Rabu, 14 April 2010

ESAIS, TUKANG CERITA, HINGGA KRITIK SASTRA

Fahrudin Nasrulloh
http://www.sastra-indonesia.com/

Pada mulanya esai diikhtiarkan sebagai karangan tak begitu panjang, kadang bernuansa prosa, yang menyoal hal ihwal dari telusur pandang tertentu dan subyektivitas esais secara bebas (bandingkan: Ensiklopedia Britanika). Proposisi ini kemudian bergulir ke ranah estetik dunia kepenulisan lain bahwa esai “seolah” prosa, atau dimensi yogabasa (istilah Rendra dalam gagasan proses kreatif) sebagai “bagian” dari prosa. Atau penjabaran serebral pemikiran puitik dari puisi jika hal ini dianggap sebagai perjumpaan yang absah.

Apabila persepsi ini ditimbang-lanjutkan, esai dapatlah disejajarkan atau dikategorikan sebagai genre sastra tertentu; sebagaimana prosa, puisi, catatan harian, ataupun (oto)biografi. Kita pun dapat menemui dan mencermati pada sejumlah esais terkemuka kita seperti — sekedar contoh — pada esai-esai Soekarno, Hatta, Sjahrir, Goenawan Mohamad, Ahmad Wahib, Umar Kayam, Ong Hok Ham, Emha Ainun Nadjib, Sindhunata, sampai Nirwan Dewanto atau Nirwan Ahmad Arsuka.

Ulasan secara spesifik perihal esai dapat kita susuri, misalnya, lewat tulisan “Esai tentang Esai”-nya Arief Budiman (majalah Horison, 1/1, 1966); “Esai: Godaan Subyektivitas”-nya Ignas Kleden (dalam Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan terbitan Grafiti: Jakarta, 2004), atau “Membaca Esai”-nya Sapardi Djoko Damono (Jurnal Cipta, 2007). Bahkan, lebih lawas lagi, kita dapat menelisik esai-esai Montaigne (1533-1592), atau Walter Benjamin (1892-1940). Penulis yang terakhir disebut ini pernah menulis esai bertajuk, “Tukang Cerita: Renungan tentang Karya-karya Nikolai Leskov”. Tulisan ini dipandang Frank Kermode sebagai The Great Essays on Leskov, dan Peter Brooks menilai esai tersebut setaraf dengan karya penulis lain seperti Sigmund Freud dan Roland Barthes. Esai-esai Benjamin ini terkumpul dalam Illumination, Essays and Reflections yang terbit 1969 di New York.

Benjamin membabarkan ihwal karya penulis Leskov dari Rusia tersebut. Esai ihwal Leskov ini mulai dikaji ulang dan diperhitungkan 30 tahun kemudian setelah Benjamin mati bunuh diri pada 1960 di Jerman. Keunikan esai “Tukang Cerita” terletak pada kepusparagaman metafora, kembangan gagasan yang jenius dan alami, serta mendedahkan kelokan “pemikiran puitis” — meminjam istilah Octavio Paz — yang mengharukan sekaligus merangsang gairah kreatif pembaca untuk bertadabur terhadap apa yang didiskusikannya.

Tercerabutnya hasrat menulis dengan gaya bercerita secara tulus tentang kehidupan bahkan keseharian (semisal dalam aras sosial, budaya, atau keagamaan), juga lunturnya kemampuan bertukar-tangkap dengan pengalaman secara murni mengisyaratkan pada kita, tegas Benjamin, bahwa seni bercerita dalam menulis esai sedang “mendekati ajalnya” (atau sudah mati?).

Sebab tulisan — yang lazimnya ilmiah akademik — yang melulu berbalur dan terkungkung oleh data-data referensial semata dalam kajian posmodernisme sudah dianggap usang, meski dari segi kemanfaatan tetap dihargai dan bermanfaat di segala bidang kajian. Karena itu kajian ilmiah akdemis hingga “cultural studies” yang bersifat etnografis nyata-nyata telah malih menjadi mazhab tersendiri. Semisal pada lelaku penelitian-penelitian Cliffordz Geertz, Malinowski, sampai tulisan “adventurous” V. Surajprasad Naipaul dalam Among the Believers: An Islamic Journey (Alfred A. Knopf: New York, 1981). Beranjak dari paparan ini, Will Derks menganggap esai yang baik — pun tidak sekadar pada tingkatan melampaui batas kesadaran referensial — sebagai genre sastra yang berada di antara ilmu pengetahuan dan puisi.

Karenanya, spirit ide di kedalaman esai merupakan wedaran diskursif dengan piranti ilmiah dan bahan dasar “daur ulang pengetahuan” dari warisan kebudayaan manusia sampai yang tersilam sekalipun. Klaim akan “something here and something there” sebagai “yang Lain” dan bersifat estetik yang ditabalkan berharga bagi manusia (dan seni itu sendiri) pada batas tertentu adalah secebis cetusan untuk merancang ulang “citra” baru dari budaya atau seni yang dibayangkan itu.

Dari sini tukang esai yang sekaligus memiliki kepiawaian sebagai tukang cerita: ia menulis dengan kesadaran intelektual-alaminya secara maksimal mengintrusi “tata kognisi yang logis” dalam menghayati dan melakoni suatu karya bahasa, bukan sekadar “kesempurnaan logis” seperti yang disorongkan Max Weber. Di dalamnya kesadaran murni mencerna realitas dengan sejernih mungkin, keteraturan harmoni-kosmos pikiran, baik yang luput maupun yang tertangkap darinya; pada akhirnya mampu menghasilkan esai yang bisa diresap-renungi bobot dan keindahannya.

Esai barangkali pula adalah remah terkecil tapi gamblang dari puisi yang memang diniatkan berlarat-larat dari segi bentuk, penjelasan, dan gaya berceritanya. Kendati esais lumrahnya tak menyimpulkan gagasan. Ia menulis dengan kecermatan juga penghayatan akan gerak-gerik juga keluwesan pengungkapan bahasanya, dan pemikiran puitik di kedalamannya menjadi spirit yang menggerakkannya.

Sebagai misal, kita bisa menengok esai-esai Goenawan Mohamad, terkhusus dalam Catatan Pinggir. Membaca Catatan Pinggir ibarat menonton ragam epos manusia yang maha panjang, katalogus bercecabang yang seolah menampung kronik manusia (meski tak seluruhnya) yang ditulis secara piawai, menghanyutkan, ambigu, terkadang nylekit tapi kontemplatif dari seabrek persoalan mulai dari yang remeh-temeh hingga yang kontroversial. Sejumlah pemikir semisal William R. Liddle, Ignas Kleden, atau Haidar Baqir (baca: Catatan Pinggir 6, terbitan Pusat Data Analisa Tempo: Jakarta, 2006) juga pernah turut mengapresiasi penulis yang juga wartawan dan penyair ini. Tentang esai-esai GM, Haidar Baqir menyebut, “Esai adalah puisi yang kurang surealis, lebih kompromis dengan keruntutan alur dan sistemik, lebih telaten berargumentasi, dan — sampai batas tertentu — lebih teleologis. Dengan kata lain, lebih konvensional. Selebihnya, esai adalah puisi.”

Memang esai GM — meminjam Heidegger (dalam The Thinker as Poet) — bergerak dan bersenandung, “mengakar dari Ada dan mengarung ke lubuk kebenarannya.” Terasa bagai olah fikir dengan balutan renik peristiwa kehidupan yang ditulis secara puitik. Mengalun seperti lirik dan denting musik The Soft Parade (The Doors), atau Journey to Transylvania (film: Van Helsing), atau The Lonely Sheperd (film: Kill Bill). Saya cuplikkan paragraf pembuka dari esai GM berjudul U.K. (majalah Tempo, 24 Maret 2002) berikut: “Orang-orang bertanya, hari itu, di dekat makam Umar Kayam yang baru diuruk di pekuburan Karet, setelah kembang mawar ditaburkan, setelah doa selesai, setelah mereka yang datang berbela sungkawa satu demi satu pulang, setelah jenazah itu ditinggalkan dan berangsur-angsur digantikan dengan kenangan: apa yang ditinggalkan penulis Seribu Kunang-Kunang di Manhattan ini? Saya tidak bisa segera menjawab, karena kalimat apa pun terlampau pendek. Sementara hari bertambah petang saya berjalan meninggalkan Tempat Pemakaman itu, dan yang saya ingat – dan yang kemudian ingin saya sebutkan – adalah sebuah deretan: Madame Slitz. Tatum. Cybill. Bawuk. Sri Sumarah. Marno. Mister Rigen. Nansiyem. Beni Prakoso. Dr. Legowo Prasojo. Lantip….”

Barangkali GM hanyalah contoh dari banyak esais Indonesia yang memilih laku “yogabasa” dengan menggunakan gaya “Tukang Cerita” Benjamin. Artinya, gaya kepenulisan esai dengan spirit bercerita dapat dilakukan oleh siapa pun. Terlebih bagi pengkaji sastra atau kritikus sastra. Bahwa kritik sastra sampai saat ini nyata-nyata tak berperan optimal sebab; pertama, banjirnya karya sastra yang berakibat telaah dan pemetaan perkembangan sastra dari waktu ke waktu menjadi mustahil dilakukan. Atau memang tak adanya karya sastra yang bermutu yang layak dikaji secara diskursif. Dan alibi yang terakhir ini kerap dijadikan kambing hitam. Susah sudah menemukan sosok HB Yassin dengan dedikasi pendokumentasian sastranya, meski di lingkup Jakarta. Atau dokumentasi sastra Ragil Suwarno Pragolapati pada tahun 70-an (zaman Persada Studi Klub) di Yogyakarta yang kini sudah sulit dilacak keberadaannya.

Kedua, gagasan Benjamin tersebut bisa dijadikan inspirasi bagi esais (dengan kreativitas masing-masing) untuk membangkitkan matinya kritik sastra selama ini. Jika Budi Darma menyebut kritik sastra sebagai seni. Maka literary criticism, serta deretan istilah lain yang mendampinginya: literary study, literary theory, critical theory (Kompas, Minggu 8 Juni 2003), bagi saya, akan mernyingkapkan sekian celah kemungkinan yang lebih luas terhadap kritikus sastra yang “berjiwa seni” agar dapat dengan bebas mengeksplorasi kemampuan menulis mereka tanpa harus terjerat dalam keketatan akademik literary criticism yang ada selama ini.

Ketika esai yang dibayangkan tersebut (seperti dilukiskan Benjamin dan Will Derk) menjadi bagian penting dari sastra kita (sebagaimana yang diharapkan oleh Sapardi Djoko Damono dalam Jurnal Cipta, 2007), tentu, dari sana diharapkan terlahir esais-esais — bukan epigon — yang dapat menyegarkan dan memberikan perubahan terhadap dinamika dunia kesusastraan kita kini dan mendatang.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito