Haris del Hakim
Angin awal musim hujan itu menjatuhkan empat anak burung Srigunting dari sarangnya. Sepasang induknya merasa khawatir, namun sayap mereka terlalu rapuh mengangkat sarang beserta anaknya untuk kembali ke dahan.
Induk jantan terbang rendah ke bawah, hinggap di bibir sarang, kemudian mengembangkan sayap untuk melindungi anaknya dari hujan, sebentar kemudian ia hinggap di dahan di samping induk betina.
“Mengapa kamu kembali?” tanya Srigunting betina.
“Aku kedinginan,” jawab Srigunting jantan. “Sayapku hampir membeku menadahi rintik hujan.’
“Ah, kamu memang egois. Tidak punya kasih sayang terhadap anak sendiri.”
Kemudian Srigunting betina terbang ke bawah dan berbuat seperti Srigunting Jantan. Tidak lama kemudian dia kembali ke samping Srigunting jantan.
“Mengapa kamu kembali?” tanya Srigunting jantan.
“Keadaan anak-anak tidak seperti yang kubayangkan. Tubuh mereka membeku dan paruhnya pucat. Aku tidak yakin mereka bisa bertahan hidup?”
“Seharusnya kamu tetap di sana dan tidak meninggalkan mereka kedinginan,” kata Srigunting jantan menyindir.
“Anakku tidak butuh belas kasihan!” jawab Srigunting betina ketus.
***
Empat ekor anak Srigunting saling merekatkan sayap untuk menghangatkan tubuh. Rintik hujan dan udara dingin seakan bersekutu menyerbu mereka. Anak Srigunting pertama berkata dengan paruh menggigil, ”Orang tua kita keterlaluan. Mereka hanya menjenguk kita lalu kembali bermesraan di sana.”
Anak Srigunting kedua menimpali dengan paruh yang tak kalah menggigil, “Mereka melihat kita sekadar membuktikan kita masih bertahan hidup.”
“Jangan berprasangka buruk!” tukas anak Srigunting keempat. Paruhnya segera mengatup karena takut bertambah dingin
“Berprasangka buruk bagaimana?” tanya anak Srigunting kedua dengan paruh bergetar. “Kita menyaksikan sendiri apa yang mereka lakukan terhadap keadaan kita yang kedinginan seperti ini.”
“Ya,” sambung anak Srigunting pertama. “Kita seperti bukan anak mereka.”
“Bungsu, bicaralah,” kata anak Srigunting ketiga kepada adiknya.
“Apa yang harus kukatakan?” jawab anak Srigunting bungsu menahan dingin.
“Bicaralah apa saja tentang orang tua kita!”
“Aku tidak mau berkata apa-apa tentang mereka.”
“Mengapa?”
Anak Srigunting pertama dan kedua terperangah mendengar tanggapan adik bungsu mereka yang bernada dingin. “Mereka sibuk dengan urusannya sendiri.”
Anak Srigunting pertama dan kedua bersorak, karena merasa memiliki satu lagi pendukung. Mereka berdua segera meledek saudara ketiga yang tidak berpendukung. Udara yang dingin menjadi sedikit hangat. Kelenjar penghasil sel penghangat tubuh bekerja seirama emosi mereka. Tiga anak Srigunting mengutuk induk mereka melalui saudaranya sendiri. Caci maki dan cemooh seperti menjelma bulu tebal yang menghangatkan badan dan menyingkirkan dingin jauh-jauh.
***
Hujan telah reda. Keempat anak Srigunting masih berkicau. Kedua induknya sesekali terbang rendah mengawasi mereka. Seorang anak berseragam sekolah sedang naik becak sambil berbicara melalui handphone keluaran terbaru. Dia cekikikan dan berkali-kali tertawa renyah. Sementara tukang becak berkali-kali mengusap keringat pada dahinya yang kedinginan.
“Berhenti sebentar,” kata anak berseragam sekolah itu. Tukang becak gelagapan menginjak rem. Anak itu melompat dari becak tanpa merasa berdosa dan mematikan handphone-nya.
Langkah kaki kecil yang bersih itu bersicepat ke sarang burung Srigunting yang jatuh karena hujan. Dia bersiul-siul riang mendapat hadiah besar.
***
Srigunting jantan berkata pada Srigunting betina,”Anak-anak kita senang dengan sarang baru itu.”
“Kamu saja yang menganggap mereka senang,” jawab istrinya. “Anak bungsu kita masih tetap kurus.”
“Dia memang lain dari saudaranya. Dia sangat sulit menyesuaikan diri dengan keadaan baru.”
“Dia punya prinsip sendiri. Dan aku juga yakin dia paling menyintai kita.”
“Kamu yakin yang lain telah melupakan kita?”
“Setidaknya terhadapku yang mengerami cangkang mereka selama berhari-hari.”
“Baiklah kita coba.”
***
Anak-anak Srigunting sedang bercengkerama dalam sangkar berukuran 2x2 meter. Anak Srigunting pertama telah berbadan gemuk, sehingga sulit terbang dengan lincah. Dia tiba-tiba berteriak yang membuat kaget ketiga saudaranya.
“Ada apa?” tanya anak Srigunting ketiga.
“Aku mendengar kicau induk kita.”
Keempat anak Srigunting itu memasang telinga baik-baik. Tidak berapa lama mereka melihat kelebat burung Srigunting betina di atas sangkar mereka.
“Itu induk kita,” kata anak Srigunting kedua.
“Husst! Jangan bicara sembarangan,” bentak anak Srigunting ketiga.
“Ya,” imbuh anak Srigunting pertama. “Siapa tahu dia adalah burung Srigunting lain yang sedang kehilangan anak-anaknya.”
“Siapa yang masih ingat wajah induk kita?” tanya anak Srigunting bungsu. “Aku sendiri sudah lupa.”
“Aku juga,” jawab tiga anak Srigunting yang lain hampir bersamaan.
“Kalau begitu kita tidak perlu menghiraukannya,” putus anak Srigunting kedua. “Bukankah repot akibatnya bila kita menganggap induk pada Srigunting yang bukan induk kita?”
Ketiga saudaranya mengiyakan pertanyaan itu.
***
“Bagaimana?” tanya Srigunting jantan pada istrinya. Ia merasa kasihan menyaksikan istrinya berkali-kali berkelebat di atas sangkar anaknya, namun tidak ada tanggapan sedikit pun. Ia sendiri sudah lelah berkali-kali berkelebat sejak kemarin.
“Mereka belum mengenali kita,” kata istrinya.
“Aku menjadi ragu, apakah mereka benar-benar anak kita atau bukan. Apakah kamu yakin mereka adalah anak-anak kita?”
“Aku yakin sekali. Kamu masih ingat wajah anak kecil yang memungut sarang dan anak-anak kita? Tadi pagi aku melihat dia keluar dari rumah itu.”
“Bukti itu saja belum cukup.”
“Kamu masih ingat ranting-ranting yang kita ambil dari sarang Manyar dan Emprit? Aku melihat masih ada beberapa lembar di sangkar itu.”
“Baiklah, aku sedikit percaya. Tetapi, mengapa kamu tidak bicara langsung dengan mereka?”
“Kamu sendiri tahu, mereka tidak menghiraukan keberadaan kita. Aku sudah berkali-kali berkelebat dan berkicau seperti dirimu kemarin, tetapi mereka tidak kunjung menyahutiku.”
***
“Apakah kalian tidak merasa aneh?” tanya anak Srigunting ketiga. “Sudah empat hari ini dua ekor Srigunting itu berkelebat berkali-kali di atas sarang kita.”
“Kamu salah lihat. Mereka tentu bukan burung yang sama,” kata anak Srigunting kedua.
“Siapa bilang mereka burung Srigunting yang berbeda. Lihat ekornya yang terpotong separuh!”
“Barangkali mereka ingin berkenalan dengan kita?” tanya anak Srigunting pertama coba mengalihkan pembicaraan.
“Barangkali benar kalau mereka itu induk kita, seperti yang kamu katakan beberapa hari yang lalu,” kata Srigunting ketiga pada Srigunting kedua.
“Aku masih belum percaya,” jawab anak Srigunting bungsu. “Kalau benar mereka berdua adalah induk kita, tentu mereka tidak sekadar berkelebat di atas rumah kita ini. Mereka pasti tidak enggan untuk turun lebih dekat kemudian menanyakan keadaan kita atau paruh mereka mencium paruh kita.”
“Mereka takut dimasukkan sangkar bersama kita.”
“Bukan takut, tetapi malu.”
“Malu kepada siapa?”
***
“Kita di sini sudah hampir seminggu. Kita berkelebat-kelebat terus sepanjang hari, namun tidak ada hasilnya,” kata Srigunting betina pada suaminya.
“Kamu sudah putus asa?” tanya Srigunting jantan.
“Tidak. Aku hanya bosan dengan cara kita. Bagaimana kalau kita tidak sekadar berkelebat, tetapi lebih mendekat ke arah mereka.”
“Itu berbahaya, karena kita bisa ditangkap dan dipenjara oleh tuan rumahnya. Aku sudah jenuh menghabiskan tiga setengah tahun usiaku dalam sangkar itu. Lagi pula, tidak sepantasnya seekor induk mengiba-iba untuk diakui sebagai induk oleh anaknya. Biarlah mereka melalaikan kita, tetapi kita tidak pernah melupakan mereka. Lebih penting dari itu, mereka yang harus tahu etika seekor anak burung terhadap induknya.”
“Jangan hanya bisa menganggap mereka keliru. Kita sendiri tidak pernah mengajarkan etika seekor anak Srigunting terhadap induknya.”
“Mereka harus belajar sendiri!”
Kedua Srigunting itu terus berbantah-bantahan hampir seharian. Pada hari itu mereka tidak sekali pun berkelebat ke sangkar anak-anak mereka. Ketika senja hampir berubah menjadi gelap, mereka pulang sendiri-sendiri tanpa perjanjian apakah akan kembali lagi keesokan harinya.
***
“Sepasang Srigunting itu sudah pergi,” kata anak Srigunting bungsu.
“Dari mana kamu tahu mereka benar-benar pergi?” tanya anak Srigunting pertama.
“Sejak kemarin aku tidak melihat mereka berkelebat.”
“Mungkin mereka bersembunyi,” kata anak Srigunting ketiga.
Keempat anak Srigunting itu memasang mata dan telinga dengan awas. Sesekali saja mereka bergerak dari dahan buatan untuk sekadar menghilangkan lelah dan bosan.
***
Dua ekor Srigunting hinggap di dahan. Mereka saling berjauhan dan membelakangi arah. Srigunting betina di sebelah selatan menghadap ke timur, sedangkan Srigunting jantan di sebelah utara menghadap ke barat. Mereka tidak lagi berkelebat atau berkicau seperti beberapa hari yang lalu.
Sementara itu, beberapa meter dari sangkar terlihat seorang anak kecil sedang bermain game dalam handphone. Di sampingnya seorang separuh baya asik membaca koran. Sesekali dia membenahi kacamatanya. Lelaki itu membenarkan letak kacamatanya kemudian berdiri.
“Kukira itu Srigunting peliharaanku. Tidak salah lagi, itu adalah Srigunting yang lepas enam bulan yang lalu. Rupanya dia sudah pulang?” katanya heran.
Anak kecil itu menghentikan permainannya dan melihat ke arah Srigunting yang dimaksud oleh bapaknya.
“Kamu masih ingat dengan Srigunting kita, bukan?” tanya Lelaki setengah baya itu pada anaknya. “Ekornya yang terpotong itu digunting oleh ibumu agar tidak tertukar dengan Srigunting yang lain.”
Anak kecil itu mengawasi Srigunting di atas dahan sambil mengingat-ingat sesuatu. Lelaki setengah baya sudah tidak tahan melihat kelambanan anaknya dan menyuruhnya bersicepat untuk menangkap Srigunting yang ekornya terpotong.***
Surabaya, agustus 2006
Selasa, 02 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar