[UNTUK PUTRI BENGAWAN SOLO]
Rupanya terjerat benang halus kasat mata
menaiki ketinggian ombak ke mana perginya
:
bersamamu tujuan musim perasaan muda.
Jari-jemari tangan bergelayut ke mega-mega,
hujan menyirami mimpi-mimpi hampir musnah.
Perbaiki langkah keluar menjelajahi rahasia,
takkan muncul jika tak ke penghujung masa.
Selendang kau terbangkan nyata warnanya
berganti-ganti sulaman tiadalah memudar
:
aku menyimak bau harum semerbak rupa.
Sanggullah mahkotamu membuhul tanggul,
sesekali geraikan kecupan gerimis kesucian.
Awan menyisiri tangkai bayu pesonakanmu,
cahaya berhamburan senyanyian rambutku.
[MATA KAKI PETAPA]
Untuk Suryanto Sastroatmodjo
Nafas-nafas gelombang
mengukir batuan karang,
gelak busa saksi matahari.
Sejauh hempasan ke pantai,
terjatuh di mata kaki petapa.
Rentangan sayap di angkasa
kedip bebintang disapu gerimis.
Jantung ombak memompa awan,
direngkuh malam-malam bestari.
Suara-suara sedari laut, ganggu
tidur panjang butir-butiran garam.
Unggun menghibur sederu arang
menghampiri batas pedalaman.
Memburu arak-arakan sang fajar,
decak kangen lengkungan pantai.
Sejauh tarian di relung samudra,
gemuruh samadi mengangkasa.
[TEBING NASIB]
Untuk Alexander Pushkin
Meratapi tebing nasib
hatinya mendekap belukar.
Dibawanya kutukan para nabi
hidup yang perih
merongga kekal.
Ketika angin di jemarinya,
merambati leliku waktu.
Tubuh terbenam malam,
dikepakkan sayap lautan.
[PENYIMPAN KARAGUAN]
Untuk Wislawa Szymborska
Keraguan apa kau pendam?
Hingga dunia terkagum
senyuman gaibmu.
Aku mengenalmu sejauh senja
namun kerut pada wajah
tidak tampak kecewa.
Dengan kacamata apa
kau melihat cakrawala
Wislawa?
Bertahun-tahun
aku renungkan keraguanmu
yang kudapati selalu saja semu.
Oh, di mana kita dapat berjumpa?
Di negara apa kita bisa bertemu?
Apakah di Polandia?
Terangkan keraguanmu padaku,
agar kudapat menenggaknya
penuh sungguh.
Dan kurang berapa dalam,
aku gali pekuburan waktu?
Beri pidatomu Szymborska
dalam mimpi-mimpiku.
[PANCARAN WAKTU]
Untuk Jawaharlal Nehru
Ia setia merawat zaman menyendiri
merangkai warna cahaya renungan.
Seharum waktu dipeluk matahari
melampaui perbincangan sejarah.
Surat terkelupas dari jeruji penjara,
waktu-waktu berdekatan nafasnya.
Angin mengeja rambut kesadaran
yang panjang menggalang angan.
Dialah pemetik alunan rindu tanah air
gemericik menari-nari di altar nurani.
Menemukan kuncupan mekar negeri
pada segaris kening jiwa-jiwa murni.
Atas debu-debu kitab suci cakrawala
yang selalu membuka pepintu dunia.
[PENGUMBAR]
Untuk Johann Christian Günther
Ruhmu melayang-layang
mencari titik-titik keabadian.
Melepaskan tubuh mendesir
bergema di rerongga nafas.
Adakah dirimu terus gelisah
di alam keabadian masa?
Memburu cahaya
memahat senjakala.
[PINTU WAKTU]
Untuk Konstantin Dimitriwitsj Balmont
Dengan bulan putih menggantung
pelapar kenyang dalam lamunan.
Menembus batas pintu gerbang
menakar awan dan gemintang
:
ditaksirnya hati merenda kekal.
[NAFAS SEKAM]
Untuk Alexander Blok
Abu hitam paling purba
luruh padam hatimu.
Ranting kayu hutan
sekelam arang tidak menjalar.
Namun, desir angin membangkit
selentik biji api menyalakan jiwa.
[WAKTU BEKU]
Untuk Jalaluddin Rumi
Aku menjenguk dirimu di sekapan waktu
tiada murung walau terkuliti dingin beku.
Jiwa khusyuk menyendiri di alam semedi
terbasuh embun kembang kesucian hati.
Sebening sungai menggelinjaki batu-batu
menyeruak ilalang kala pekabutan subuh.
Kenang tertampung di kelopakan malam
dipandang purnama menemui kediaman.
Membimbing pengorbanan kasih hening
ribuan gemintang menerangi rumputan.
Rongga pernafasan petir ditempa angin
menyambar kesadaran bulu-bulu mata.
Berabad lambaian wangimu pengekang,
aku pasir pesisir ditiup ombak berulang.
[SEBUTIR JAGUNG]
Untuk Thales
Kau sebar butiran jagung ke tengah laut,
digulung ombak memukul batuan karang.
Terhempas ke pantai-pantai, didorongnya
seperti sampan menyaksikan pedalaman
:
disapu bayu-bayu terpendam masa silam.
Bertahun-tahun sedenyut air serasi jiwa,
awan-gemawan selimuti bumi makin tua.
Membangkitkan hantu-hantu, petir murka
membelah langit lempengkan air samudra
:
sejauh-jauh matahari terlempar senjakala.
Hukum waktu menemukan belahan benua
kaktus-kaktus meliar menjebak ikan-ikan
:
lengking tanah merah di negeri balik bulan.
Kau tinggalkan aku sebatang di ujung waktu
bibir merayu putuskan sepuluh jemari meragu
:
menyisiri anak-anakan rambut panjang usia.
Aku dipersunting takdir, hamil keyakinanmu,
aku bijian jagung, rindu sejarah lemparanmu.
[HAIFA, KAU SAJAK PERTAMAKU]
Untuk Haifa Puspita Surya Dewi
Simaklah syair wahai putri
suara kisah tentang diri ini
terasa sudah saat sendiri
di Denanyar penjara suci.
Tak jauh dari Jombang kota,
di embong miring ada cerita
disinari bulan separuh rata
di sanalah pokok legenda.
Seorang gadis ayu permai jelita,
rambut tergerai anggun mahkota
aku berbondong menghampirinya,
sambil membawa setangkai cinta.
Bibirnya mengatup suatu hari
jawaban lembut laksana peri,
bijaksananya serupa Srikandi
ucap terlambat sebelum pergi.
Jiwaku tak bisa berkata-kata
sukmaku diam seribu bahasa
mendengar tutur sang juwita,
aku terimalah kenyataan luka.
Puspita Surya Dewi sebutannya
banyak yang tahu kian ke sana
cantik manis memikat hati
mata menawan tiap lelaki.
Ini sajak pertamaku padamu
sedurung tinggalkan kotamu,
bacalah kidungan permai ini
untuk kenal bayang sendiri.
Diriku ke Jogja perdalam seni
menggurit waktu kian misteri,
menambah tebal asalnya rindu
yang berlalu biarlah bayu setuju.
Menterjemah-jamah ruh tubuh
melampiaskan takdir kaweruh
lantaran tetap tidak berjodoh
berpisah sudahlah sayangku.
Tinggal kenang di ujung ingatan
aku menjelma diri petanda jaman
dan kau menjadi ibunda kegaiban,
segalanya mengalirkan denyutan.
Kasih sayang bersayaplah pantai
laut berbilang kepak gelombang,
aku mewujud rindu gentayangan
antara mereka pendam cemburu.
Simaklah ini kembali Dewiku
aku tambahkan berpantulan,
agar tak habis ditelan malam
tak busuk dimakan kesiangan.
Harus aku jujur kepadamu
kalbuku berkembang lara,
sebab waktu mencabik usia
meradang samping wanita.
Tuhan perbuat segalanya
aku tertunduk takdir-Nya,
berlari-lari menjemput kau
sampai keringat habis cerai.
Kalau kau siulan bayu
hisaplah kelembutanku,
itu milikmu jua. Melumati dunia
dengan kenyataan pahit sejarah.
Jikalau kau air telaga desamu
biarkan aku gelembung udara
pun tiada pelangi di sana
penyair memperolehnya.
Denanyar 1994
[ANGGUR NABI]
Atas Ibn Rushd (Averroes)
Segelas anggur dari tuangan kendi abad silam
tersimpan di kediaman tuan.
Aku bertamu, tuan persilahkanku meminumnya
kuteguk dalam kesunyian lama
gemerincing menjalari tenggorokan.
Jiwaku segar berpandangan jernih bukan samar,
menggelegak ke lambung kerinduan.
Jangkauanku bertanya: apa yang tuan suguhkan?
Jawabnya: itulah hasil perasan tangan anak yatim,
dia hadiahkanku saat kembara, bersinggah kemari.
Dadaku tiba-tiba terguncang meninggikan debaran,
sebelum terus bertanya, tuan lenyap dari hadapan.
[PEMECAH TAKDIR]
Untuk Iman Budhi Santosa
Arak-arakan kecemburuanku padamu
mendung melengkung di langit ungu.
Meratap-ratap menimbun cerita lalu,
di negeri semalam ditempa hara-huru.
Lengan pepohonan hangus terbakar
jilati petir lecutan pecut menyambar.
Menjatuhkan kecupan maut ke batu
merindu bayang tundukkan dendam.
Kabarnya pemecah takdir akan datang
segenggam palu memukul serat waktu.
Pada kening kerutan kabut pegunungan
sejauh hati terhempas buih-buih pantai.
Yang tersimpul dalam lelaku penafsiran
memasuki tarian jiwa bertujuan pulang.
Bersimpan dinaya terjang kemungkinan,
lebih ngeri dari seunggun penghianatan.
[KIDUNG PERSEMBAHAN]
Untuk Rabindranath Tagore
Aku simak kidung persembahanmu
alunannya menghanyutkan zaman.
Burung-burung kau beri kebebasan
bersarang pucuk bambu menjulang.
Desau malam memikat para kekasih
sedenyut bayu keagungan pangkuan.
Kau berlaksa stupa candi sumringah,
pebukitan jua kaki gelombang cerita.
Anak-anak lepaskan pelukan selenda
ibunda memandang lekuk hembusan.
Pemotong bambu rapikan mata kaki,
di taruhnya nyala lilin pada cekungan.
Bumbung dibasuh rindu penerangan,
dipandang purnama perkampungan.
Bebocah melantunkan tetembangan,
kelanggengan wengi ke pembaringan.
[KUAS BULU KUDA]
Untuk Jean Paul Sartre
Sebelum matahari dibuka bijian mimpi
menyisiri rambut menaburi usia bulan
segoresan maut pertimbangkan nalar.
Sayap lembut birahi memasuki lukisan,
bulu-bulu kuda jantan lepas dari kendali,
kering sentuhan tertampar kuas revolusi.
Atas panggung, garis tegak tampak sayu
menyapu alis malammu ke ujung awan,
kelana pengantin musim peperangan.
Lembut terkantuk dinaya mengawang,
ngapung tersentak senja perbincangan
: jejiwa merdeka bertempur kecurigaan.
[TAMU KESUNYIAN]
Pada Marguerite Yourcenar
Depan pintu tertulis kalimah:
“Masuk lepaskan nama idola,
akan keluar membawa pelita.”
Pada pintu tertempel tanda
yang ikut gagal berlalu suara.
Kepulan asap cerutu meragu
harapan tidak kunjung menepi
padahal nafas pastikan selesai.
Hujan lebat pucatkan langit
mengapung membelah biru
bertengger di siang klawu.
Kehampaan tubuh terjatuh
dingin kata terlampiaskan
ketinggian angin membisu.
Menguras tarian pena ke jurang
petik gerimis pebukitan curam.
Kembarai musim tangan waktu
bawa takdirmu mencintai abadi.
Jejiwa gentayangan ditebus awan
mengurai detakan jantung kelabu,
tersimpan dalam tabung rencana.
Segelantung kembang teras rumah
tangkainya menjalari pribadi utama.
[PERNIKAHAN MATA]
Untuk K’tut Tantri
Jiwa-jiwa muksa bertarian sukma
ruh berbangkit di tengah gerimis.
Gemerincing binggel kaki penari
kisahkan tarian di tanah pertiwi.
Mata anak-anak berkulit coklat
tangan menyatukan fajar laut.
Menyentakkan bambu runcing
menyobek leher para penjajah.
Daya-dinaya muncratkan darah
seharum melati sepanas mawar,
kain merah putih membalut luka.
Jika petang gerilyawan mengintai
di balik lintang bukit karang nurani
menggelegak jantung menghujam.
Penciuman angin di langit kemboja
belai uban-ubun ditempa purnama.
Sewarna perak pernikahan mataku
di tengah wengi penuh cahaya tinta.
[KEMBANG GAPURA]
Untuk Samira Mahmalbaf
Dari gapura negeri Iran
kepak putri sayap elang.
Kekuatan jiwanya risau
melintasi pusaran awan.
Ketinggian ombak kebisuan
serupa kekupu sebrangi teratai.
Katupan sayap buku di pangkuan
mata mungilnya menggoda insan.
Pangeran melirik dari singgasana
dinaungi cahaya ketenangan senja.
Selaguan seruling lembah gembala
menarik mahabbah jejanur kurma.
Diajaknya menjelma matahari
kibaskan gemuruh angin, pada
debu-debu memusari bara rindu.
Menggelinding gosongkan usia,
keringat mendidih gelora pecah
karang terlempar jelma purnama.
Malam harum kembang kanthil
sekuat stupa candi tegak kukuh
sepohon bergetah takkan runtuh.
Kembarai mimpi tempaan empu
sewaktu asah keris berkelok tujuh
kegigihan menerima takdir waktu.
Awan sejarah sederu jiwa semesta.
Entah di manakah dirinya sekarang?
Semoga tetap mencintai tlatah Iran.
[RAJA PELAMUN]
Untuk Kahlil Gibran
Menuang keganjilan bertemu genap
diikuti arus deras,
gemerincing anggur ke batu-batu
busanya meluap,
menelenjangi tubuh sungai malam
mendenyutkan nafas.
Jalan membentang kenangan
rerambut cemara menari-nari
sederai gerimis patahkan hati.
Ranting sayap kabut pebukitan
bergelembung embun terjatuh
dirawatnya ke tanah kelahiran.
Angkat dayung keringat lengan,
setinggi gemawan digiring angin
terpenggal lecutan dahan cahaya.
Bebuah terdampar menuju fajar
melamun di bencah batas desa
ke tangga pesawahan lembah.
Dicecapnya bulan yang dingin
terpahat tetembangan lama,
dicukupkan bersarang setia.
[DI YOGYA SUATU MALAM]
Untuk Pantomimer Enderiza
Melewati ribuan lampu
terbalut putih tubuhnya
: ia bermandikan cahaya
wajah berbedak purnama.
Jiwanya remuk dipukuli waktu
mata berkeping-keping berita:
ia lebih waras dari yang berlalu
sadarnya kaki-kaki melangkah
lentur menggapai muasal kata.
Terangnya serpihan kalimah
selembut lembaran malam
meleburkan tarian ragawi
merasuki sukma berlaksa.
Kaki-kakinya terus berjalan
hingga membatu tegak tugu
di tengah-tengah kota Yogya:
sekuat tabah setua zamannya.
[SANDIWARA SOEKARNO DI ENDEH FLORES]
Menyaksikan kulit-kulit lumut terkelupas
dari daging karang atas sobekan mentari.
Batuan cadas terlempar membisu panas
ditempa besi baja tapal kuda ke jalanan.
Semakin jauh pilunya seperti para janda,
tetangkai kelapa diderai angin kembara.
Melumpuhkan debu-debu kemarau
tangisannya sampai daun rumput
pulau Bunga.
Nafas tersengal udara menyumbat
lempengan padat awan-gemawan
terhempas ke kaki-kaki senjakala.
Menapaki tanjung ujung pesisir
atas tubuh lusuh tenggelam
dalam riak duri-duri malam.
Tanpa peduli gemintang
bulan berkaca samudra
kala danau matanya
menjadikan muara.
[SAYAP SELENDANGMU]
Untuk Penari Saraswati
Waktu sayap selendangmu hilang ditelan panggung
bayangannya sampai ke mari, diantar cahaya pagi.
Matahari melukis cakrawala mengepak arus sungai
olehnya lupakanlah khilafku, lantas maafkan diriku.
Wahai siur rambut kelapa janur-janur hijau embun
menuju ombak angkasa jiwaku bersalam padamu:
Hukum langit memberi kasih serupa sayang ampun
darimu, selalu memberkati tapak-tapak langkahku.
[BENGAWAN SOLO]
Untung Gesang Martohartono
Aliranmu berkisah lelaki tua
duduk di gugusan tanah liat.
Menatapi gulungan ombak
belaian kabut dan matahari.
Kelambu angin berdetakan
sekuat dada pejala curiga.
Menggali pedalaman watak
menyanyikan keroncong jiwa.
Bunga tak bernama dari desa,
persekutuan jiwa musim sunyi.
Menggayuh perahu ribuan masa
terhapus tangis setegar pohon jati.
Kidung-kidunganmu alirkan rindu
hingga menembus batas empedu.
[MEMBACA BAYANGAN]
Untuk Suhrawardi
Bayangan hadir menggoda malam
diterpa cahaya memburu putaran.
Mengejar jarak lengkingan nurani
kembarai tanah liat hening sunyi.
Gerakan nafas gelisah memberat
sesayup kalimah ketiadaan hadir
memberi punggung belati elang.
Kiranya renung kesiaan mencari
hikmah tipudaya telusuri muasal
sepohon melepas daun ke telaga.
[POTRET DIRI]
Untuk Van Gogh
Melihatmu, jantungku berdetak keras
meronceng kalbu mencerca cemburu.
Adakah senja lamban menyimak usia?
Sedang guratanmu tanpa ragu-ragu.
Sapuan kering kuasmu melumat dunia
segetaran penyangga awan berpindah.
Campuran warnamu buyarkan batu
mata kikisan duri tumpulkan belati.
Van Gogh, berilah aku kenekatan
: memotong telingamu yang satu.
[NYAI LORO KIDUL]
(Putri Lara Kadita)
Oh, masuklah penuh kelembutan
seharum bunga sedap malam
nan dinanti di sebrang lautan.
Bayu berkabar bukit keabadian
pesisir remang sekecupan bulan
seranting kayu tinggallah lamunan.
Kelepak rambut akasia terhempas
dada berbangkit bawa kalbu sunyi
menjulur berpisah Prabu Siliwangi.
Berderap kencana menggulung awan
ikuti hasrat musim semi menari-nari,
menembusi abad sedari silam lestari.
Gemintang bersekutu peputik ranum
tutuplah pintu agar matamu terlelap
saat bangun, mimpi dalam dekapan.
Kidung serangga langgam pelaminan
kekal penggalan hati rintihan bambu,
tinggalkan nestapa ditiup kabut rindu.
[UNTUK YANG MERASA]
Sampaikan salam pertiwi
lantunkan hujan purbawi,
pengisi dengar para insani
bertembang senjakala hati.
Pahatan malam bersungguh
nyala obor terangi jalan itu
:
menelanjang ke altar nurani.
Tuntun gemerincing jiwa-jiwa
sedari kemabukan abad lama.
Gemerlap kota-kota lembah
dermaga dicahayai purnama
segurau gemintang angkasa.
Mentari sebar putik kembang
selautan dengar ikan perkasa.
Jangan terlena
agar bayu tak sobekkan layar
:
lembar waktu rambahi rahasia,
berlaksa maknawi satukan rasa.
[MENAMPUNG DANAU BALADA]
Untuk W.S. Rendra
Sampailah salam ke lembah-lembah berbaur kabut hijrah
dituntun jalanan setapak bukit tua memetik angin cahaya.
Kicauan burung kabarkan sarang biru, embun terpelanting
menepati janji kenai lantai marmer pendapa nan menyerap.
Kucuran keringat bocah bermelodi kangen halaman rumah
serta rerumputan bersalam pagi membasahi lembaran hati.
Dalam tanjakan gerimis, degup elang melintasi cakrawala
sayap-sayap perkasa selengking gayuhan kisah negeri ini
: orang-orang berduyun pada gerbang kota tertelan warna.
Tatap saja saat ragu, kan diperlihatkan kasih sayang merdu
airmata ketenangan jiwa menampung danau-danau balada,
dan prahara tinggalkan kelopak-kelopak tanah kan bersemi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar