Selasa, 02 Februari 2010

ANAK-ANAK SRIGUNTING

Haris del Hakim

Angin awal musim hujan itu menjatuhkan empat anak burung Srigunting dari sarangnya. Sepasang induknya merasa khawatir, namun sayap mereka terlalu rapuh mengangkat sarang beserta anaknya untuk kembali ke dahan.

Induk jantan terbang rendah ke bawah, hinggap di bibir sarang, kemudian mengembangkan sayap untuk melindungi anaknya dari hujan, sebentar kemudian ia hinggap di dahan di samping induk betina.

“Mengapa kamu kembali?” tanya Srigunting betina.
“Aku kedinginan,” jawab Srigunting jantan. “Sayapku hampir membeku menadahi rintik hujan.’

“Ah, kamu memang egois. Tidak punya kasih sayang terhadap anak sendiri.”

Kemudian Srigunting betina terbang ke bawah dan berbuat seperti Srigunting Jantan. Tidak lama kemudian dia kembali ke samping Srigunting jantan.

“Mengapa kamu kembali?” tanya Srigunting jantan.
“Keadaan anak-anak tidak seperti yang kubayangkan. Tubuh mereka membeku dan paruhnya pucat. Aku tidak yakin mereka bisa bertahan hidup?”

“Seharusnya kamu tetap di sana dan tidak meninggalkan mereka kedinginan,” kata Srigunting jantan menyindir.
“Anakku tidak butuh belas kasihan!” jawab Srigunting betina ketus.
***

Empat ekor anak Srigunting saling merekatkan sayap untuk menghangatkan tubuh. Rintik hujan dan udara dingin seakan bersekutu menyerbu mereka. Anak Srigunting pertama berkata dengan paruh menggigil, ”Orang tua kita keterlaluan. Mereka hanya menjenguk kita lalu kembali bermesraan di sana.”

Anak Srigunting kedua menimpali dengan paruh yang tak kalah menggigil, “Mereka melihat kita sekadar membuktikan kita masih bertahan hidup.”

“Jangan berprasangka buruk!” tukas anak Srigunting keempat. Paruhnya segera mengatup karena takut bertambah dingin

“Berprasangka buruk bagaimana?” tanya anak Srigunting kedua dengan paruh bergetar. “Kita menyaksikan sendiri apa yang mereka lakukan terhadap keadaan kita yang kedinginan seperti ini.”

“Ya,” sambung anak Srigunting pertama. “Kita seperti bukan anak mereka.”
“Bungsu, bicaralah,” kata anak Srigunting ketiga kepada adiknya.
“Apa yang harus kukatakan?” jawab anak Srigunting bungsu menahan dingin.

“Bicaralah apa saja tentang orang tua kita!”
“Aku tidak mau berkata apa-apa tentang mereka.”
“Mengapa?”

Anak Srigunting pertama dan kedua terperangah mendengar tanggapan adik bungsu mereka yang bernada dingin. “Mereka sibuk dengan urusannya sendiri.”

Anak Srigunting pertama dan kedua bersorak, karena merasa memiliki satu lagi pendukung. Mereka berdua segera meledek saudara ketiga yang tidak berpendukung. Udara yang dingin menjadi sedikit hangat. Kelenjar penghasil sel penghangat tubuh bekerja seirama emosi mereka. Tiga anak Srigunting mengutuk induk mereka melalui saudaranya sendiri. Caci maki dan cemooh seperti menjelma bulu tebal yang menghangatkan badan dan menyingkirkan dingin jauh-jauh.
***

Hujan telah reda. Keempat anak Srigunting masih berkicau. Kedua induknya sesekali terbang rendah mengawasi mereka. Seorang anak berseragam sekolah sedang naik becak sambil berbicara melalui handphone keluaran terbaru. Dia cekikikan dan berkali-kali tertawa renyah. Sementara tukang becak berkali-kali mengusap keringat pada dahinya yang kedinginan.

“Berhenti sebentar,” kata anak berseragam sekolah itu. Tukang becak gelagapan menginjak rem. Anak itu melompat dari becak tanpa merasa berdosa dan mematikan handphone-nya.

Langkah kaki kecil yang bersih itu bersicepat ke sarang burung Srigunting yang jatuh karena hujan. Dia bersiul-siul riang mendapat hadiah besar.
***

Srigunting jantan berkata pada Srigunting betina,”Anak-anak kita senang dengan sarang baru itu.”

“Kamu saja yang menganggap mereka senang,” jawab istrinya. “Anak bungsu kita masih tetap kurus.”

“Dia memang lain dari saudaranya. Dia sangat sulit menyesuaikan diri dengan keadaan baru.”

“Dia punya prinsip sendiri. Dan aku juga yakin dia paling menyintai kita.”
“Kamu yakin yang lain telah melupakan kita?”
“Setidaknya terhadapku yang mengerami cangkang mereka selama berhari-hari.”
“Baiklah kita coba.”
***

Anak-anak Srigunting sedang bercengkerama dalam sangkar berukuran 2x2 meter. Anak Srigunting pertama telah berbadan gemuk, sehingga sulit terbang dengan lincah. Dia tiba-tiba berteriak yang membuat kaget ketiga saudaranya.

“Ada apa?” tanya anak Srigunting ketiga.
“Aku mendengar kicau induk kita.”

Keempat anak Srigunting itu memasang telinga baik-baik. Tidak berapa lama mereka melihat kelebat burung Srigunting betina di atas sangkar mereka.

“Itu induk kita,” kata anak Srigunting kedua.
“Husst! Jangan bicara sembarangan,” bentak anak Srigunting ketiga.
“Ya,” imbuh anak Srigunting pertama. “Siapa tahu dia adalah burung Srigunting lain yang sedang kehilangan anak-anaknya.”

“Siapa yang masih ingat wajah induk kita?” tanya anak Srigunting bungsu. “Aku sendiri sudah lupa.”

“Aku juga,” jawab tiga anak Srigunting yang lain hampir bersamaan.
“Kalau begitu kita tidak perlu menghiraukannya,” putus anak Srigunting kedua. “Bukankah repot akibatnya bila kita menganggap induk pada Srigunting yang bukan induk kita?”
Ketiga saudaranya mengiyakan pertanyaan itu.
***

“Bagaimana?” tanya Srigunting jantan pada istrinya. Ia merasa kasihan menyaksikan istrinya berkali-kali berkelebat di atas sangkar anaknya, namun tidak ada tanggapan sedikit pun. Ia sendiri sudah lelah berkali-kali berkelebat sejak kemarin.

“Mereka belum mengenali kita,” kata istrinya.
“Aku menjadi ragu, apakah mereka benar-benar anak kita atau bukan. Apakah kamu yakin mereka adalah anak-anak kita?”

“Aku yakin sekali. Kamu masih ingat wajah anak kecil yang memungut sarang dan anak-anak kita? Tadi pagi aku melihat dia keluar dari rumah itu.”

“Bukti itu saja belum cukup.”
“Kamu masih ingat ranting-ranting yang kita ambil dari sarang Manyar dan Emprit? Aku melihat masih ada beberapa lembar di sangkar itu.”

“Baiklah, aku sedikit percaya. Tetapi, mengapa kamu tidak bicara langsung dengan mereka?”

“Kamu sendiri tahu, mereka tidak menghiraukan keberadaan kita. Aku sudah berkali-kali berkelebat dan berkicau seperti dirimu kemarin, tetapi mereka tidak kunjung menyahutiku.”
***

“Apakah kalian tidak merasa aneh?” tanya anak Srigunting ketiga. “Sudah empat hari ini dua ekor Srigunting itu berkelebat berkali-kali di atas sarang kita.”

“Kamu salah lihat. Mereka tentu bukan burung yang sama,” kata anak Srigunting kedua.

“Siapa bilang mereka burung Srigunting yang berbeda. Lihat ekornya yang terpotong separuh!”

“Barangkali mereka ingin berkenalan dengan kita?” tanya anak Srigunting pertama coba mengalihkan pembicaraan.

“Barangkali benar kalau mereka itu induk kita, seperti yang kamu katakan beberapa hari yang lalu,” kata Srigunting ketiga pada Srigunting kedua.

“Aku masih belum percaya,” jawab anak Srigunting bungsu. “Kalau benar mereka berdua adalah induk kita, tentu mereka tidak sekadar berkelebat di atas rumah kita ini. Mereka pasti tidak enggan untuk turun lebih dekat kemudian menanyakan keadaan kita atau paruh mereka mencium paruh kita.”

“Mereka takut dimasukkan sangkar bersama kita.”
“Bukan takut, tetapi malu.”
“Malu kepada siapa?”
***

“Kita di sini sudah hampir seminggu. Kita berkelebat-kelebat terus sepanjang hari, namun tidak ada hasilnya,” kata Srigunting betina pada suaminya.

“Kamu sudah putus asa?” tanya Srigunting jantan.
“Tidak. Aku hanya bosan dengan cara kita. Bagaimana kalau kita tidak sekadar berkelebat, tetapi lebih mendekat ke arah mereka.”

“Itu berbahaya, karena kita bisa ditangkap dan dipenjara oleh tuan rumahnya. Aku sudah jenuh menghabiskan tiga setengah tahun usiaku dalam sangkar itu. Lagi pula, tidak sepantasnya seekor induk mengiba-iba untuk diakui sebagai induk oleh anaknya. Biarlah mereka melalaikan kita, tetapi kita tidak pernah melupakan mereka. Lebih penting dari itu, mereka yang harus tahu etika seekor anak burung terhadap induknya.”

“Jangan hanya bisa menganggap mereka keliru. Kita sendiri tidak pernah mengajarkan etika seekor anak Srigunting terhadap induknya.”
“Mereka harus belajar sendiri!”

Kedua Srigunting itu terus berbantah-bantahan hampir seharian. Pada hari itu mereka tidak sekali pun berkelebat ke sangkar anak-anak mereka. Ketika senja hampir berubah menjadi gelap, mereka pulang sendiri-sendiri tanpa perjanjian apakah akan kembali lagi keesokan harinya.
***

“Sepasang Srigunting itu sudah pergi,” kata anak Srigunting bungsu.
“Dari mana kamu tahu mereka benar-benar pergi?” tanya anak Srigunting pertama.

“Sejak kemarin aku tidak melihat mereka berkelebat.”
“Mungkin mereka bersembunyi,” kata anak Srigunting ketiga.

Keempat anak Srigunting itu memasang mata dan telinga dengan awas. Sesekali saja mereka bergerak dari dahan buatan untuk sekadar menghilangkan lelah dan bosan.
***

Dua ekor Srigunting hinggap di dahan. Mereka saling berjauhan dan membelakangi arah. Srigunting betina di sebelah selatan menghadap ke timur, sedangkan Srigunting jantan di sebelah utara menghadap ke barat. Mereka tidak lagi berkelebat atau berkicau seperti beberapa hari yang lalu.

Sementara itu, beberapa meter dari sangkar terlihat seorang anak kecil sedang bermain game dalam handphone. Di sampingnya seorang separuh baya asik membaca koran. Sesekali dia membenahi kacamatanya. Lelaki itu membenarkan letak kacamatanya kemudian berdiri.

“Kukira itu Srigunting peliharaanku. Tidak salah lagi, itu adalah Srigunting yang lepas enam bulan yang lalu. Rupanya dia sudah pulang?” katanya heran.

Anak kecil itu menghentikan permainannya dan melihat ke arah Srigunting yang dimaksud oleh bapaknya.

“Kamu masih ingat dengan Srigunting kita, bukan?” tanya Lelaki setengah baya itu pada anaknya. “Ekornya yang terpotong itu digunting oleh ibumu agar tidak tertukar dengan Srigunting yang lain.”

Anak kecil itu mengawasi Srigunting di atas dahan sambil mengingat-ingat sesuatu. Lelaki setengah baya sudah tidak tahan melihat kelambanan anaknya dan menyuruhnya bersicepat untuk menangkap Srigunting yang ekornya terpotong.***

Surabaya, agustus 2006

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito