Wisnu T Hanggoro
http://www.suaramerdeka.com/
MAJALAH Pantau berhenti terbit. Itulah siaran pers yang dikeluarkan direksi Institut Studi Arus Informasi (ISAI), Jakarta, 11 Februari 2003. Satu-satunya kata yang bisa dilontarkan untuk merespon siaran pers ini adalah: tragis.
Betapa tidak? Pantau adalah majalah kajian media dan jurnalisme yang kehadirannya di Indonesia bisa dibilang cukup spektakuler. Dari segi tampilan fisiknya, majalah ini tidaklah terlalu menarik mata masyarakat awam. Di rak sejumlah toko buku, ia diletakkan di tempat-tempat yang agak tersembunyi dan berhari-hari tetap ngendon di posisinya tanpa ada yang mencoba menyentuh ataupun membelinya.
Namun, di balik tampilan yang kurang menarik itu, selama dua tahun terbit Pantau ternyata telah menimbulkan pelbagai kontroversi di kalangan masyarakat media. Beberapa media raksasa seperti Kompas, Tempo ataupun Jawa Pos pernah diaduk-aduk "Jerohannya."Tak pelak para awak ataupun kontributor Pantau harus menerima pil pahit caci maki dari orang-orang media yang borok-boroknya dibeberkan di majalah ini.
Jurnalisme Sastrawi
Penerbitan Pantau sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari gerakan media-watch di sejumlah kota besar di Indonesia yang mulai marak sejak tahun 1999. Pada awal penerbitannya, majalah itu sebagai newsletter yang disajikan dalam dwi bahasa (Inggris & Indonesia) dan berisi melulu hasil kajian terhadap isi berita-berita (news) di sejumlah media nasional.
Bersama Pantau terbit pula Sendi (LSPS-Surabaya), Kupas (Kippas-Medan) dan Buletin Mediawatch (eLSIM-Makassar). Kalau sasaran kajian Pantau adalah berita-berita di media nasional, maka ketiga buletin yang disebut terakhir melakukan pantauan terhadap media di kawasan masing-masing.
Pantau mulai mengalami perubahan isi dan orientasi sejak Andreas Harsono, sekembali dari studinya di Harvard University, USA, mencoba mengambil alih pengelolaannya dari Veven Sp Wardhana.
Dalam pandangan Andreas, media yang perlu dipantau tidaklah semata-mata berita-berita yang disajikan surat kabar ataupun TV. Media-watch jauh lebih luas dari sekadar news-watch. Itulah sebabnya, rubrikasi Pantau "baru" di bawah kemudi Andreas lebih beragam isinya. Selain menampilkan kajian media, juga menyajikan isu lain yang dipandang masuk kategori media.
Yang cukup menonjol dari Pantau "baru" adalah genre jurnalisme yang ditampilkan. Andreas menyebutnya sebagai Jurnalisme Baru atau Jurnalisme Sastrawi. Jurnalisme di sini tidak semata-mata disajikan sebagaimana biasanya penulisan berita di kebanyakan surat kabar yang lebih mementingkan unsur informasi kepada pembaca. Di dalam jurnalisme sastrawi, informasi faktual diolah sedemikian rupa dan disajikan seperti laiknya karya sastra. Hanya saja, kalau suatu karya sastra disusun berdasarkan plot imajinasi pengarang, maka karya jurnalisme sastrawi mutlak harus bertumpu pada fakta objektif yang terjadi pada masyarakat.
Membaca tulisan-tulisan yang tersaji di Pantau "baru" memang tidak bisa disamakan dengan membaca berita media cetak pada umumnya. Para pebisnis atau orang-orang sibuk lainnya janganlah diharapkan punya waktu untuk membacanya.
Orang yang masih punya waktu atau mau menyempatkan diri membaca Pantau tentulah mereka yang bisa dikategorikan pembaca sastra atau orang-orang yang memang punya concern terhadap dunia media. Masalahnya, orang macam itu tidak banyak jumlahnya. Itu pun belum tentu punya uang ekstra untuk disisihkan membeli majalah tersebut.
Biaya Tinggi
Siapa pun tidak menyangkal bahwa tiap karya bermutu membutuhkan penanganan serius. Itu pun, selain harus dikerjakan oleh orang-orang yang capable, juga masih perlu didukung dengan dana yang memadai agar keunggulan mutu karya tersebut bisa dipertahankan atau bahkan terus ditingkatkan.
Dari segi materi, mutu majalah Pantau tidak diragukan lagi. Para kontributor yang mengisi majalah ini adalah penulis-penulis atau mantan wartawan andal yang rata-rata punya enerji ekstra. Sebut saja nama-nama M. Said Budairy, Agus Sopiann, Coen Husain Pontoh, Ignatius Haryanto, Budi Setiyono, dan lain-lain.
Selain penulis, Pantau juga menampilkan lukisan-lukisan bergaya surealis untuk cover depan dan belakang dalam yang diisi pelukis-pelukis macam Teguh Wiyatmo, Zulfirmansyah, I Wayan Wirawan, dan lain-lain.
Menyimak materi dan kualitas orang-orang yang menanganinya, penerbitannya merupakan kemewahan di dunia media. Untuk mendapatkan materi tersebut, manajemen harus mengeluarkan dana yang sangat tinggi. Para penulis biasanya mengajukan proposal mengenai topik yang akan ditulisnya. Bila disetujui, maka dia bisa mengklaim biaya operasional selama melakukan liputan, yang kadangkala bisa memakan waktu lebih dari sebulan. Itu pun masih ditambah honorarium yang cukup tinggi untuk terbitan di Indonesia.
Untuk sebuah tulisan yang panjangnya sampai 10.000 kata, penulis mendapat honorarium Rp 4 juta. Sedangkan lukisan-lukisan untuk cover, manajemen dibayar sampai Rp 1,5 juta. Begitu juga gambar-gambar kartun yang mayoritas diisi para kartunis Kokkang, Kendal, ataupun foto-foto yang menghiasi beberapa halaman Pantau, bayaran yang diterima para kontributornya barangkali bisa dikatakan tertinggi dibanding yang pernah mereka terima dari media lain.
Andreas memang punya alasan tersendiri mengenai tingginya honorarium tersebut. Baginya, Pantau perlu mengapresiasi jerih payah para kontributornya, yang rata-rata mengandalkan hidup mereka dari karya-karya tulis/lukis yang mereka hasilkan. Melalui bayaran yang memadai, para kontributor bisa lebih fokus dan profesional di dalam berkarya.
Problem Pemasaran
Yang nampaknya luput dari penanganan manajemen Pantau adalah faktor pemasaran majalah ini. Di dalam marketing theory, betapa pun tinggi kualitas suatu produk, bila tidak didukung kiat-kiat pemasaran yang jitu, secara tak terelakkan produk tersebut akan memenuhi gudang atau tempat-tempat penyimpanan barang, yang dalam perkembangannya justru akan menuntut biaya tambahan.
Manajemen Pantau bukannya tidak menyadari mengenai soal ini. Sejak awal perubahan kendali, manajemen baru sudah mencoba melakukan rekrutmen tenaga pemasaran. Yang jadi soal, tenaga andal yang diharapkan bisa memasarkan majalah ini ternyata tidak pernah bisa didapat.
Sejumlah toko buku memang dititipi untuk ikut menjual majalah ini secara konsinyasi. Namun pembaca yang mau membeli di toko buku ternyata sangat langka. Cara lain yang ditempuh adalah dengan bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar yang mau melanggankan wartawan di daerah operasi mereka. Namun perusahaan semacam ini tidak banyak jumlahnya. Wartawan di daerah operasi mereka yang dilanggankan pun juga bisa dihitung dengan jari. Alhasil, nasib Pantau tidak beda dengan sejumlah jurnal ilmiah nasional yang miskin pembeli ataupun pelanggan.
Kesulitan yang dihadapi jurnal ilmiah biasanya sudah diantisipasi para pengelolanya. Lembaga atau perguruan tinggi, yang menerbitkannya, menempatkan jurnal ilmiah sebagai pos rugi yang perlu disubsidi lembaga. Selain itu, untuk menjaga agar kerugian tidak terlampau besar, honorarium yang diberikan pada para penulis ataupun pengelola sangat rendah. Sejumlah lembaga ilmiah bahkan meminta para penulis untuk ikut memberi sumbangan dana agar naskahnya bisa dimuat di dalamnya.
Kondisi yang dialami jurnal ilmiah jelas sangat berbeda dari Pantau. Pasar yang ditembak Pantau adalah masyarakat umum yang concern terhadap dunia media massa dan jurnalisme. Untuk menggapai pasar tersebut ternyata Pantau harus tertatih-tatih kesulitan. Rendahnya pembaca tak pelak juga menyulitkan tenaga pemasar untuk mengundang masuknya iklan. Kendala inilah yang terus menggelinding dan meningkatkan pembengkaan problem keuangan Pantau.
Masa Depan Media-watch
Berakhirnya penerbitan Pantau tentu membuat segenap pembaca setianya sangat kehilangan. Bagi para pembaca tersebut, majalah itu telah memberikan benefit yang tiada ternilai. Melalui tulisan-tulisan yang disajikan mereka bisa melihat dapur lembaga-lembaga media yang selama ini tidak pernah terjamah pemberitaan. Melalui tulisan-tulisan itu pula mereka bisa mengenal lebih jauh sejumlah figur orang media yang selama ini hanya dikenal dari karyanya.
Pantau memang bukan karya otentik putera Indonesia. Genre yang dianut sudah lama dikenal publik Amerika melalui The New Yorker. Namun keseriusan para pengelola dan kontributor majalah ini di dalam berjurnalisme sungguh fenomenal. Mereka telah dengan baik menggabungkan kerja jurnalisme, media-watch dan aktivitas sastrawi. Terlepas dari lemahnya pemasaran, Pantau telah mengisi sejarah jurnalisme di negeri ini dengan pelbagai kisah sangat menarik.
Tutupnya tentu akan menimbulkan pertanyaan bagi segenap kalangan. Akankah dengan penutupan tersebut berarti berakhir pula gerakan media -watch yang selama ini mereka lakukan? Dalam siaran persnya, direksi Institut Studi Arus
Informasi mengatakan bahwa majalah bulanan tentang media dan jurnalisme Pantau dihentikan penerbitannya karena kesulitan keuangan walau ia akan tetap melakukan kegiatan pemantauan media lewat metode dan medium berbeda.
Disebutkan pula di sana bahwa Pantau lama yang terbit dalam bentuk newsletter akan dihidupkan kembali. Artinya, tutupnya Pantau sebenarnya cuma sekadar berakhirnya sebuah model atau cara memasyarakatkan media-watch. Ini tidak akan mematikan gerakan media-watch itu sendiri. Apalagi selain ISAI dan dan lembaga-lembaga yang menjadi anggota jaringannya, saat ini telah muncul lembaga-lembaga lain yang ikut meramaikan gerakan media-watch
Kehadiran mereka tentunya diiringi missi yang sama, yakni berpartisipasi dalam mewujudkan demokrasi dan kebebasan pers di tanah air. Missi yang mulia tentulah harus tetap ditegakkan, betapapun harus jatuh bangun secara menyakitkan.
-Wisnu T Hanggoro, Direktur Lembaga Studi Pers & Informasi ñ LeSPI).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar