Senin, 04 Mei 2009

Sastra dan Keberjarakan Masyarakat*

Satmoko Budi Santoso
http://satmoko-budi-santoso.blogspot.com/

DALAM telaah sosiologi kesusastraan, Lucien Goldman menengarai perihal hubungan sastra dan masyarakat sebagai interaksi oposisi biner: berseberangan tetapi tak saling menolak. Masyarakat merespons sastra dan sastra merupakan abstraksi peristiwa kemasyarakatan. Persepsi semacam ini berjalan sebagai bagian interaksi logis antara sastra dan publik pembacanya. Meski saat ini bolehlah dikatakan bahwa karya sastra tetap berada dalam situasi yang selalu memungkinkan “bertengkar dalam posisinya sebagai menara gading”.

Surplus buku-buku karya sastra ibarat banjir bandang pencerahan, namun kebudayaan masyarakat yang tumbuh sekalipun sudah apresiatif seringkali tak meresponsnya secara substantif, secara maksimal. Dalam konteks tertentu memang akan tumbuh asumsi bahwa karya sastra Indonesia ibarat “jalan di tempat”, gagal merasionalisasi dan merevolusi paradigma pembacanya agar berubah. Karenanya pula, di Indonesia, masa pencerahan akibat buku masih berada dalam tanda kutip, terhantam pragmatisme cara berpikir masyarakat yang laten: jauh dari sikap analitik yang berupa keingintahuan pendalaman substansi dan sublimasi makna teks karya sastra yang hadir. Boleh jadi, asumsi Goenawan Mohamad dalam buku Kesusastraan dan Kekuasaan yang terbit puluhan tahun lalu masih berlaku: karya sastra Indonesia dibaca tak lebih dari 15% jumlah penduduk Indonesia.

Padahal, kita tahu, karya sastra Indonesia tak pernah jengah memotret dan mengangkat pelbagai peristiwa sosial-politik, bahkan ketika era Reformasi tiba, misalnya, banyak pula lahir karya sastra yang berbasis tema Reformasi tersebut. Selain pragmatisme yang laten, kendala berat yang lain tampaknya pada apatisme mayoritas masyarakat, yang sungguh-sungguh mengapresiasi teks sastra secara permukaan. Paradigma masyarakat semacam ini secara diam-diam terbentuk sebagai masyarakat antihero yang tak begitu memercayai slogan maupun teks-teks lain kecuali konkretisasi perubahan atas kehidupan.

Sesungguhnya, perbincangan perihal kontrol terhadap basis pembaca inilah yang penting dikritisi, karena pada kenyataannya tingkat apresiasi masyarakat secara umum sepertinya tetaplah berjarak. Esensi karya sastra jarang bisa sampai pada pemahaman publik pembaca, karena karya sastra Indonesia hanya bernilai sebagai “pengisi rehat” sembari minum kopi? Pada dataran praktis, contoh konkretnya, revolusi sosial jauh lebih riil ketimbang revolusi paradigma melalui upaya sosialisasi teks karya sastra. Jika adanya fenomena keberjarakan antara karya sastra dan masyarakat ini diam-diam terus meruncing, maka sepertinya memang ada ketegangan situasional yang khas, bagaikan perang dingin.

Tentu, hal semacam ini diperparah dengan tumpukan karya sastra yang tak diapresiasi secara proporsional oleh para kritikus sastra: satu-satunya orang yang diharapkan mampu menjembatani apresiasi teks sastra ketika berhadapan dengan keawaman publik. Bukan mustahil bahwa sebagian besar karya sastra Indonesia pada akhirnya hanya dibaca oleh orang-orang yang “itu-itu saja”, meskipun keberadaan toko buku bisa penuh dengan kedatangan mahasiswa atau pelajar. Asumsi ringan yang lantas hadir: mahasiswa atau pelajar itulah massa mengambang baru pasca Orde Baru, yang tak terpuaskan apresiasi estetikanya, namun malah tak ada yang menjembatani. Paradigma mengambang pun merajalela. Boleh jadi, untuk menurunkan karya sastra dari “menara gadingnya” tersebut perlu ditengok kembali perihal pencapaian estetika yang terus bergulir, yang kemungkinan masih diharap oleh paradigma publik.

Kini juga terlihat, bahwa karya sastra telah meluaskan eksplorasinya tidak hanya pada basis cerita soal dunia sosial-politik yang menegangkan, namun juga lahir teks-teks karya sastra yang tak begitu dibebani masalah sosial-politik melainkan pada pencapaian muatan ceritanya saja. Dengan kata lain, teks adalah cerita itu sendiri, pencapaian estetikanya lebih pada otentisitas sintaksis kalimat, misalnya. Hal ini terjadi pada cerpen-cerpen karya Joni Ariadinata dalam buku Kali Mati (Bentang Budaya, 1999), Kastil Angin Menderu (Indonesia Tera, 2000), dan Air Kaldera (Aksara, 2001). Bisa juga pada kekhasan tema: ini terbukti pada merebaknya karya sastra berbasis local color yang secara tidak langsung juga teridentifikasi sebagai aplikasi teoritisasi yang demam pada wacana cultural studies.

Tentu, ada yang menarik sebagai bahan perbincangan soal tarik-ulur basis cerita semacam ini, sebagaimana yang juga pernah dipaparkan oleh sastrawan Agus Noor bahwa ada muatan orientasi karya sastra terkini yang cenderung easy going, tak multibeban tafsir. Penggarapan aspek “seni bercerita” atau the art of fiction benar-benar terjalankan, seperti yang secara tersirat disarankan oleh Goenawan Mohamad dalam pengantar buku Dua Tengkorak Kepala (Kumpulan Cerpen Pilihan Harian Kompas Tahun 2000) untuk kembali melirik pencapaian estetika karya-karya yang lahir dari tangan orang-orang yang seangkatan dengan sastrawan Idrus, yang lebih menitikberatkan pada kepiawaian kecenderungan teknik literer atau narasi cerita. Bukan beban sosial-politik sebagai ideologi. Untuk itulah, tampaknya, ada dua kemungkinan dalam sosialisasi cerita sehingga keberadaan karya sastra bisa tak terhenti sebagai “alternatif dunia utopia”.

Pertama, disosialisasikannya cerita atau karya sastra yang betul-betul ekspresif, tak bermuatan ideologi dan bias kepentingan apa pun. Kedua, alternatif lahirnya cerita-cerita yang eksperimental, baik pada ranah tema, struktur penceritaan, atau apa pun. Kejenuhan terhadap basis tema yang berkelindan pada masalah kekerasan (politik-struktural sistemik-praksis kehidupan masyarakat) menuntut ruang katarsis lain yang lebih bernilai sebagai pencerahan hakiki dan merupakan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Bolehlah jika ada seloroh bahwa kekerasan secara apa pun jauh lebih dramatik dan realistis, karya sastra sepantasnya memikirkan diri untuk secara sengaja berjarak. Rupanya, verbalitas memang tak bisa dilawan dengan verbalitas. Verbalitas justru bisa disikapi dengan pemahaman perspektif sublimasi atau pemaknaan substantif/mendalam.

Sampai di sini, ilusi sebagai akibat dilema perihal eksistensi buku karya sastra kembali muncul. Belum tentu buku yang telah menjadi best seller di Indonesia bisa dimengerti secara substansial. Nah…

Apalagi, secara sosiologis, ada kecenderungan sebagian besar masyarakat Indonesia yang bergerak sebagai “masyarakat abstain”. Yakni, masyarakat yang tak memunyai pilihan terhadap kebijakan-kebijakan yang sifatnya politis. Ini lebih disebabkan oleh karena kegagalan grand design implementasi pemahaman perihal politik. Dalam beberapa hal, kegagalan mewujudkan identitas nation character juga memengaruhi sikap abstain apalagi ditambah dengan apatisme yang disebabkan tak pernah dewasanya pandangan politik berbangsa sehingga meruncing menjadi persoalan etnisitas yang meledak di mana-mana. Itulah yang di antaranya juga membuat masyarakat justru imun terhadap situasi konkret dan akhirnya malah menutup diri dengan suara abstain.

Tentu saja, fakta di atas juga menjadi tambahan pijakan eksistensi ke depan: sebenarnya mau dibawa ke mana wajah kesusastraan Indonesia di tengah kemungkinan menguatnya masyarakat abstain? Tentu, jika merunut pada aspek psikologi, masyarakat abstain memerlukan hal-hal yang sifatnya pasti. Masyarakat abstain tak perlu penggombalan persoalan. Situasi atas kehendak pragmatislah yang mempola paradigma masyarakat abstain, oleh sebab itu kesusastraan mesti berkompromi dengannya. Sikap kompromis yang paling mungkin diambil adalah sikap kompromis yang mempedulikan kondisi psikologisasi masyarakat abstain agar tergerak pada cerita-cerita yang eksperimentatif, yang mewakili dunia mereka sendiri yang katakanlah penuh kebekuan.

Pada akhirnya, yang dibutuhkan pada masa kekinian adalah cerita yang menyandarkan diri pada semangat eksperimentasi yang tinggi, mengejar target realitas cerita terepresentasi dengan sahih. Setidaknya, lewat jalan itulah masyarakat abstain akan terwacanakan sebagai masyarakat yang memang hadir sebagai pembaca substantif.

Siapa pun masih percaya, sikap apresiatif masih bisa tumbuh sebagai kemungkinan paling rasional dalam mendesakkan semangat eksperimen dan di situlah sastra terkini mengambil perannya. ***

*) Pernah dimuat di Media Indonesia.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito