redaksi Majalah Sastra Horison
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar