Jumat, 28 Mei 2010

Menyimak Tutupnya Majalah Pantau

Wisnu T Hanggoro
http://www.suaramerdeka.com/

MAJALAH Pantau berhenti terbit. Itulah siaran pers yang dikeluarkan direksi Institut Studi Arus Informasi (ISAI), Jakarta, 11 Februari 2003. Satu-satunya kata yang bisa dilontarkan untuk merespon siaran pers ini adalah: tragis.

Betapa tidak? Pantau adalah majalah kajian media dan jurnalisme yang kehadirannya di Indonesia bisa dibilang cukup spektakuler. Dari segi tampilan fisiknya, majalah ini tidaklah terlalu menarik mata masyarakat awam. Di rak sejumlah toko buku, ia diletakkan di tempat-tempat yang agak tersembunyi dan berhari-hari tetap ngendon di posisinya tanpa ada yang mencoba menyentuh ataupun membelinya.

Namun, di balik tampilan yang kurang menarik itu, selama dua tahun terbit Pantau ternyata telah menimbulkan pelbagai kontroversi di kalangan masyarakat media. Beberapa media raksasa seperti Kompas, Tempo ataupun Jawa Pos pernah diaduk-aduk "Jerohannya."Tak pelak para awak ataupun kontributor Pantau harus menerima pil pahit caci maki dari orang-orang media yang borok-boroknya dibeberkan di majalah ini.

Jurnalisme Sastrawi

Penerbitan Pantau sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari gerakan media-watch di sejumlah kota besar di Indonesia yang mulai marak sejak tahun 1999. Pada awal penerbitannya, majalah itu sebagai newsletter yang disajikan dalam dwi bahasa (Inggris & Indonesia) dan berisi melulu hasil kajian terhadap isi berita-berita (news) di sejumlah media nasional.

Bersama Pantau terbit pula Sendi (LSPS-Surabaya), Kupas (Kippas-Medan) dan Buletin Mediawatch (eLSIM-Makassar). Kalau sasaran kajian Pantau adalah berita-berita di media nasional, maka ketiga buletin yang disebut terakhir melakukan pantauan terhadap media di kawasan masing-masing.

Pantau mulai mengalami perubahan isi dan orientasi sejak Andreas Harsono, sekembali dari studinya di Harvard University, USA, mencoba mengambil alih pengelolaannya dari Veven Sp Wardhana.

Dalam pandangan Andreas, media yang perlu dipantau tidaklah semata-mata berita-berita yang disajikan surat kabar ataupun TV. Media-watch jauh lebih luas dari sekadar news-watch. Itulah sebabnya, rubrikasi Pantau "baru" di bawah kemudi Andreas lebih beragam isinya. Selain menampilkan kajian media, juga menyajikan isu lain yang dipandang masuk kategori media.

Yang cukup menonjol dari Pantau "baru" adalah genre jurnalisme yang ditampilkan. Andreas menyebutnya sebagai Jurnalisme Baru atau Jurnalisme Sastrawi. Jurnalisme di sini tidak semata-mata disajikan sebagaimana biasanya penulisan berita di kebanyakan surat kabar yang lebih mementingkan unsur informasi kepada pembaca. Di dalam jurnalisme sastrawi, informasi faktual diolah sedemikian rupa dan disajikan seperti laiknya karya sastra. Hanya saja, kalau suatu karya sastra disusun berdasarkan plot imajinasi pengarang, maka karya jurnalisme sastrawi mutlak harus bertumpu pada fakta objektif yang terjadi pada masyarakat.

Membaca tulisan-tulisan yang tersaji di Pantau "baru" memang tidak bisa disamakan dengan membaca berita media cetak pada umumnya. Para pebisnis atau orang-orang sibuk lainnya janganlah diharapkan punya waktu untuk membacanya.

Orang yang masih punya waktu atau mau menyempatkan diri membaca Pantau tentulah mereka yang bisa dikategorikan pembaca sastra atau orang-orang yang memang punya concern terhadap dunia media. Masalahnya, orang macam itu tidak banyak jumlahnya. Itu pun belum tentu punya uang ekstra untuk disisihkan membeli majalah tersebut.

Biaya Tinggi

Siapa pun tidak menyangkal bahwa tiap karya bermutu membutuhkan penanganan serius. Itu pun, selain harus dikerjakan oleh orang-orang yang capable, juga masih perlu didukung dengan dana yang memadai agar keunggulan mutu karya tersebut bisa dipertahankan atau bahkan terus ditingkatkan.

Dari segi materi, mutu majalah Pantau tidak diragukan lagi. Para kontributor yang mengisi majalah ini adalah penulis-penulis atau mantan wartawan andal yang rata-rata punya enerji ekstra. Sebut saja nama-nama M. Said Budairy, Agus Sopiann, Coen Husain Pontoh, Ignatius Haryanto, Budi Setiyono, dan lain-lain.

Selain penulis, Pantau juga menampilkan lukisan-lukisan bergaya surealis untuk cover depan dan belakang dalam yang diisi pelukis-pelukis macam Teguh Wiyatmo, Zulfirmansyah, I Wayan Wirawan, dan lain-lain.

Menyimak materi dan kualitas orang-orang yang menanganinya, penerbitannya merupakan kemewahan di dunia media. Untuk mendapatkan materi tersebut, manajemen harus mengeluarkan dana yang sangat tinggi. Para penulis biasanya mengajukan proposal mengenai topik yang akan ditulisnya. Bila disetujui, maka dia bisa mengklaim biaya operasional selama melakukan liputan, yang kadangkala bisa memakan waktu lebih dari sebulan. Itu pun masih ditambah honorarium yang cukup tinggi untuk terbitan di Indonesia.

Untuk sebuah tulisan yang panjangnya sampai 10.000 kata, penulis mendapat honorarium Rp 4 juta. Sedangkan lukisan-lukisan untuk cover, manajemen dibayar sampai Rp 1,5 juta. Begitu juga gambar-gambar kartun yang mayoritas diisi para kartunis Kokkang, Kendal, ataupun foto-foto yang menghiasi beberapa halaman Pantau, bayaran yang diterima para kontributornya barangkali bisa dikatakan tertinggi dibanding yang pernah mereka terima dari media lain.

Andreas memang punya alasan tersendiri mengenai tingginya honorarium tersebut. Baginya, Pantau perlu mengapresiasi jerih payah para kontributornya, yang rata-rata mengandalkan hidup mereka dari karya-karya tulis/lukis yang mereka hasilkan. Melalui bayaran yang memadai, para kontributor bisa lebih fokus dan profesional di dalam berkarya.

Problem Pemasaran

Yang nampaknya luput dari penanganan manajemen Pantau adalah faktor pemasaran majalah ini. Di dalam marketing theory, betapa pun tinggi kualitas suatu produk, bila tidak didukung kiat-kiat pemasaran yang jitu, secara tak terelakkan produk tersebut akan memenuhi gudang atau tempat-tempat penyimpanan barang, yang dalam perkembangannya justru akan menuntut biaya tambahan.

Manajemen Pantau bukannya tidak menyadari mengenai soal ini. Sejak awal perubahan kendali, manajemen baru sudah mencoba melakukan rekrutmen tenaga pemasaran. Yang jadi soal, tenaga andal yang diharapkan bisa memasarkan majalah ini ternyata tidak pernah bisa didapat.

Sejumlah toko buku memang dititipi untuk ikut menjual majalah ini secara konsinyasi. Namun pembaca yang mau membeli di toko buku ternyata sangat langka. Cara lain yang ditempuh adalah dengan bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar yang mau melanggankan wartawan di daerah operasi mereka. Namun perusahaan semacam ini tidak banyak jumlahnya. Wartawan di daerah operasi mereka yang dilanggankan pun juga bisa dihitung dengan jari. Alhasil, nasib Pantau tidak beda dengan sejumlah jurnal ilmiah nasional yang miskin pembeli ataupun pelanggan.

Kesulitan yang dihadapi jurnal ilmiah biasanya sudah diantisipasi para pengelolanya. Lembaga atau perguruan tinggi, yang menerbitkannya, menempatkan jurnal ilmiah sebagai pos rugi yang perlu disubsidi lembaga. Selain itu, untuk menjaga agar kerugian tidak terlampau besar, honorarium yang diberikan pada para penulis ataupun pengelola sangat rendah. Sejumlah lembaga ilmiah bahkan meminta para penulis untuk ikut memberi sumbangan dana agar naskahnya bisa dimuat di dalamnya.

Kondisi yang dialami jurnal ilmiah jelas sangat berbeda dari Pantau. Pasar yang ditembak Pantau adalah masyarakat umum yang concern terhadap dunia media massa dan jurnalisme. Untuk menggapai pasar tersebut ternyata Pantau harus tertatih-tatih kesulitan. Rendahnya pembaca tak pelak juga menyulitkan tenaga pemasar untuk mengundang masuknya iklan. Kendala inilah yang terus menggelinding dan meningkatkan pembengkaan problem keuangan Pantau.

Masa Depan Media-watch

Berakhirnya penerbitan Pantau tentu membuat segenap pembaca setianya sangat kehilangan. Bagi para pembaca tersebut, majalah itu telah memberikan benefit yang tiada ternilai. Melalui tulisan-tulisan yang disajikan mereka bisa melihat dapur lembaga-lembaga media yang selama ini tidak pernah terjamah pemberitaan. Melalui tulisan-tulisan itu pula mereka bisa mengenal lebih jauh sejumlah figur orang media yang selama ini hanya dikenal dari karyanya.

Pantau memang bukan karya otentik putera Indonesia. Genre yang dianut sudah lama dikenal publik Amerika melalui The New Yorker. Namun keseriusan para pengelola dan kontributor majalah ini di dalam berjurnalisme sungguh fenomenal. Mereka telah dengan baik menggabungkan kerja jurnalisme, media-watch dan aktivitas sastrawi. Terlepas dari lemahnya pemasaran, Pantau telah mengisi sejarah jurnalisme di negeri ini dengan pelbagai kisah sangat menarik.

Tutupnya tentu akan menimbulkan pertanyaan bagi segenap kalangan. Akankah dengan penutupan tersebut berarti berakhir pula gerakan media -watch yang selama ini mereka lakukan? Dalam siaran persnya, direksi Institut Studi Arus

Informasi mengatakan bahwa majalah bulanan tentang media dan jurnalisme Pantau dihentikan penerbitannya karena kesulitan keuangan walau ia akan tetap melakukan kegiatan pemantauan media lewat metode dan medium berbeda.

Disebutkan pula di sana bahwa Pantau lama yang terbit dalam bentuk newsletter akan dihidupkan kembali. Artinya, tutupnya Pantau sebenarnya cuma sekadar berakhirnya sebuah model atau cara memasyarakatkan media-watch. Ini tidak akan mematikan gerakan media-watch itu sendiri. Apalagi selain ISAI dan dan lembaga-lembaga yang menjadi anggota jaringannya, saat ini telah muncul lembaga-lembaga lain yang ikut meramaikan gerakan media-watch

Kehadiran mereka tentunya diiringi missi yang sama, yakni berpartisipasi dalam mewujudkan demokrasi dan kebebasan pers di tanah air. Missi yang mulia tentulah harus tetap ditegakkan, betapapun harus jatuh bangun secara menyakitkan.

-Wisnu T Hanggoro, Direktur Lembaga Studi Pers & Informasi ñ LeSPI).

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito