Rabu, 04 Februari 2009

Matra Hijau

A Rodhi Murtadho

Matra hijau. Kerlap-kerlip lampu menggantikan lenggang daun pepohonan. Udara sejuk dan hawa segar terisolasi asap knalpot dan luapan pabrik. Muntahan tai tak teruruk. Buangan-buangan yang tak terurus: plastik, kertas, daun, bangkai tikus, bangkai kucing, orok busuk, bahkan mayat manusia. Benak selalu tak mengerti kewajaran. Memaafkan segala gerak tangan dan pemikiran. Meski salah. Aksi dan reaksi terjadi begitu cepat. Lelah. Hanya bisa meruncingkan keinginan tidur dalam lingkungan apek. Kota.

Taman firdaus. Bukan impian kalau kita mau. Hamparan hijau. Tai-tai yang menyuburkan. Hembusan nafas cepat tergantikan angin segar. Bahkan kentut pun tak bau. Aliran air seni cepat bereaksi dan terurai biar seribu ompol yang menggenangi. Kicauan burung mengenakkan lelap dalam kenyamanan. Bahkan bau tanah pun melegakan nafas apalagi sesudah hujan. Danau susu pun menggenang selagi sapi tak dimusnahkan secara masal. Desa.

“Hai desa kau sungguh antik. Tapi kasihan benar kau tak ada teknologi canggih. Lihat diriku penuh dengan pabrik-pabrik, mesin kelas tinggi, jalan yang mulus, bangunan yang megah dan indah. Berjalan pun sudah pakai motor.”

“Jangan kau sombong kota. Memang aku kumel dengan banyak tanaman liar. Berjalan dengan terengah-engah. Tapi lihatlah dirimu. Kotor penuh debu. Asap tersembul di mana-mana. Suara meraung-raung memekakkan telinga. Banyak orang idiot lahir gara-gara radiasimu. Mengenaskan. Apa itu yang mau kau banggakan?”

Percakapan mereka terdengar jelas oleh Kasmo yang berdiri di samping mereka. Semakin bingung ia dibuatnya. Tak hanya itu, ia hanya bisa melongo dengan ulah Desa dan Kota. Bingung akan berbicara apa. Memihak siapa. Paling tidak ada sesuatu yang harus ia utarakan. Tanpa memihak.

“Eh…tuan-tuan, mengapa mesti bertengkar…”

“Diam kau,” potong mereka berucap bersama.

Kasmo semakin tak berkutik dibuat. Pikirannya mulai kelu untuk berpikir. Hanya desahan nafas dan pompaan jantung yang ada. Bukti ia masih hidup.

“Kota, apa kau tidak malu dengan gunung-gunung yang kau punya. Gunung sampah, gunung pengangguran, gunung pelacuran, gunung kejahatan. Saya pikir kamu harus punya malu dengan yang ada padamu. Memang kau canggih, namun dampak yang kau timbulkan memalukan negeri ini.”

“Bisanya kau berkata itu. Negeri ini terkenal karena kota. Bukan karena desa yang usang seperti kau. Orang pandai, jenius lahir di sini. Sementara kau, di sana yang lahir paling tikus comberan, orang-orang tak kenal pendidikan. Maklum susah majunya.”

Kasmo mendadak teringat Maryati, mantan istrinya yang sekarang hidup di desa. Istrinya memang banyak mengeluh dengan kehidupan kota. Lebih memilih hidup di desa. Namun Kasmo memaksanya untuk hidup di kota. Tantu saja percecokan rumah tangga terjadi. Maryati yang benar-benar sangat ingin hidup di desa dan tidak bisa hidup di kota. Sedangkan Kasmo yang harus hidup di kota dan tidak bisa hidup di desa. Keduanya saling mempertahankan pendirian. Sampai pendirian itu benar-benar berdiri sendiri. Berjalan di tempat yang memang terpisah.

“Kalau begitu kita bercerai saja, Mas. Daripada kita tidak bisa bersatu lagi. Aku tidak bisa menuruti keinginanmu. Dan kamu sendiri tak paham dengan keinginanku. Jelas ini sudah berbeda jalan. Bersimpangan. Kita bercerai saja!”

“Baik, kita bercerai. Kau bisa pulang ke desa yang kau banggakan itu. Aku akan tetap di sini dengan kebanggan kota yang sudah termiliki.”

Cerai memang sakral. Tak terhindarkan dari perpisahan. Tentu saja emosi yang ada mengkomando semuanya. Tidak bisa dipungkiri. Kecewa datang tanpa diundang. Menyesal jelas menghantui. Sudah barang tentu keinginan menyatu masih ada. Keinginan mereka memiliki anak belum bisa mereka wujudkan. Memang usia pernikahan mereka baru mencapai enam bulan. Tapi tanda-tanda datang seorang anak belum ada.

“Hai, Kasmo! Kau melamun saja. Tak punya pekerjaan lain apa? Mengapa kau memikirkan Desa? Sudah jelas kalau Desa itu bobrok, tak mengerti kemajuan. Apa mau kau bergaul dengan idiot. Enakan bersamaku. Hidup gemerlapan. Tak ada susah. Hiburan selalu ada di setiap simpang jalan. Kalau ingin apapun tinggal memesan.”

“Kasmo, jangan dengarkan Kota. Kau tahu sendiri kalau kau bersamanya banyak ruginya. Setiap hari kau mencium bau yang menusuk hidung. Perih. Menampar telinga dengan dentuman suara bising teknologi canggih yang dibanggakannya. Mana ada enaknya. Apalagi kemarin kau kehilangan istrimu gara-gara kau mempertahankan mau bersamanya. Rugi Kasmo, jelas rugi. Pasti kecewa, yakinlah Kasmo.”

Maryati memang istri yang tak begitu cantik. Namun manis dan tak membosankan untuk dipandang. Setiap senyum dengan gigi miji timun menentramkan hati. Kesetiaan tak diragukan lagi. Apalagi dia pandai mengaji dan sangat menjunjung tata krama. Bersikap baik kepada setiap orang. Tak heran kalau Kasmo sering dicela dan dicaci orang gara-gara perceraiannya dengan Maryati.

“Kasmo buat apa istri, kau tahu kan? Di sini kau tinggal membelinya. Banyak perempuan cantik bahkan melebihi Maryati. Buat apa perempuan desa yang hanya merepotkanmu dengan ceramahnya setiap hari. Mengomel dengan dalih agama. Buat apa, itu lebih pekak rasanya daripada suara mesin pabrik. Atau mesin sepeda motor.”

“Eh…Tuan-tuan, Kota dan Desa. Lantas saya harus bagaimana? Kalian tahu sendiri kalau sejak kecil saya hidup di kota. Tidak pernah sama sekali hidup di desa. Bahkan mungkin saya takut hidup di desa yang kesemuanya menggantungkan pada alam. Saya takut nanti kalau…”

“Kasmo…Kasmo. Kau ini sungguh lucu. Tidak pernah hidup di desa tapi sudah mengatakan kalau desa itu tempat yang tak layak huni. Hanya menggantungkan pada hutan. Jelas salah Kasmo. Desa sekarang sudah maju. Berpendidikan.”

“Itu bohong Kasmo. Jelas sekali kalau desa yang tampak di depanmu itu. Kau lihat sendiri tampangnya yang amburadul tak karuan hancurnya. Usang. Tak terawat. Pendidikan memang berpendidikan tapi masih saja ndesit.”

Kasmo bingung. Bagaimana bisa Desa dan Kota saling mengumpat. Ia memanggil Desa dan Kota untuk membantunya. Memberi pertimbangan. Bukan saling mengadu otak. Masalah desa dan kota hanya ada dalam pikiran mereka. Kasmo hanya terdiam. Seakan membiarkan Desa dan Kota sekehendak hati mereka.

“Kasmo, ingat Maryati…”

Tergeragap Kasmo dengan pengingatan yang dilakukan Desa kepadanya. Kasmo baru saja dikabari kalau Maryati hamil. Sudah tiga bulan. Sementara perceraian Kasmo dengan Maryati baru dua bulan. Tentu tak dapat diragukan kalau jabang bayi di rahim Maryati berasal dari benih Kasmo. Keinginan Kasmo kembali kepada Maryati dan jabang bayi yang dikandungnya semakin kuat.

“Mas, kalau kita punya anak nanti, Mas minta laki-laki apa perempuan?” tanya Maryati di sela-sela malam pengantin barunya dulu.

“Bagiku sama saja dik. Di kota tak ada perbedaan laki-laki dan perempuan. Sudah ada kesetaraan. Tak tahu kalau di desa. Mungkin masih ada perbedaan perlakuan.”

Malam yang remang menggerayangi setiap sela yang tak tersentuh. Kalbu yang tenang tergetar halus mengingkari. Pujian hati selalu berdendang tak bertuan. Hanya syukur yang ada dalam setiap desahan nafas panas berbirahi. Pasang surut anggukan leher memuncakkan hasrat. Desiran angin tak mengganggu. Pucuk-pucuk baju mulai tercincang dengan halus. Menampakkan kegetiran dan ingin menyentuh. Lamat-lamat gerakan lidah tak lagi tertahan oleh bibir yang terkatup. Menyapu bersih segala bulu yang ada. Menimbulkan kegalauan yang memuncak.

Pucuk-pucuk lidah bertuan makin tak terkendali. Tangan-tangan mulai kencang memegang. Semuanya menegang. Hanya kecupan yang semakin buat bimbang. Bersilat, mengeluarkan jurus yang tak bisa ditebak arah dan gerakannya. Semakin sempoyongan memenuhi ancaman.

Bidak-bidak senjata terus menghujam di antara reruntuhan gedung yang sengaja dirobohkan demi perbaikan tata ruang kota. Kelu kesah memuncratkan kebimbangan yang lahir dari bising dan nyala terang lampu. Merayap di lubang-lubang udara berasap penuh dengan debu. Menyesakkan. Gairah pun tak memudar dan ingin mengulang. Bersama menatap rembulan yang hanya pasrah menunggu suasana haru dan lemas. Tak bertenaga. Terpuaskan.

“Kasmo,” Desa mengagetkan, “mengapa kau hanya diam? Paling tidak ikutlah bersamaku. Ke desa.”

“Tidak Kasmo, jangan kau turuti Desa, jangan kau terjebak. Kau akan merasa sangat terasing dengan kehidupan yang tak kau ketahui. Bagaimana mungkin kau akan tinggal di sana dengan Maryati. Berarti kau yang kalah Kasmo.”

Kasmo semakin tak mengerti dengan apa yang dihadapinya. Ia kembali teringat dengan Maryati. Bagaimana ia bertemu mata dengannya di kota. Saat Maryati bekerja di pabrik rokok ternama. Ia sebenarnya tak tahu dengan matra hijau yang digembar-gemborkan pejabat. Yang ia tahu memang desa lebih hijau dari kota. Bagaimana pun kota dipoles dengan warna hijau tetap saja keadaan tetap dominan pada gedung bertingkat.

Ia teringat kalau Maryati pernah mengatakan kalau desa yang dihuninya sekarang sedang dibangun. Namun bagaimanapun dibangun, kepercayaan membuat desa tak terjaga dan mudah pudar. Paling hanya bertahan sampai beberapa bulan terus hilang.

“Tuan-tuan, saya mohon maaf. Apa kalian bisa pergi dari hadapanku sekarang?”

“Memangnya siapa kau Kasmo. Berani mengusir kami. Ibumu dulu berasal dariku. Dari desa. Memang ayahmu dari kota. Tapi kau tidak bisa seenaknya mengusir kami begitu saja. Kau saja yang pergi. Tak mungkin kau dapat tempat selain tempat salah satu dari kami.”

“Tapi kalian memusingkanku.”

Desa dan Kota semakin marah dengan perkataan Kasmo. Merasa tersinggung dan sangat dipenuhi dengan emosi. Nyalang mata tak terkendalikan. Memancar kemerahan hendak menyundang. Kepalan tangan semakin tergenggam erat. Kuda-kuda sudah dipasang dengan rapi. Kokoh.

“Sialan kau Kasmo!” Desa begitu marah.

“Kau akan kuhajar Kasmo.”

“Tunggu, tunggu. Kalian sabar dulu ya. Saya hargai kalian telah membantu saya. Namun bagaimanapun keputusan akhir ada di tangan saya kan,” Kasmo mencoba meredakan emosi Desa dan Kota.

Kasmo terus melawan. Keinginannya untuk menjumpai Maryati sudah menjadi tekad bulat yang ketat. Namun kemarahan Desa dan Kota tak bisa dibendung lagi. Pukulan bertubi-tubi jatuh telak di wajah Kasmo. Membuatnya tersungkur tanpa bisa membalas. Tendangan-tendangan yang diarahkan ke wajah dan tubuhnya tak bisa dihindari. Kasmo dikeroyok.

Surabaya, 22 Mei 2006

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito