Kamis, 03 Juni 2010

VOTUM SANG PENYAIR: Pemikiran &Pemberontakan Octavio Paz

Imamuddin SA
http://www.sastra-indonesia.com/

Saya bukan mempengaruhi dan bukan mendoktrin siapapun. Saat ini cobalah alihkan segala bentuk imajinasi dan logika pada satu arah sudut pandang yaitu kesusastraan. Sastra merupakan satu bentuk perwujudan agung dan suci yang terpancar dari kedalaman pribadi seorang manusia. Ia menjelma dalam hidup dan kehidupan sebagai cahaya kejujuran yang memancarkan sinar kemalanya yang berbinar-binar. Ini tak pandang bentuk dan tampilanya. Walaupun kadang berbentuk rekaan maupun tampilan esensinya secara real terasa tersembunyi, ia pada dasarnya merupakan satu ungkapan kejujuran hati atau gambaran nyata dari kepribadian pengguratnya yang bertujuan agar mampu ditangkap, dipahami, dicerna, direfleksi, dan bahkan untuk diikuti oleh siapa saja yang berkenan membacanya.

Semua itu adalah keinginan yang mutlak yang timbul dari dalam diri seorang sastrawan. Semua satrawan pasti memiliki hasrat semacam itu. Hasrat agar karyanya dibaca, ditangkap, dipahami, dicerna, direfleksi, dan juga diikuti.

Di samping itu masih terdapat satu hasrat yang sangat fital dan menjadi landasan utama dalam karya yang di guratnya. Hasrat ini terkadang sama, namun kebanyakan berbeda sebab beracuan pada eksistensi logika dan daya imajinasi yang dipancarkan oleh seorang sastrawan dalam merefleksi sebuah fenomena yang sedang melintasi indra, hati, dan benaknya. Tentunya semua itu tidak lepas dari kedekatan pribadi sastrawan sendiri. Hasrat tersebut adalah hasrat pikiran dan keyakinan.

Hasrat pikiran merupakan hasrat yang terungkap dalam bentuk pemikiran-pemikiran yang dihasilkan oleh eksistensi logika mereka. Sedangkan hasrat keyakinan terkait erat dengan persoalan keimanan mereka yang merupakan pancaran hati sanubarinya. Keimanan tersebut merupakan suatu daya yang dahsyat yang dipancarkan oleh pribadi seseorang terhadap suatu hal yang dianggap memiliki nilai kebenaran yang mutlak bagi dirinya. Kedua hasrat ini tersugesti oleh realitas fisik maupun nonfisik yang telah menjadi pengalaman pribadi mereka.

Mari mencermati pancaran hasrat seorang Octavio Paz yang merupakan perefleksian diri atas realitras yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Hal ini merupakan salah satu bentuk dari pengalaman pribadi yang sempat ia temui dan menjadi ilham bagi terciptanya karya sastranya.

Mungkin aku bisa berbelok untuk hidup bersama satwa,
Mereka begitu lembut lagi percaya diri,
Aku berdiri memandang mereka begitu lama.

Gambaran hasrat yang terpancar dari kedalaman hati dan jiwa Paz memilki intensitas yang begitu dalam dan bahkan sangat jalang. Ungkapan tersebut muncul akibat adanya fenomena indrawi yang sedang melintasinya. Saat itu Paz dengan cukup lama serta dengan khusuknya memandang sekawanan satwa yang berada di depanya. Namun, ini bisa jadi tidak mengarah pada kegiatan memandang secara fisikal, memandang dapat berorientasi pada satu perenungan pengalaman masa lampau yang ia bangkitkan kembali pada masa kini. Ketika terjadi proses pengamatan tersebut, timbullah perefleksian diri yang ia bentur-benturkan dengan realitas kehidupan yang sedang terjadi di dunia sekitarnya saat itu.

Dalam realitas yang terpancar dari ungkapan tersebut, Paz memandang bahwa dunia yang berada di sekitarnya memiliki satu keganjilan tertentu. Ia merasakan satu keanehan sehingga ia tidak memiliki satu ketenangan, ketentraman, juga kelembutan perasaan saat menjalani realitas kehidupan yang ada. Dengan timbulnya perasaan semacam itu, ia berhasrat untuk mengubah pola hidup yang ada yang dimulai dari diri pribadinya terlebih dahulu. Ia bekeinginan untuk membelokkan diri untuk hidup bersama satwa.

Hasrat untuk hidup bersama satwa bukan berarti berorientasi pada pembauran diri bersama hewan-hewan. Bukan berarti harus bersosialisasi dengan hewan, namun bisa mengarah pada sikap hidup yang terpancar dari sekawanan satwa yang telah ia amati, rasakan, renungkan, serta ia refleksikan ke dalam realitas kehidupan manusia pada umumnya. Ia merasakan realitas kehidupan yang dijalin oleh sekawanan satwa mengandung nilai kehangatan, kelembutan, serta kasih sayang yang tinggi sehingga ia berpikir untuk mengubah kehidupan manusia yang penuh dengan kekerasan, penindasan, serta penganiayaan dengan pola hidup satwa yang penuh dengan cinta kasih. Tentunya pola hidup semacam ini akan ia awali dari diri pribadinya sendiri.

Mereka tidak berkeringat meratapi nasibnya,
Mereka tak berbaring dan mendelik dalam gelap
menangisi dosa-dosanya,
Mereka tidak memualkanku dengan berbicara kewajiban terhadap Tuhan,

Etape kedua yang ditunjukkan oleh Paz akan realitas kehidupan yang dijalani sekawanan satwa adalah berorientasi pada ketenangan jiwa. Kehidupan satwa ia rasakan memiliki satu pesona kedamaian dan ketenangan yang tinggi. Mereka tenang karena tak disibukkan dengan masalah-masalah dosa. Mereka dalam realitas hidupnya tidak terbebani kriteria-kriteria dosa sehingga tidak harus melakukan pertaubatan atau penebusan dosa. Semua itu tentunya tidak terlepas dari kodrati hewani yang bersifat ma’sum.

Selain itu, kehidupan satwa tidak pernah menuntut terhadap sesamanya dengan tuntutan-tuntutan yang berkaitan dengan kewajiban terhadap Tuhan. Kehidupanya lebih mengalir, yaitu tanpa adanya paksaan dan pengekangan-pengekangan tertentu yang berorientasi terhadap diri Tuhan. Hal itu dilandasi dengan satu keyakinan bahwa urusan dengan tuhan adalah urusan fundamental dari tiap-tiap personal. Sehingga hal ini tidak perlu dipaksa-paksakan pada sesamanya yang pada akhirnya memunculkan nilai ketulusan dan keikhlasan yang tinggi dan bukan malah mencipta pengekangan terhadap personalitas yang ada. Selain itu juga tidak pernah memperdebatkan atau mempertentangkan keyakinan antarsesama. Mereka cenderung mencipta satu kedamaian dan kebahagiaan, bukan malah menciptakan realitas perselisihan yang memualkan.

Yang paling mendasar dalam etape ini adalah sifat ikhlas menerima segala bentuk realitas kehidupan yang menimpa mereka. Tentunya dalam hal ini bukan sekedar tabah dan sabar dalam menerima realitas yang menimpa, tetapi mereka juga menelusuri dan menjalaninya. Sifat ikhlas menerima disamping sebagai salah satu bagian yang mendasar dalam tiap personal, ia juga merupakan bentuk tertinggi sebuah kepribadian. Mengapa demikian? Karena semuanya berawal dari sebuah peninjauan dari sisi mistikus. Sifat ini dalam tradisi mistikus menduduki tahap atau etape paling atas yang disimbolkan dengan ungkapan fana dari kefanahan. Dalam diri sudah lenyap akan sifat personalitas. Yang ada hanyalah sifat kesemestaan, yaitu segala orientasi hidup hanyalah tertuju kepada Tuhan dan bahkan kondisi fisikal dari individi akan terabaikan. Jiwa menjadi tenang karena seolah-olah tuhan telah bersamanya dan membaur dalam dirinya.

Dengan pola kehidupan semacam itu, bagi Paz dalam etape ini mendambakan satu bentuk ketenangan jiwa untuk segera melingkupi personalitas tiap manusia. Semua itu diharapkan agar tercipta suasana yang enjoi dan menyenangkan dalam menjalani realitas kehidupan yang bersifat fana ini. Tidak ada satu pengekangan, tidak ada lagi perbuatan dosa, tidak ada rasa was-was serta yang ada hanyalah kedamaian rasa dalam tiap-tiap manusia.

Lebih lanjut Paz juga mendambakan satu kehidupan dalam diri manusia untuk bersifat kaya. Yang dimaksud adalah adanya perasan cukup atau tidak merasa kurang yang selalu melingkupi hati dan pikiran manusia. Selain itu dambaan lain adalah tidak adanya orang yang bersifat melampaui batas dalam segala hal baik yang mengacu pada harta maupun perhiasan duniawi maupun lainya yang telah ditentukan Tuhan kepadanya. Semua itu tidak lain adalah pengaruh nafsiyah manusia yang selalu merincu dan selalu mengobarkan api “kewas-wisan” dalam diri seorang individu.

Tidak ada yang kekurangan, tidak ada yang jadi edan
Oleh nafsu memiliki benda-benda,

Tidak adanya sifat dan sikap penindasan maupun penghegemonian terhada sesama dalam realitas kehidupan tampaknya juga menjadi dambaan oleh seorang Octavio Paz. Penghegemonian ini bisa mengarah pada sebuah kekuasaan pemerintahan dan dapat bersifat ideologis yang telah ditelorkan atau didoktrinkan lampau hari oleh mereka yang telah hidup lebih awal. Oleh mereka yang telah mengantongi sekali atau beribu penghargaan. Oleh mereka yang diagung-agungkan, yang mampu menimbulkan pesona kedukaan yang begitu mendalam oleh penjuru dunia ketika mereka sudah tiada lagi hidup di dunia ini.

Penghegemonian ini memiliki dampak yang sangat besar dalam kreatifitas manusia. Ia mampu membunuh kreatifitas yang hendak tumbuh dan berkembang ketika ia mencoba untuk mengisi sejarah kehidupan umat manusia. Hal itu juga akan mencipta satu bentuk kehidupan yang statis dan monoton di dunia ini. Manusia-manusia seolah menjadi robot hidup yang hanya dikendalikan oleh orang-orang tertentu, oleh mereka yang berkuasa baik dari sisi pemerintahan maupun ideology
.
Tak ada yang berlutut pada yang lain, tak juga pada sesama
Yang hidup ribuan tahun silam,
Yang sekalipun dihargai atau berduka atas seluruh penjuru bumi

Ungkapan-ungkapan yang telah di ujarkan Paz mencerminkan hasrat pemberontak terhada realitas kehidupan yang begitu dahsyat. Ini akan menjadi wacana dan bahkan doktrin maupun ajaran yang begitu menyentuh hati seorang manusia yang khusuk melakukan perenungan akan realitas hidup yang sedang bergelora. Mengapa demikian? Hal tersebut disebabkkan oleh adanya perefeleksian diri di dalam hakekat dasar manusia. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang paling sempurna penciptaanya. Ia sempurna ketimbang makhluk-makhluk yang lain.

Tapi, mengapa di sini berbeda dan mengandung daya ironi, sehingga kehidupan manusia dianggap jauh lebih rendah ketimbang kehidupan satwa? Semuanya tidak terlepas dari konsepsi dasarnya. Manusia diciptakan sempurna bukan mengarah pada kesempurnaan hidupnya, melainkan kesempurnaan bentuk penciptaanya yang di tandai dengan adanya kemampuan berfikirnya yang lebih. Gambaran kehidupan yang hina ketimbang kehidupan satwa ini muncul apabila sugesti nafsu selalu melingkupi tiap gerak langkahnya. Logika berfikirnya tidak sanggup menetralisir serta membendung hal tersebut. Ia cenderung hanyut ke dalamnya. Saat itulah derajatnya akan turun. Dan realitas semacam itu kini muncul dalam logika berfikir Paz, sehingga ia ingin membalik keadaan lewat diri pribadinya dahulu untuk melakukan pola hidup seperti satwa yang dirasanya lebih banyak mengandung kedamaian, ketentraman dan juga cinta kasih.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito