A Rodhi Murtadho
Matra hijau. Kerlap-kerlip lampu menggantikan lenggang daun pepohonan. Udara sejuk dan hawa segar terisolasi asap knalpot dan luapan pabrik. Muntahan tai tak teruruk. Buangan-buangan yang tak terurus: plastik, kertas, daun, bangkai tikus, bangkai kucing, orok busuk, bahkan mayat manusia. Benak selalu tak mengerti kewajaran. Memaafkan segala gerak tangan dan pemikiran. Meski salah. Aksi dan reaksi terjadi begitu cepat. Lelah. Hanya bisa meruncingkan keinginan tidur dalam lingkungan apek. Kota.
Taman firdaus. Bukan impian kalau kita mau. Hamparan hijau. Tai-tai yang menyuburkan. Hembusan nafas cepat tergantikan angin segar. Bahkan kentut pun tak bau. Aliran air seni cepat bereaksi dan terurai biar seribu ompol yang menggenangi. Kicauan burung mengenakkan lelap dalam kenyamanan. Bahkan bau tanah pun melegakan nafas apalagi sesudah hujan. Danau susu pun menggenang selagi sapi tak dimusnahkan secara masal. Desa.
“Hai desa kau sungguh antik. Tapi kasihan benar kau tak ada teknologi canggih. Lihat diriku penuh dengan pabrik-pabrik, mesin kelas tinggi, jalan yang mulus, bangunan yang megah dan indah. Berjalan pun sudah pakai motor.”
“Jangan kau sombong kota. Memang aku kumel dengan banyak tanaman liar. Berjalan dengan terengah-engah. Tapi lihatlah dirimu. Kotor penuh debu. Asap tersembul di mana-mana. Suara meraung-raung memekakkan telinga. Banyak orang idiot lahir gara-gara radiasimu. Mengenaskan. Apa itu yang mau kau banggakan?”
Percakapan mereka terdengar jelas oleh Kasmo yang berdiri di samping mereka. Semakin bingung ia dibuatnya. Tak hanya itu, ia hanya bisa melongo dengan ulah Desa dan Kota. Bingung akan berbicara apa. Memihak siapa. Paling tidak ada sesuatu yang harus ia utarakan. Tanpa memihak.
“Eh…tuan-tuan, mengapa mesti bertengkar…”
“Diam kau,” potong mereka berucap bersama.
Kasmo semakin tak berkutik dibuat. Pikirannya mulai kelu untuk berpikir. Hanya desahan nafas dan pompaan jantung yang ada. Bukti ia masih hidup.
“Kota, apa kau tidak malu dengan gunung-gunung yang kau punya. Gunung sampah, gunung pengangguran, gunung pelacuran, gunung kejahatan. Saya pikir kamu harus punya malu dengan yang ada padamu. Memang kau canggih, namun dampak yang kau timbulkan memalukan negeri ini.”
“Bisanya kau berkata itu. Negeri ini terkenal karena kota. Bukan karena desa yang usang seperti kau. Orang pandai, jenius lahir di sini. Sementara kau, di sana yang lahir paling tikus comberan, orang-orang tak kenal pendidikan. Maklum susah majunya.”
Kasmo mendadak teringat Maryati, mantan istrinya yang sekarang hidup di desa. Istrinya memang banyak mengeluh dengan kehidupan kota. Lebih memilih hidup di desa. Namun Kasmo memaksanya untuk hidup di kota. Tantu saja percecokan rumah tangga terjadi. Maryati yang benar-benar sangat ingin hidup di desa dan tidak bisa hidup di kota. Sedangkan Kasmo yang harus hidup di kota dan tidak bisa hidup di desa. Keduanya saling mempertahankan pendirian. Sampai pendirian itu benar-benar berdiri sendiri. Berjalan di tempat yang memang terpisah.
“Kalau begitu kita bercerai saja, Mas. Daripada kita tidak bisa bersatu lagi. Aku tidak bisa menuruti keinginanmu. Dan kamu sendiri tak paham dengan keinginanku. Jelas ini sudah berbeda jalan. Bersimpangan. Kita bercerai saja!”
“Baik, kita bercerai. Kau bisa pulang ke desa yang kau banggakan itu. Aku akan tetap di sini dengan kebanggan kota yang sudah termiliki.”
Cerai memang sakral. Tak terhindarkan dari perpisahan. Tentu saja emosi yang ada mengkomando semuanya. Tidak bisa dipungkiri. Kecewa datang tanpa diundang. Menyesal jelas menghantui. Sudah barang tentu keinginan menyatu masih ada. Keinginan mereka memiliki anak belum bisa mereka wujudkan. Memang usia pernikahan mereka baru mencapai enam bulan. Tapi tanda-tanda datang seorang anak belum ada.
“Hai, Kasmo! Kau melamun saja. Tak punya pekerjaan lain apa? Mengapa kau memikirkan Desa? Sudah jelas kalau Desa itu bobrok, tak mengerti kemajuan. Apa mau kau bergaul dengan idiot. Enakan bersamaku. Hidup gemerlapan. Tak ada susah. Hiburan selalu ada di setiap simpang jalan. Kalau ingin apapun tinggal memesan.”
“Kasmo, jangan dengarkan Kota. Kau tahu sendiri kalau kau bersamanya banyak ruginya. Setiap hari kau mencium bau yang menusuk hidung. Perih. Menampar telinga dengan dentuman suara bising teknologi canggih yang dibanggakannya. Mana ada enaknya. Apalagi kemarin kau kehilangan istrimu gara-gara kau mempertahankan mau bersamanya. Rugi Kasmo, jelas rugi. Pasti kecewa, yakinlah Kasmo.”
Maryati memang istri yang tak begitu cantik. Namun manis dan tak membosankan untuk dipandang. Setiap senyum dengan gigi miji timun menentramkan hati. Kesetiaan tak diragukan lagi. Apalagi dia pandai mengaji dan sangat menjunjung tata krama. Bersikap baik kepada setiap orang. Tak heran kalau Kasmo sering dicela dan dicaci orang gara-gara perceraiannya dengan Maryati.
“Kasmo buat apa istri, kau tahu kan? Di sini kau tinggal membelinya. Banyak perempuan cantik bahkan melebihi Maryati. Buat apa perempuan desa yang hanya merepotkanmu dengan ceramahnya setiap hari. Mengomel dengan dalih agama. Buat apa, itu lebih pekak rasanya daripada suara mesin pabrik. Atau mesin sepeda motor.”
“Eh…Tuan-tuan, Kota dan Desa. Lantas saya harus bagaimana? Kalian tahu sendiri kalau sejak kecil saya hidup di kota. Tidak pernah sama sekali hidup di desa. Bahkan mungkin saya takut hidup di desa yang kesemuanya menggantungkan pada alam. Saya takut nanti kalau…”
“Kasmo…Kasmo. Kau ini sungguh lucu. Tidak pernah hidup di desa tapi sudah mengatakan kalau desa itu tempat yang tak layak huni. Hanya menggantungkan pada hutan. Jelas salah Kasmo. Desa sekarang sudah maju. Berpendidikan.”
“Itu bohong Kasmo. Jelas sekali kalau desa yang tampak di depanmu itu. Kau lihat sendiri tampangnya yang amburadul tak karuan hancurnya. Usang. Tak terawat. Pendidikan memang berpendidikan tapi masih saja ndesit.”
Kasmo bingung. Bagaimana bisa Desa dan Kota saling mengumpat. Ia memanggil Desa dan Kota untuk membantunya. Memberi pertimbangan. Bukan saling mengadu otak. Masalah desa dan kota hanya ada dalam pikiran mereka. Kasmo hanya terdiam. Seakan membiarkan Desa dan Kota sekehendak hati mereka.
“Kasmo, ingat Maryati…”
Tergeragap Kasmo dengan pengingatan yang dilakukan Desa kepadanya. Kasmo baru saja dikabari kalau Maryati hamil. Sudah tiga bulan. Sementara perceraian Kasmo dengan Maryati baru dua bulan. Tentu tak dapat diragukan kalau jabang bayi di rahim Maryati berasal dari benih Kasmo. Keinginan Kasmo kembali kepada Maryati dan jabang bayi yang dikandungnya semakin kuat.
“Mas, kalau kita punya anak nanti, Mas minta laki-laki apa perempuan?” tanya Maryati di sela-sela malam pengantin barunya dulu.
“Bagiku sama saja dik. Di kota tak ada perbedaan laki-laki dan perempuan. Sudah ada kesetaraan. Tak tahu kalau di desa. Mungkin masih ada perbedaan perlakuan.”
Malam yang remang menggerayangi setiap sela yang tak tersentuh. Kalbu yang tenang tergetar halus mengingkari. Pujian hati selalu berdendang tak bertuan. Hanya syukur yang ada dalam setiap desahan nafas panas berbirahi. Pasang surut anggukan leher memuncakkan hasrat. Desiran angin tak mengganggu. Pucuk-pucuk baju mulai tercincang dengan halus. Menampakkan kegetiran dan ingin menyentuh. Lamat-lamat gerakan lidah tak lagi tertahan oleh bibir yang terkatup. Menyapu bersih segala bulu yang ada. Menimbulkan kegalauan yang memuncak.
Pucuk-pucuk lidah bertuan makin tak terkendali. Tangan-tangan mulai kencang memegang. Semuanya menegang. Hanya kecupan yang semakin buat bimbang. Bersilat, mengeluarkan jurus yang tak bisa ditebak arah dan gerakannya. Semakin sempoyongan memenuhi ancaman.
Bidak-bidak senjata terus menghujam di antara reruntuhan gedung yang sengaja dirobohkan demi perbaikan tata ruang kota. Kelu kesah memuncratkan kebimbangan yang lahir dari bising dan nyala terang lampu. Merayap di lubang-lubang udara berasap penuh dengan debu. Menyesakkan. Gairah pun tak memudar dan ingin mengulang. Bersama menatap rembulan yang hanya pasrah menunggu suasana haru dan lemas. Tak bertenaga. Terpuaskan.
“Kasmo,” Desa mengagetkan, “mengapa kau hanya diam? Paling tidak ikutlah bersamaku. Ke desa.”
“Tidak Kasmo, jangan kau turuti Desa, jangan kau terjebak. Kau akan merasa sangat terasing dengan kehidupan yang tak kau ketahui. Bagaimana mungkin kau akan tinggal di sana dengan Maryati. Berarti kau yang kalah Kasmo.”
Kasmo semakin tak mengerti dengan apa yang dihadapinya. Ia kembali teringat dengan Maryati. Bagaimana ia bertemu mata dengannya di kota. Saat Maryati bekerja di pabrik rokok ternama. Ia sebenarnya tak tahu dengan matra hijau yang digembar-gemborkan pejabat. Yang ia tahu memang desa lebih hijau dari kota. Bagaimana pun kota dipoles dengan warna hijau tetap saja keadaan tetap dominan pada gedung bertingkat.
Ia teringat kalau Maryati pernah mengatakan kalau desa yang dihuninya sekarang sedang dibangun. Namun bagaimanapun dibangun, kepercayaan membuat desa tak terjaga dan mudah pudar. Paling hanya bertahan sampai beberapa bulan terus hilang.
“Tuan-tuan, saya mohon maaf. Apa kalian bisa pergi dari hadapanku sekarang?”
“Memangnya siapa kau Kasmo. Berani mengusir kami. Ibumu dulu berasal dariku. Dari desa. Memang ayahmu dari kota. Tapi kau tidak bisa seenaknya mengusir kami begitu saja. Kau saja yang pergi. Tak mungkin kau dapat tempat selain tempat salah satu dari kami.”
“Tapi kalian memusingkanku.”
Desa dan Kota semakin marah dengan perkataan Kasmo. Merasa tersinggung dan sangat dipenuhi dengan emosi. Nyalang mata tak terkendalikan. Memancar kemerahan hendak menyundang. Kepalan tangan semakin tergenggam erat. Kuda-kuda sudah dipasang dengan rapi. Kokoh.
“Sialan kau Kasmo!” Desa begitu marah.
“Kau akan kuhajar Kasmo.”
“Tunggu, tunggu. Kalian sabar dulu ya. Saya hargai kalian telah membantu saya. Namun bagaimanapun keputusan akhir ada di tangan saya kan,” Kasmo mencoba meredakan emosi Desa dan Kota.
Kasmo terus melawan. Keinginannya untuk menjumpai Maryati sudah menjadi tekad bulat yang ketat. Namun kemarahan Desa dan Kota tak bisa dibendung lagi. Pukulan bertubi-tubi jatuh telak di wajah Kasmo. Membuatnya tersungkur tanpa bisa membalas. Tendangan-tendangan yang diarahkan ke wajah dan tubuhnya tak bisa dihindari. Kasmo dikeroyok.
Surabaya, 22 Mei 2006
Rabu, 04 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar