AS Sumbawi
http://www.sastra-indonesia.com/
Sore itu kami pergi ke rumah paman yang baru pulang dari Cina. Sementara Mbok Darti dan seekor kucing tinggal di rumah. Mbok Darti kira-kira berumur enam puluh lima tahun. Kata ibu, dia sudah puluhan tahun menjadi pembantu di rumah kami. Mengurus kebutuhan harian keluarga kami. Dan sejak masih bayi, aku diurus oleh Mbok Darti. Maka, bisa dikatakan bahwa keberadaan Mbok Darti sangat membantu, membikin ringan tugas seorang ibu dalam keluarga kami. Sebenarnya keluarga kami mempunyai seorang pembantu lagi, Lik Paijo. Namun, sore itu dia bersama kami, menyopir. Ya, setiap harinya ia bertugas mengurusi bidang transportasi.
Pino, begitu nama yang diberikan ibu pada kucing itu. Kalau tak salah setahun yang lalu Pino pertama kali kelihatan di rumah kami dengan salah satu kakinya yang terluka. Ibu mengobati luka itu. Setelah sembuh, Pino dilepaskan kembali ke jalanan. Namun, hampir setiap hari Pino kelihatan di halaman rumah kami. Barangkali ini disebabkan oleh perlakukan istimewa dari ibu. Entah, apa yang menjadi sebab akhirnya ibu memutuskan untuk memeliharanya. Padahal, ibu bukan tergolong pemelihara dan penyayang hewan. Dan di sisi kiri halaman rumah, Pino tinggal di sebuah rumah kayu seukurannya.***
Ketika kami tiba di depan rumah paman, seorang perempuan setengah baya segera datang membuka pintu halaman. Aku baru pertama kali melihatnya di rumah paman. Sementara di serambi depan, paman dan bibi sudah berdiri dengan wajahnya yang mekar.
“Bagaimana kabarnya, Mbakyu. Baik-baik saja toh semuanya,” kata bibi.
“O, semuanya baik-baik saja.”
“Sudah kelas berapa, Awik?” kata paman.
“Kelas 1 SMP, Om.”
Percakapan kemudian mengalir lebih dari sekedar basa-basi. Dan topik yang hangat adalah kunjungan paman ke Cina itu. Pengalaman saat di tembok Cina yang masyhur itu. Juga tentang kebiasaan baru paman yang ikut-ikutan makan mie dengan menggunakan sumpit. Katanya, ia sudah amat lincah sekarang, sebab latihan secara rutin tiga kali sehari. Ayah dan ibu antusias sekali. Mereka berencana pergi ke Cina pada tahun baru nanti. Aku diam sembari menggambar senyum sesekali. Sementara di sebuah balai di halaman, Lik Paijo tampak berbincang-bincang dengan perempuan setengah baya itu. Entah, apa yang menjadi topik utama perbincangan mereka. Aku tidak mempunyai indera keenam untuk mengetahuinya.
Percakapan di depanku mereda. Sepertinya sudah tertumpah semua pengalaman paman. Ayah dan ibu tidak antusias lagi dan kelihatan didera rasa bosan. Aku juga bosan. Berdiam diri dengan sesekali melempar senyum. Konyol memang. Tapi, ini sepertinya sudah menjadi adat-kebiasaan bagiku. Aku kerap merasa malu jika mengingat-ingat hal ini ketika mau tidur. Kemudian aku berkata sendiri dengan sungguh-sungguh bahwa kekonyolan seperti ini harus kulawan. Dan keesokan harinya, aku sudah lupa dan kembali bersikap konyol seperti itu. Aku tidak tegas. Hal ini yang membuat teman-teman sering meremehkan diriku. Kerap menjadikan diriku sebagai korban dalam sebuah permainan. Karenanya aku malas bermain dengan mereka. Sementara dalam komik, aku merasa sangat dihargai. Bahkan dilambungkan sebagai superhero. Dan tanpa sengaja menjadikan aku sebagai seorang ‘kutu komik’.
Ah, kalau saja aku punya sedikit ketegasan, pasti mereka akan sedikit menghargaiku. Aku bisa bermain dengan senang bersama mereka. Berdiri sama tinggi duduk sama rendah. Begitu juga dengan saat itu. Kalau saja aku berani berkata: “omong kosong apa ini. Semuanya penuh dengan kepura-puraan”, maka aku yakin mereka akan tercengang. Namun, hal semacam itu sudah menjadi hal biasa yang berlalu-lalang dalam kepalaku saja. Aku tetap saja terpinggirkan dalam pergaulan. Hanya dengan Mbok Darti dan Lik Paijo, aku bisa merasakan sesuatu yang sangat wajar muncul dalam diriku. Mereka kerap menceritakan sebuah dongeng-dongeng kepadaku. Tentang Prabu Ramawijaya, Laksmana adiknya, serta keluarga Pendawa.
Paman pergi ke kamarnya dan kembali dengan sebuah guci. Permukaannya yang licin dipenuhi dengan ornamen-ornamen yang menakjubkan. Ia memamerkannya di hadapan kami. Kemudian mengatakan bahwa ia membelinya dari seorang Cina ketika mengunjungi tembok Cina yang terkenal itu. Dan bibi menambahkan bahwa menurut orang Cina itu, guci tersebut adalah peninggalan seorang kaisar Dinasti Han. Entah, benar atau tidaknya, keindahan guci itu benar-benar membikin hati tertawan.
Ayah dan ibu melontarkan pujian yang berlebihan. Paman dan bibi tersenyum bangga. Mereka bergantian menimang-nimang guci tersebut seperti anaknya sendiri meski mereka belum juga mempunyai buah dari pernikahannya yang sudah berumur lima tahunan ini.
Tiba-tiba ayah dan ibu diam. Mereka tak memuji-muji lagi dan wajahnya tampak masam. Paman berhenti menimang-nimang guci tersebut. Entah, apa yang dipikirkannya ketika menatap ayah dan ibu yang demikian itu. Paman meletakkan guci tersebut di meja kemudian pergi ke kamar dan kembali dengan sebuah guci yang keindahannya tak kalah dengan yang ada di meja.
“Ini untuk Mas dan Mbakyu,” kata paman mengulurkannya ke arah ibu.
“Iya. Ini oleh-oleh dari kami,” bibi menambahkan.
Serentak wajah ayah dan ibu merona ceria dan memuji-muji kedermawanan mereka berdua. Aku diam sembari mengukir senyum di wajah.***
Guci pemberian paman itu telah terpajang di atas meja yang ada di salah satu sudut ruang tamu. Sejak adanya guci itu, aku kerap menemukan ibu duduk di sana. Wajahnya tak pernah lepas untuk memandangnya. Tersenyum bangga. Pada saat seperti itu, tak jarang aku mendengar ibu meracau sendiri, tak sabar menunggu tahun baru tiba.
Di samping itu, ibu sering mengajak teman-temannya mampir ke rumah selepas jam kerja berakhir. Ia tak bosan-bosan memamerkan guci tersebut kepada mereka. Dan anehnya, setiap kali ibu mengutarakan kelebihan-kelebihan yang ada pada guci tersebut, teman-temannya lantas memujinya. Malah terkadang berlebihan. Dan kesemuanya itu tidak hanya sering mengganggu aku yang sedang membaca, tapi juga membikin aku mau muntah. Kalau saja aku punya sedikit keberanian, ingin kupecahkan guci tersebut di hadapan mereka. Biar ibu marah, biar aku dikutuk, aku tak peduli. Sama sekali tak peduli. Namun, sampai akhirnya teman-teman ibu pulang, aku tetap saja diam. Sementara ayah, seperti biasa jarang berada di rumah.
Siang itu ibu pulang dari kantor sendiri. Segera ia menghempaskan tubuhnya ke sofa dan melihat guci kesayangannya itu berada di meja dihadapannya. Rupanya ia lupa tak menaruh guci itu di tempatnya semula setelah menimang-nimangnya seperti yang dilakukannya setiap pagi sebelum berangkat kerja.
Ia meraihnya. Tiba-tiba wajahnya memerah, matanya menyorot tajam sembari menggeram. Ia kemudian berteriak-teriak memanggil-manggil Mbok Darti.
Mbok Darti segera datang dan langsung dilempari pertanyaan-pertanyaan tentang beberapa puntung rokok yang ada di dalam guci kesayangannya itu. Mbok Darti ketakutan. Tangannya meremas-remas sebuah lap yang menggelantung di pundaknya. Baru kali ini aku melihat ibu begitu murka. Dengan suara terputus-putus Mbok Darti mengatakan bahwa tadi pagi beberapa orang tetangganya datang menjenguknya. Barangkali mereka inilah membuang puntung rokok itu ke dalam guci.
Tiba-tiba ibu menjambak rambut Mbok Darti dan menghempaskannya ke lantai. Kemudian ia menendangnya sembari terus memaki-maki. Setelah terpuaskan memuntahkan isi dadanya, ibu mengusir Mbok Darti. Aku sedih. Tapi, aku tak bisa berbuat banyak untuk menolong Mbok Darti. Aku benci ibu.***
Seminggu sudah Mbok Darti tak kulihat di rumah kami. Aku merasa kesepian. Kubayangkan wajah Mbok Darti yang menangis saat pengusiran itu. Kasihan sekali Mbok Darti. Dan kebencianku kepada ibu semakin bertambah. Kini, ibu lebih sering keluar seperti dulu. Ia tak lagi berlama-lama duduk di sofa. Tidak juga mengajak teman-temannya ke rumah.***
Siang itu hanya Pino dan aku yang menghuni rumah. Ibu belum pulang dari kantor. Sejak Mbok Darti pergi, Pino jarang kelihatan. Barangkali karena jarang diberi makan. Dan aku lebih suka merawat burung beoku. Memang, selama ini Mbok Darti yang mengurus makanan Pino. Ibu hanya kadang-kadang saja.
Kulihat Pino melongokkan kepalanya ke dalam guci itu. Mungkin karena keindahan guci itu yang membuat Pino ingin melihat apa yang ada di dalamnya. Perlahan guci itu bergerak-gerak ke pinggir meja oleh tubuh Pino. Kemudian jatuh pecah sebelum aku sempat mencegahnya.
“Pino,” teriakku. Tapi, Pino telah pergi.***
Tahun telah berlalu. Aku tak pernah melihat Pino dan Mbok Darti lagi. Namun, entah kenapa? Sampai kini aku masih beranggapan bahwa setelah guci itu pecah, Pino kemudian pergi mencari Mbok Darti. Benarkah? (*)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar