Misbahus Surur*
http://www.lampungpost.com/
KARTINI lahir dan besar dalam lingkup keluarga ningrat Jawa yang feodalis. Alur hidupnya dikerubungi tarikan norma serta konvensi yang sering eksploitatif, terutama pada persoalan gender. Hampir-hampir perempuan tak punya andil, lebih lagi nyali untuk menyibak jalur terang sendiri.
Perempuan kerap dijerat patriarki, dicengkram hegemoni lelaki. Perempuan di zaman itu, kata Siti Soemandari Soeroto dalam Kartini; Sebuah Biografi (Gunung Agung: 1982) karena akar dan konstruk budaya, sangat bergantung sepenuhnya pada nafkah suami, dengan dalih takut dicerai dan sejenisnya. Ditambah suburnya pandangan hidup yang mengalienasi perempuan; ia tak memerlukan kepandaian, mengingat fungsi utamanya yang semata konco wingking bagi lelaki: sekadar masak, macak, dan manak. Sebab itu, bagi puteri kedua Bupati Jepara R. M. Adipati Ario Sosroningrat ini, prestise nasab yang secara kodrat harus ia terima, tak lagi menjadi suatu privilese, tapi tak lebih dari senarai duka-lara.
Meskipun demikian, berbahagialah ia yang lahir dari keluarga (ayah hingga kakek, Pangeran Ario Tjondronegoro) yang menjunjung tinggi pengetahuan, memuliakan pendidikan, dan mentradisikan sekolahan. Dengan memiliki ayah yang menyadari urgensitas ilmu seperti itu, belenggu adat pun tak menghalangi sang ayah untuk menyekolahkan anak perempuannya. Meskipun hanya memperbolehkannya hingga tingkat sekolah dasar.
Namun, sebagaimana kata Sulastin Sutrisno dalam Surat-Surat Kartini (Djambatan: cetakan 1985), meski keinginan Kartini melanjutkan ke HBS Semarang, setamat dari ELS, yang menggebu itu kemudian begitu saja dijegal kata “tidak”, sang ayah mengganti keputusan itu dengan “jenis studi lain” yang tak kalah seru; memfasilitasi bacaan dan izin selebar-lebarnya untuk surat-menyurat kepada teman-temannya yang mayoritas berbangsa Belanda.
Tak disangka, justru karena akses buku-buku (membaca) dan habitus korespondensi itu, menjadi pintu masuk ide, pencerahan dan modernitas yang menghantarkan jiwa dan pikirannya menjadi pribadi yang tak biasa. Kartini belajar segala-galanya lewat buku juga berlatih menyatakan pikiran (berdialektika) melalui surat-menyurat. Dengan langgam ini, pelan tapi pasti cara berpikir dan kejiwaannya menjadi matang saat usianya masih begitu belia, belum lagi genap 20 tahun dari umurnya.
Waktu itu, iklim modernitas telah merasuki pikiran Kartini. Ia telah mendidik diri dan otaknya dengan pikiran-pikiran Barat lewat bacaan-bacaan. Meskipun ia tidak bisa seperti kakaknya, Sosrokartono, yang mampu menyesap putik modernitas langsung di negeri asalnya (Belanda). Tempaan berbagai bacaan itu, di mana seluruh pikirannya sengaja ia biarkan berdialektika dengan persoalan-persolan bangsa dan jerat tradisi. Dan, terutama perjumpaannya dengan dunia Barat lewat beberapa orang Belanda yang mewujud dalam hikayat korespondensi, yang kemudian melahirkan ratusan surat yang diterbit-bukukan dengan judul Door Duisternis tot Lich (DDtL) oleh Luctor et Emergo, ’sGravenhage juga oleh Gee Nabrink, Amsterdam, atau dalam versi Indonesia, Habis Gelap Terbitlah Terang, dalam kadar tertentu, ikut menyumbang bentuk dan konstruksi pikirannya saat itu. Dalam kumpulan surat-surat tersebut, entah itu kepada Mr. J.H. Abendanon sekeluarga, Estella Zeehandelaar, Nyonya M.C.E. Ovink-Soer, Nyonya Nelly van Kol, Dr. N. Andriani dan seterusnya, sungguh penderitaan, benturan-benturan hebat, tentang keterbelakangan bangsanya dan segala keluh kesahnya, begitu kuat tergurat di sana.
Jejak yang Menyala
Kartini bukan sastrawan maupun seniman dalam pemaknaan normatif, tapi sejarah mencatat, selain melukis, membatik, dan kumpulan surat-suratnya yang masyhur, ia juga menulis prosa dan puisi. Mungkin, bukan kumpulan surat-suratnya dengan kapasitas yang menyejarah itu yang membikin namanya sanggup menggema dalam lembaran catatan dunia. Bisa jadi, malah sebuku gagasan dan ketinggian susunan kemasan (bahasa) itu yang membuat namanya harum.
Jamak diketahui, Kartini adalah sosok dengan kemampuan literer yang menawan. Mutu sastra pada tulisan-tulisannya yang terbukukan dalam DDtL, sering dinilai sebagai hal yang jarang atau asing bagi zamannya. Terlebih saat ditelisik dari riwayat pendidikannya yang hanya tamatan sekolah rendah. Tak heran pula bila pada awalnya banyak yang meragukan orisinalitas DDtL, terutama karena kemasan bahasa DDtL yang cenderung muluk tapi juga patetis untuk seorang yang hanya lulus sekolah dasar, Europe Lagere School (ELS).
Namun, saat manuskrip aslinya ditemukan, dan diterbitkan kembali dengan tanpa secuil sortiran pun oleh Jaquet tahun 1987, baru terbukti secara meyakinkan bahwa Kartini benar-benar mampu menguasai pemakaian gaya bahasa Belanda, secara bagus dan kreatif. Bahkan, A. Teuuw (1994), dalam Indonesia Antara Kelisanan dan Keberaksaraan, yang pada awalnya sempat tak mempercayai putri Jawa yang hanya lulus sekolah tingkat dasar Belanda, serta belajar privat secara terbatas itu dapat menulis dalam bahasa Belanda, yang tidak hanya tata bahasanya yang tanpa cela, tetapi penguasaan dan penggunaan gaya kesusastraan Belandanya yang mencengangkan, terpaksa harus memercayainya. Dalam hal ini keunggulan Kartini terletak pada renungannya yang dalam atas dirinya juga nasib bangsanya. Renungan itu dibalut dengan tuturan segar, orisinil, dan amat piawai. Bahkan, beberapa pengarang Belanda saat itu, salah satunya Augusta de Wit, juga menilai bahasa Kartini cakap dan segar.
Tahun 1911, surat-surat Kartini untuk pertama kali diterbitkan. Dan pada tahun 1922, untuk yang pertama kali pula diterjemahkan dalam bahasa Melayu. Sejak kemunculan surat-surat Kartini dalam bahasa Melayu, 16 tahun kemudian, dengan dialihbahasakan oleh salah seorang sastrawan pujangga baru, Armijn Pane, tepatnya tahun 1938, surat-surat Kartini terbit kembali dalam bahasa Indonesia yang masih kecampuran kata-kata Melayu. Terbitan kali ini agak terbatas, yakni dengan sengaja menanggalkan sejumlah 16 surat, di samping juga terdapat surat-surat yang dipotong. Dan tebalnya tak lebih dari separuh dari edisi 1922.
Kemudian pada 1979, dengan menggunakan edisi kelima dalam bahasa aslinya (Belanda) terbitan 1976, dan dengan tambahan surat-surat Kartini yang lain, atas usaha Soelastin Sutrisno, surat-surat itu diulangterbitkan dalam edisi Indonesia yang jauh lebih lengkap dan sempurna dari dua edisi terdahulu. Dengan bubuhan tajuk baru: Surat-surat Kartini; Renungan Tentang dan untuk Bangsanya. Baru setelah itu, sekira tahun 1987, surat-surat asli Kartini dalam edisi F.G.P. Jaquet, terbit. Edisi kali ini, di samping memuat surat-surat Kartini kepada keluarga Abendanon secara lengkap, juga menyertakan beberapa surat dari adik-adik Kartini: Kardinah, Roekmini, dan Kartinah (Teeuw, 1994).
Tampaknya terbitan surat Kartini, baik dalam teks aslinya yang berbahasa Belanda dan juga terjemahan awal dalam bahasa Melayu tahun 1922 oleh empat orang pribumi ahli bahasa Melayu yang tinggal di Belanda, salah satunya semisal Zainoedin Rasad, atas usaha Abendanon, dan juga surat-suratnya setelah itu, bukan saja kekayaan literatur historis bangsa yang harus dijaga. Lebih dari itu adalah buah usaha yang patut dilestarikan sebagai pengayaan kehidupan rohani Kartini dan spirit kemanusianya yang tentu masih aktual diteladani hingga hari ini.
Pada titik ini, –terlepas dari dilematika yang sering dilekatkan ke sosoknya, seperti Kartini produk brilian hadiah Belanda dan semacamnya-, Kartini adalah subjek yang menemukan dirinya di atas puing-puing reruntuhan tradisi feodalisme hegemonik. Lantas diraihnya cahaya modernitas; menjadi manusia pembelajar bagi bangsanya.
Tak urung, “si anak durhaka” pada adat moyangnya ini adalah buah dari sintesa zaman. Dengan topangan semangat dan kesadaran untuk memahami, mencerna kemudian mengambil nilai-nilai baru dari pertemuan dua arus kebudayaan yang berbeda, demi kemajuan kebudayaan bangsanya. Pramudya Ananta Toer dalam Panggil Aku Kartini Saja, pernah menganalogikan begini: jika Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi adalah kunang-kunang di tengah malam gelap-gulita di rimba belantara yang hendak ditaklukkannya, Kartini merupakan obor dengan minyak pengetahuan dan pemikiran yang lebih masak dengan oktan yang lebih tinggi sebagai sesama gaba-gaba dalam sejarah kebudayaan Asia Tenggara.
*) Esais, pegiat buku, mahasiswa pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar