Dian
Porong, 29 Mei 2078
Profesor Suprapta Prawira memperhatikan foto masa kecilnya, ketika masih berusia sekitar 7 tahun. Hanya itu foto masa kecil yang masih tersisa, selebihnya terkubur berpuluh-puluh meter di bawah perut bumi seiring terkuburnya kepahitan masa kecilnya.
Hal ini mengingatkannya pada peristiwa 70 tahun lalu. Ketika itu dia belum begitu memahami apa yang terjadi. Yang ia tahu, menjelang maghrib, 10 Februari 2008, tanggul yang mengelilingi desa Besuki, Kecamatan Jabon, Sidoarjo Jawa Timur, jebol di titik 40. mendengar kabar ada tanggul yang jebol, ayahnya segera mengemasi beberapa helai pakaian dan kertas-kertas yang diduganya surat tanah menggunakan sarung kotak-kotak hijau.
Sang ayah tak sempat menerangkan apa yang sebenarnya terjadi. Namun Suprapta kecil dapat menangkap aura-aura kepedihan dari airmata yang menitik sedikit di sudut mata ibu yang menggendongnya dengan tergopoh-gopoh, juga dari nafas ayahnya yang tak beraturan seperti nafas kucing. Suprapta belum mengerti. Ketika semakin jauh langkah sang ibu dari rumahnya, saat itulah rumahnya telah tenggelam oleh lumpur yang meluber dari jebolan tanggul.
Di tak tahu, foto keluarga yang tergantung miring di ruang tamu tak bercat itu tak dapat ia temukan lagi selamanya. Pekarangan rumah Joko, yang begitu nyaman untuk bermain engklek, saat itu sudah tak berbekas, namun Suprapta belum menyadari ketika itu. Yang ia tahu hanya airmata yang menitik sedikit di sudut mata ibu yang menggendongnya dengan tergopoh-gopoh nafas ayahnya yang tak beraturan seperti nafas kucing.
Tanpa sadar, muncul genangan bening di kedua matanya yang sayu, lalu ada semacam intan menggelinding di permukaan pipinya yang keriput. Ia tersadar. Ia rindu masa kecilnya dan kenangan-kenangan yang terkubur sejak 72 tahun yang lalu. Rumah mungil yang terdapat foto keluarga tergantung miring di ruang tamu yang tak bercat. Juga makam kakek neneknya di desa Kedungcangkring yang dulu beberapa kali ia ziarahi, tak dapat lagi ia temui. Profesor Suprapta Prawira tersedu-sedu di ruang kerjanya, di sebuah ruangan kecil dekat kamar tidurnya yang modern. Segala kemudahan tak mambuatnya lupa dengan masa kecil yang tak begitu lama ia nikmati. Semua banda di rumah itu dikendalikan gelombang hati tak perlu membuka atau menutup pintu seperti awal-awal tahun 2000, pintu di sana bisa membuka dan menutup secara otomatis sesuai keinginan pemiliknya dengan sistem password.
”ada apa mas? Sudah tua kok nangis, malu dilihat cucu...” suara lembut istrinya membuyarkan lamunannya, ia menoleh dan matanya menabrak seulas senyum yang manisnya selalu bertambah sejak 53 tahun terakhir.
“aku rindu dengan desa Besuki, walau hanya 7 tahun aku lalui masa kecilku di sana, namun banyak peristiwa manis yang aku alami, termasuk 1 yang baru ku sadari akhir-akhir ini. Ketika ibu menggendongku dan mengajakku meminjam uang kepada ibumu, itu kali pertama aku melihatmu” kalimat sang profesor membuat pipi istrinya yang juga keriput itu memerah.
“lalu apa yang bisa ku lakukan untukmu agar kau tidak sedih seperti ini suamiku?”
“sudahlah, cukup kau temani masa tuaku, itu sudah membuatku sangat bahagia”
***
Di garasi rumah nan modern kawasan real estate Glagaharum, 10 Mei 2079.
Sebuah desain otomotif tercanggih abad itu, yang tak mungkin terbayang di benak orang-orang di tahun 90-an hingga awal-awal 2000. Mungkin sekitar tahun 2000-an orang menyebutnya mobil. Namun beda, ini adalah mesin waktu Super Vim Zion, hasil kerja keras Profesor Endang Sukarsih, istri Profesor Suprapta Prawira, sejak 30 tahun. Mulai dari morfolologi, sebuah benda menyerupai setengah bola tengkurap, berwarna florid, bisa beroperasi hanya jika ada tenaga listrik plutonium 1.21 gigawatt, ’mobil’ ini dilengkapi fluks kapasitor.
Jangan salah, teknologi mutakhir ini memungkinkan pemilik tak perlu repot mencari colokan listrik di pinggir jalan. Pengisian energi listrik bisa dilakukan saat kendaraan berjalan seperti mobil konvensional. Atau, mengembangkan teknologi regenerative braking. Ketika kendaraan melambat, panas akibat gesekan roda dan rem diubah menjadi energi listrik, lalu disimpan dalam baterai. Jadi, saat menekan pedal rem di lampu merah, secara otomatis baterai terisi.
Yang lebih mengguncang dunia IPTEK 2079 adalah adalah kemampuannya menembus ruang dan waktu jika kecepatannya memcapai 88 mil per jam. Sungguh penemuan yang di luar dugaan. Tak lain dan tak bukan, mesin waktu tercanggih ini di desain khusus untuk suaminya, Profesor Suprapta Prawira, yang sangat ingin melihat kampung masa kecilnya yang sudah terendam lumpur 70 tahun lebih.
Profesor Suprapta Prawira yang merupakan guru besar ilmu genetika di Universitas Islam terbesar di Malang, sangat terkagum-kagum atas keberhasilan istrinya. Terlebih setelah istrinya mengatakan bahwa Super Vim Zion ini di hadiahkan baginya, untuk mengobati kerinduan Profesor Suprapta Prawira kepada masa kecil. Seperti yang telah diceritakan oleh istrinya, dia juga bisa menembus waktu di mana SukarnoHatta sedang membaca teks proklamasi..
Dia tak sabar ingin mencoba mesin waktu tercanggih. Dengan sangat sabar Profesor Endang Sukarsih membimbing suaminya mengoperasikan mesin itu. Cukup distarter mesinnya sudah bisa hidup. Tak lupa juga menentukan jam, menit, detik, hari, tanggal, bulan, dan tahun yang dituju, juga menentukan hari, tanggal, bulan, tahun, jam, menit, dan detik kembali ke masa kini yang sesungguhnya, yaitu masa keberangkatan.
”aku ingin segera mencobanya, aku ingin tahu kronologis semburan lumpur Lapindo, aku tidak sabar lagi”
”begini, kita harus mengujinya dulu”
”maksudnya?”
”jangan langsung kau yang mencobanya, kita tidak boleh ceroboh, jika nanti kau coba dan kau tak bisa kembali ke masa depan aku harus bagaimana? Apa kau rela hasil risetku malah membuatku menjadi janda?”senyumpun mengembang di bibir kedua ilmuwan lansia itu.
”lalu?”
”kita gunakan Catty sebagai hewan cobanya, jika Catty bisa kembali tepat pada waktu yang kita tentukan berarti mesin ini boleh kita gunakan untuk pergi ke Porong 70 tahun yang lalu”
”tapi jangan Catty, kasihan jika dia tak bisa kembali, yang lain saja”
”ok, sekarang kita beli kucing yang biasa saja”
***
Kedua suami-istri saintis mulai sibuk di garasi rumah nan modern kawasan elit Glagaharum, membalut si hewan coba dengan pakaian anti radiasi. Profesor Suprapta Prawira mulai memencet tombol-tombol sebagaimana petunjuk istrinya.
“nah, aku sudah menyeting tujuan dan waktu kembalinya, aku menyetingnya seperti ini, sekarang di garasi rumah kawasan real estate Glagaharum hari Senin 10-05-2079(10:46:01), aku mengirimnya ke garasi rumah kawasan real estate Kedungbendo Senin 10-05-2079(10:45:01), dan kembali di garasi rumah kawasan real estate Glagaharum Senin 10-05-2079(10:47:01), coba, mari kita starter dengan remote control” Profesor Suprapta Prawira sangat ber semangat.
Zzzzzzttssststtsst........benda kecil dengan 2 tempat duduk itupun melesat keluar garasi, melewati jalan sepi di depan perumahan elit itu, dan menghilang setelah mencapai kecepatan 88 mil/h. Dan benar saja, 1 menit kemudian benda itu muncul lagi dari titik hilangnya tadi. Kucing sebagai hewan cobapun keluar dari benda berasap itu dngan selamat, mungkin sedikit terbatuk akibat asap yang mengepul di sekitar Super Vim Zion. Namun bagaimana mesin waktu ini bekerja? Bukankah jika aku kembali ke bulan Mei 2006 dan kembali ke masa depan pada Januari 2008, setelah jobolnya tanggul, berarti aku harus membolos 1 tahun 8 bulan, bisa dipecat kegurubesaranku. Profesor Suprapta Prawira gundah bukan main. Diapun menceritakan kegundahan itu.
Sambil tersenyum khas para cendikia, Profesor Endang Sukarsih memegang tangan suaminya lalu mendekat dan berkata.
“jika kita kembali ke masa lalu atau pergi ke masa depan, kapanpun waktu yang kita tuju, tentunya ada perbedaan dimensi, dan pastinya ada relativitas waktu, untuk penggunaan mesin ini, selama apapun engkau pergi menembus dimensi ruang dan waktu, sama dengan 1 menit di kehidupan nyata kita” Profesor Endang Sukarsih menjelaskan, suaminyapun mengangguk-angguk mata tuanya yang telah lama rabun nampak berbinar-binar bahagia. Keinginannya untuk melihat lagi desanya sebelum ditenggelamkan lumpur hampir tercapai.
Dengan hati riang bak anak kecil yang mendapat mainan baru, Profesor Suprapta Prawira mulai mengenakan pakaian anti radiasi berwarna putih silver, mirip astronot. Dia masuk Super Vim Zion sendirian. Dia menyeting waktu: di garasi rumah kawasan real estate Glagaharum hari Selasa 11-05-2079 (08:37:01), Rumah masa kecil desa Besuki Senin 29-05-2006 (08:36:01), dan kembali di garasi rumah kawasan real estate Glagaharum Senin 10-05-2079 (08:38:01). Sejurus kemudian Super Vim Zion melesat dan lenyap diikuti asap.
***
Porong, 29 Mei 2006 08:36:01
Langit mendung Porong tak mengisyaratkan apapun. Angin nan semilir menyapu keheningan kampung Besuki. Yang sama sekali tak tahu apa yang akan terjadi sore nanti. Tak akan ada lagi anak kecil yang bermain engklek di halaman rumah Joko, batin Profesor Suprapta Prawira setelah keluar dari Super Vim Zion-nya yang-mungkin-menyerupai kendaraan luar angkasa. Benar saja, tak lama setelah ia mendarat di lapangan sepak bola dekat pemakaman, dilihatnya seorang anak kecil bercelana pendek merah hati khas anak SD di masa kecilnya, Profesor Suprapta Prawira kenal betul siapa dia, ya.. tak salah lagi, itu Joko, sahabatnya.
”Joko..!!”serunya.
Namun anak kecil dekil itu malah lari tunggang langgang demi melihat makhluk aneh sekelas UFO. Sang profesor bingung, mengapa Joko yang dulu sangat setia sebagai sahabatnya kini malah lari ketakutan melihatnya. Ooo...rupanya kostum Profesor Suprapta Prawira masih sangat asing bagi masyarakat masa itu. Dengan cekatan, ia lepas kostum anehnya. Super Vim Zion-nya ditutup dengan dedaunan semak di sekitar lapangan. Untung saja ia bawa baju koko kumal dan sarung kotak-kotak hijau peninggalan ayahnya yang masih familiar digunakan di tahun 2006.
Tanpa buang waktu lagi, Profesor Suprapta Prawira bergegas menuju rumahnya di Besuki. Tepat di halaman depan ia bertemu pria yang sangat ia kenal, pak Suryo, ayahnya. Profesor Suprapta Prawira menghambur dan memeluk orang di depannya itu.
“bapak...”penuh haru sang profesor memeluk pria 40 tahunan itu. Namun bukan balas memeluk, malah berteriak teriak.
“tolooong...ada orang gila!!!”tariak bapak setengah baya itu.
“pak, tolong jangan teriak...saya ini anak bapak, saya Prapto, Suprapta Prawira, memang semenjak kita terpisah di pengungsian saat berebut bantuan, kita tak pernah bertemu pak..saya rindu bapak...saya rindu ibu..”ucap profesor 78 tahun itu dengan terisak-isak.
Dengan sedikit terheran bercampur geli dan takut, pak Suryo menyalami sang profesor dan mengajaknya berbincang di pinggir jalan. Namun tetap saja pak Suryo tidak percaya dengan kata-kata sang profesor. Akhirnya Profesor Suprapta Prawira pergi dari halaman rumah masa kecilnya itu dengan hati yang perih teriris-iris.
Satu hari dia menggelandang, hidup di jalanan. Memakan sisa-sisa makanan yang dibuang di tempat sampah. Dia tak menyangka nasibnya akan setragis itu dan ingin kembali ke masa depan saja, di mana dia dihargai sebagai guru besar. Dia kembali ke Super Vim Zion-nya yang lama terparkir di lapangan dekat pemakaman desa. Dipakainya pakaian anti radiasi, dan mulai menstarter Super Vim Zion. Namun si canggih tak jua hidup mesinnya. Dilihatnya speedometer, jarum bahan bakar menunjuk E. Dia baru ingat, Super Vim Zion hanya bisa beroperasi 3 kali perjalanan walau dengan pengisian sumber energi penuh.
Rasa sedih yang bertambah-tambah, tak mungkin dia memaksakan diri untuk mencari plutonium di Porong kala itu. Satu-satunya energi yang bisa membantu adalah petir. Ya, petir. Tapi kapan petir akan menyambar di sekitar desa itu, siapa yang tahu.
Aha, bukankah ini adalah tahun masa kecilnya, dulu sepulang dari rumah budhe Suprapti tanggal 29 Mei 2006 pukul 22.41 hujan deras, dan petir menyambar pohon kelapa di belakang rumahnya. Satu-satunya cara adalah menampung energi petir itu ke dalam mekanisme Super Vim Zion.
Pagi itu juga Profesor Suprapta Prawira memasang kabel super jumbo di puncak pohon kelapa dan satunya dikaitkaan ke fluks kapasitor di Super Vim Zion. Banyak sekali yang meneriakinya orang gila, namun dia tidak peduli. Yang dipikirkannya adalah bagaimana dia bisa kembali ke masa depan agar terbebas dari celaan-celaan.
Setelah kabel dirasa sudah cukup kaitannya, dia baru sadar, hari ini adalah tanggal 29 Mei 2006, hari pertama muncul semburan lumpur. Bukankah misi utamanya adalah melihat kronologis semburan lumpur? Tapi apa daya? Jam sudah menunjukkan pukul 22.39. Hujan mulai rintik-rintik, kilatpun menyambar. Dia sangat menyayangkan jika tak bisa melihat langsung semburan pertama. Namun apa daya pulalah, petir hanya akan menyambar pohon kelapa itu satu kali, seperti yang dia tahu dulu saat petir itu menyambar, setelah itu tak ada lagi.
Dia mulai masuk Super Vim Zion dengan hati tak karuan, bingang. Tik tok tik tok... sekian detik lagi petir menyambar. Dan, Jdaarrr...! kemudian, zzttsssttsst... benda kecil dengan dua tempat duduk itupun melesat.
“ Lalu aku kembali ke sini, dan mereka semua tetap mengatakan aku gils. Padahal aku kembali ke masa depan agar tak ada lagi yang menganggapku gila. Aku juga tak tahu mereka sembunyikan di mana Super Vim Zion-ku, satu-satunya alat yang bisa antar aku ke rumah masa kecilku sebelum semuanya tenggelam. Ha ha ha, semuanya gila! Mereka iri karena aku bisa menembus dimensi ruang dan mengalami relativitas waktu. Gila! Kamu juga...!!!” Profesor Suprapta Prawira mengarahkan telunjuknya padaku. Matanya tajam. Seperti mau menerkamku. Aku takut, lalu aku tinggalkan rumah sakit jiwa itu dengan hati remuk[.]
Malang, 2 Juni 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar