Kamis, 24 Juni 2010

Seorang Pembantu, Seekor Kucing, dan Sebuah Guci yang Indah

AS Sumbawi
http://www.sastra-indonesia.com/

Sore itu kami pergi ke rumah paman yang baru pulang dari Cina. Sementara Mbok Darti dan seekor kucing tinggal di rumah. Mbok Darti kira-kira berumur enam puluh lima tahun. Kata ibu, dia sudah puluhan tahun menjadi pembantu di rumah kami. Mengurus kebutuhan harian keluarga kami. Dan sejak masih bayi, aku diurus oleh Mbok Darti. Maka, bisa dikatakan bahwa keberadaan Mbok Darti sangat membantu, membikin ringan tugas seorang ibu dalam keluarga kami. Sebenarnya keluarga kami mempunyai seorang pembantu lagi, Lik Paijo. Namun, sore itu dia bersama kami, menyopir. Ya, setiap harinya ia bertugas mengurusi bidang transportasi.

Pino, begitu nama yang diberikan ibu pada kucing itu. Kalau tak salah setahun yang lalu Pino pertama kali kelihatan di rumah kami dengan salah satu kakinya yang terluka. Ibu mengobati luka itu. Setelah sembuh, Pino dilepaskan kembali ke jalanan. Namun, hampir setiap hari Pino kelihatan di halaman rumah kami. Barangkali ini disebabkan oleh perlakukan istimewa dari ibu. Entah, apa yang menjadi sebab akhirnya ibu memutuskan untuk memeliharanya. Padahal, ibu bukan tergolong pemelihara dan penyayang hewan. Dan di sisi kiri halaman rumah, Pino tinggal di sebuah rumah kayu seukurannya.***

Ketika kami tiba di depan rumah paman, seorang perempuan setengah baya segera datang membuka pintu halaman. Aku baru pertama kali melihatnya di rumah paman. Sementara di serambi depan, paman dan bibi sudah berdiri dengan wajahnya yang mekar.
“Bagaimana kabarnya, Mbakyu. Baik-baik saja toh semuanya,” kata bibi.
“O, semuanya baik-baik saja.”
“Sudah kelas berapa, Awik?” kata paman.
“Kelas 1 SMP, Om.”

Percakapan kemudian mengalir lebih dari sekedar basa-basi. Dan topik yang hangat adalah kunjungan paman ke Cina itu. Pengalaman saat di tembok Cina yang masyhur itu. Juga tentang kebiasaan baru paman yang ikut-ikutan makan mie dengan menggunakan sumpit. Katanya, ia sudah amat lincah sekarang, sebab latihan secara rutin tiga kali sehari. Ayah dan ibu antusias sekali. Mereka berencana pergi ke Cina pada tahun baru nanti. Aku diam sembari menggambar senyum sesekali. Sementara di sebuah balai di halaman, Lik Paijo tampak berbincang-bincang dengan perempuan setengah baya itu. Entah, apa yang menjadi topik utama perbincangan mereka. Aku tidak mempunyai indera keenam untuk mengetahuinya.

Percakapan di depanku mereda. Sepertinya sudah tertumpah semua pengalaman paman. Ayah dan ibu tidak antusias lagi dan kelihatan didera rasa bosan. Aku juga bosan. Berdiam diri dengan sesekali melempar senyum. Konyol memang. Tapi, ini sepertinya sudah menjadi adat-kebiasaan bagiku. Aku kerap merasa malu jika mengingat-ingat hal ini ketika mau tidur. Kemudian aku berkata sendiri dengan sungguh-sungguh bahwa kekonyolan seperti ini harus kulawan. Dan keesokan harinya, aku sudah lupa dan kembali bersikap konyol seperti itu. Aku tidak tegas. Hal ini yang membuat teman-teman sering meremehkan diriku. Kerap menjadikan diriku sebagai korban dalam sebuah permainan. Karenanya aku malas bermain dengan mereka. Sementara dalam komik, aku merasa sangat dihargai. Bahkan dilambungkan sebagai superhero. Dan tanpa sengaja menjadikan aku sebagai seorang ‘kutu komik’.

Ah, kalau saja aku punya sedikit ketegasan, pasti mereka akan sedikit menghargaiku. Aku bisa bermain dengan senang bersama mereka. Berdiri sama tinggi duduk sama rendah. Begitu juga dengan saat itu. Kalau saja aku berani berkata: “omong kosong apa ini. Semuanya penuh dengan kepura-puraan”, maka aku yakin mereka akan tercengang. Namun, hal semacam itu sudah menjadi hal biasa yang berlalu-lalang dalam kepalaku saja. Aku tetap saja terpinggirkan dalam pergaulan. Hanya dengan Mbok Darti dan Lik Paijo, aku bisa merasakan sesuatu yang sangat wajar muncul dalam diriku. Mereka kerap menceritakan sebuah dongeng-dongeng kepadaku. Tentang Prabu Ramawijaya, Laksmana adiknya, serta keluarga Pendawa.

Paman pergi ke kamarnya dan kembali dengan sebuah guci. Permukaannya yang licin dipenuhi dengan ornamen-ornamen yang menakjubkan. Ia memamerkannya di hadapan kami. Kemudian mengatakan bahwa ia membelinya dari seorang Cina ketika mengunjungi tembok Cina yang terkenal itu. Dan bibi menambahkan bahwa menurut orang Cina itu, guci tersebut adalah peninggalan seorang kaisar Dinasti Han. Entah, benar atau tidaknya, keindahan guci itu benar-benar membikin hati tertawan.

Ayah dan ibu melontarkan pujian yang berlebihan. Paman dan bibi tersenyum bangga. Mereka bergantian menimang-nimang guci tersebut seperti anaknya sendiri meski mereka belum juga mempunyai buah dari pernikahannya yang sudah berumur lima tahunan ini.

Tiba-tiba ayah dan ibu diam. Mereka tak memuji-muji lagi dan wajahnya tampak masam. Paman berhenti menimang-nimang guci tersebut. Entah, apa yang dipikirkannya ketika menatap ayah dan ibu yang demikian itu. Paman meletakkan guci tersebut di meja kemudian pergi ke kamar dan kembali dengan sebuah guci yang keindahannya tak kalah dengan yang ada di meja.

“Ini untuk Mas dan Mbakyu,” kata paman mengulurkannya ke arah ibu.
“Iya. Ini oleh-oleh dari kami,” bibi menambahkan.

Serentak wajah ayah dan ibu merona ceria dan memuji-muji kedermawanan mereka berdua. Aku diam sembari mengukir senyum di wajah.***

Guci pemberian paman itu telah terpajang di atas meja yang ada di salah satu sudut ruang tamu. Sejak adanya guci itu, aku kerap menemukan ibu duduk di sana. Wajahnya tak pernah lepas untuk memandangnya. Tersenyum bangga. Pada saat seperti itu, tak jarang aku mendengar ibu meracau sendiri, tak sabar menunggu tahun baru tiba.

Di samping itu, ibu sering mengajak teman-temannya mampir ke rumah selepas jam kerja berakhir. Ia tak bosan-bosan memamerkan guci tersebut kepada mereka. Dan anehnya, setiap kali ibu mengutarakan kelebihan-kelebihan yang ada pada guci tersebut, teman-temannya lantas memujinya. Malah terkadang berlebihan. Dan kesemuanya itu tidak hanya sering mengganggu aku yang sedang membaca, tapi juga membikin aku mau muntah. Kalau saja aku punya sedikit keberanian, ingin kupecahkan guci tersebut di hadapan mereka. Biar ibu marah, biar aku dikutuk, aku tak peduli. Sama sekali tak peduli. Namun, sampai akhirnya teman-teman ibu pulang, aku tetap saja diam. Sementara ayah, seperti biasa jarang berada di rumah.

Siang itu ibu pulang dari kantor sendiri. Segera ia menghempaskan tubuhnya ke sofa dan melihat guci kesayangannya itu berada di meja dihadapannya. Rupanya ia lupa tak menaruh guci itu di tempatnya semula setelah menimang-nimangnya seperti yang dilakukannya setiap pagi sebelum berangkat kerja.

Ia meraihnya. Tiba-tiba wajahnya memerah, matanya menyorot tajam sembari menggeram. Ia kemudian berteriak-teriak memanggil-manggil Mbok Darti.

Mbok Darti segera datang dan langsung dilempari pertanyaan-pertanyaan tentang beberapa puntung rokok yang ada di dalam guci kesayangannya itu. Mbok Darti ketakutan. Tangannya meremas-remas sebuah lap yang menggelantung di pundaknya. Baru kali ini aku melihat ibu begitu murka. Dengan suara terputus-putus Mbok Darti mengatakan bahwa tadi pagi beberapa orang tetangganya datang menjenguknya. Barangkali mereka inilah membuang puntung rokok itu ke dalam guci.

Tiba-tiba ibu menjambak rambut Mbok Darti dan menghempaskannya ke lantai. Kemudian ia menendangnya sembari terus memaki-maki. Setelah terpuaskan memuntahkan isi dadanya, ibu mengusir Mbok Darti. Aku sedih. Tapi, aku tak bisa berbuat banyak untuk menolong Mbok Darti. Aku benci ibu.***

Seminggu sudah Mbok Darti tak kulihat di rumah kami. Aku merasa kesepian. Kubayangkan wajah Mbok Darti yang menangis saat pengusiran itu. Kasihan sekali Mbok Darti. Dan kebencianku kepada ibu semakin bertambah. Kini, ibu lebih sering keluar seperti dulu. Ia tak lagi berlama-lama duduk di sofa. Tidak juga mengajak teman-temannya ke rumah.***

Siang itu hanya Pino dan aku yang menghuni rumah. Ibu belum pulang dari kantor. Sejak Mbok Darti pergi, Pino jarang kelihatan. Barangkali karena jarang diberi makan. Dan aku lebih suka merawat burung beoku. Memang, selama ini Mbok Darti yang mengurus makanan Pino. Ibu hanya kadang-kadang saja.

Kulihat Pino melongokkan kepalanya ke dalam guci itu. Mungkin karena keindahan guci itu yang membuat Pino ingin melihat apa yang ada di dalamnya. Perlahan guci itu bergerak-gerak ke pinggir meja oleh tubuh Pino. Kemudian jatuh pecah sebelum aku sempat mencegahnya.
“Pino,” teriakku. Tapi, Pino telah pergi.***

Tahun telah berlalu. Aku tak pernah melihat Pino dan Mbok Darti lagi. Namun, entah kenapa? Sampai kini aku masih beranggapan bahwa setelah guci itu pecah, Pino kemudian pergi mencari Mbok Darti. Benarkah? (*)

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito