Nurel Javissyarqi*
Setelah terhenti, dunia baru terlahir, wewarna bunga-bunga bermekaran
dicahayai langit, merangkum kelopak malam-siang silih berganti (XVI: I).
Di mana mencapai kutub menguasai kasih manunggal,
suratan takdir iramanya kata-kata bernada nasib, yang digubah atas
kidungan moyang, dari tirakat pujangga bertujuan mulia (XVI: II).
Ia kembala saat pelangi berpendaran merayu insan setia
diberi kemudahan segar, warna cahayanya atas mentari (XVI: III).
Ucapannya berasal rongga dada akan air merayap di tenggorokan sukma,
kemantapan buyung dipanggul di pinggul gadis, dan airnya bergoyangan
ketika melangkahkan kaki sedari sungai kemakmuran (XVI: IV).
Ia mengusung keajaiban, pencari bertemu tiada lupa,
jujur mengelupas kulit-kulit pepohonan rahasia rasa (XVI: V).
Para lelaki beradu rimba nasibnya, siapa sangka besi
sanggup terbang? Batu mengapung? Kayu bertenggelam? (XVI: VI).
Sudah menjadi kebiasaan, sekarang lupa sanak-kadang,
menuntut ilmu ke negeri jauh melalaikan pegangan (XVI: VII).
Niatan kencang diayun khilaf dari lahir menuju kematian,
sayang, yang didamba secuil kesenangan (XVI: VIII).
Pitutur ini penggalian diri bukan berasal guru bakal dilupa,
kesadaran bijak seiring matang bebiji merunduk mesra,
serupa ruh padi terkulai ikhlas berisikan nilai (XVI: IX).
Usah khawatir waktu tentunya memberi telempap, segala terlewati menjadi
pelajaran, jangan merugi sebelum menang dari ikhtiar tanpa sesalan (XVI: X).
Jangan terlalu risau mengenai hidup, sebab insan di hadapan semua sama
mendekati kemuliaan, padanan debu Adam berpisah sebelum berjumpa (XVI: XI).
Sesuap nasi liwet seteguk air terasa, tuhan memanjangkan umur kembara
dari ibunda menjangkau ruh tangisan doa, seharga pahit empedu kecewa (XVI: XII).
Sepotong roti di meja, pengemis datang padamu bermata cekung menatap,
getar tubuh menyunggi, hanya iman kuatkan jalan ke taman kerelaan (XVI: XIII).
Suci seimbang pundak bukit lestari di kaki-kaki langit,
tersebab tangisan bayi sanggup menunda bencana (XVI: XIV).
Derita menambah timbangan, berhamburan hawa menutupi cermin hatimu,
perlu kesadaran, tidak hilang pun kurang, selebihnya milikmu diketahui (XVI: XV).
Otak bernalar meremehkan sangatlah tercela dalam penciptaan, maka
rawatlah keindahan dengan melewati daya singgah penyesalan (XVI: XVI).
Pertemuan tiada terkira dijalankan,
seumpama pedagang berhitung ikhtiar sebelum selidiki peluang (XVI: XVII).
Embun meresapi dedaun berasal dentingan perhatian,
kecantikan bumi di antara jagad ayu (XVI: XVIII).
Merangkum impian serupa jaring laba-laba rapuh kesombongan (XVI: XIX).
Manusia mengumpulkan puing kesadaran pagi memaknai hayat
demi pergantian musim dedaun gugur menguncup sunyi (XVI: XX).
Cepat-lambat kehendak menyampaikan asal niat, tubuh sungai
terlentang memuara, malam-siang pertukaran warna busana (XVI: XXI).
Yang sepi tak selamanya tiada, gua menyembunyikan wewarna dan bunyi
dikubur waktu terawat sunyap, sedang kalian hanya menambah-tanya (XVI: XXII).
Perasaan jernih kebaikan patut ditular, dan pohon itu tersanjung oleh
buahnya, yang terjatuh mengikuti arus sungai pencarian (XVI: XXIII).
Ia tuangkan anggur kepastian, lautan berpenghuni perbendaharaan
dan pengetahuan itu, sepercik cahaya lintang pada gelombang (XVI: XXIV).
Yang buta membutuhkan tongkat, yang kehujanan perlu peneduh,
dalam permainan tiada patut mengeluh-mengadu berbenci diri (XVI: XXV).
Gejolak kadang tenang menyungai, bebas berlari sejauh cintamu
berbeban rindu bertalu, dan cemburumu setebal menggebu (XVI: XXVI).
Ia membuka pagar lebar-lebar kala kau menapaki ke petamanan,
pujian seampas manisan, menjemput hiburan berunjung (XVI: XXVII).
Kau cemooh penganutnya pengangguran, dan menikmati
badai persekutuan, merasa kesenanganmu terancam (XVI: XXVIII).
Ia tidak menyukai merayu lewat ancaman, kenapa musti ketakutan?
Tersebab bodoh, geram tidak sanggup mengelaknya (XVI: XXIX).
Insan terancam lagi dungu, tertawa bergandeng pekabutan,
karena hanya genggam kata-kata kosong belaka (XVI: XXX).
Para pengarang yang sanggup melawan birahinya,
meneguk mataair abadi tanpa seteru waktu (XVI: XXXI).
Bulir-bulir mutiara di antara bebatuan kerikil, siapa cemburu akan itu?
Yang berdialog sendiri memiliki kebaikan, menyelinapkan keyakinan dalam hati,
mengawasi kesadaran atas tipu daya persekutuan (XVI: XXXII).
Langit bertingkat bintang-gemintang kuasa tuhan, yang beredar
dicipta musuh peperangan, kehancuran batu berdebu (XVI: XXXIII).
Insan utama laksana embun dedaun, kasihnya penerimaan
sekaligus kesadaran penyangkalan tulang rusuk (XVI: XXXIV).
Adakah lebih menarik dari itu? Kemarahan menjatuhkan diri
ke dasar kehinaan, atas mimpinya melewati dusun terasing (XVI: XXXV).
Ini cermin langka kembara, esok terkuak pada siang melesat (XVI: XXXVI).
Kenapa dikuasai mimpi? Apa merasai tanpa pedulikan diri? (XVI: XXXVII).
Mencipta rahasia dicintai, akan tahu banyak tentang kekasih,
yang menjauh merasa pintar, sewaktu dekat kebodohannya terlihat (XVI: XXXVIII).
Keabadian tembang pujian terkandung dalam perut kesemestaan,
pengetahuanmu memahami gairah bimbang menempa (XVI: XXXIX).
Terkadang dilebihkan mempelajari keberanian berbuncang,
mengarungi keterikatan membeletat sangkar langitan (XVI: XL).
Lama merawat panjang rambutnya, menghidupkan ruh membangkitkan jiwa
ialah sang putra mahkota kegelisahan, berkekasih belumlah matang (XVI: XLI).
Jemari tangan menggapai kabut, mengumbar kesenangan,
dirinya bergentayangan pilu Merbabu, berlalu tanpa teman (XVI: XLII).
Telinga pendendam tersumbat kobaran api unggun tak peduli kepulan,
kelelawar menyerbu senjakala, mencicipi buah bulan sekarat (XVI: XLIII).
Siapa menari dalam pesta menghampiri matahari atas ilalang
pada pantai pengharapan serupa ombak ditumpahkan (XVI: XLIV).
Melangkah ragu keluar gapura, ucapkan salam perpisahan meski sesaat,
bintang-gemintang menghibur tiada cukup menemani kasih damai (XVI: XLV).
Saat tanggalkan satu-persatu keheningan, mata tiada sesal berulang menuruni
waktu luka dada, bumi-langit fajar nyalang terlunta mencari hikmah (XVI: XLVI).
Ke selatan lautan mendidih, ke utara gunung memuntahkan lahar,
ke barat ilalang terbakar halilintar, ke timur menuju jurang (XVI: XLVII).
Segerombol awan menghilangkan hari-hari kebosanan, telinga dihuni pekat,
terus ke mana kebekuan tinta sebelum lanjut bicara? (XVI: XLVIII).
Ketika temukan ruang lupa terlupa, air merangkak di tenggorokan siapa?
Mari menemani kekasih menuntun laku secepat kembalikan dirimu (XVI: XLIX).
Bukankah gulungan ombak tidak menguras lautan? Terimalah
kemalangan tenggelam, jikalau tubuh mati menjelma karang (XVI: L).
Ia merawat tapi kalian mengabaikan,
seolah tak pernah bernafas angin ketertinggalan (XVI: LI).
Sempatkan waktumu merenung di kedung, mata dipaksa,
telinga tuli keburukan, bacalah gelisahmu teramat ganjil (XVI: LII).
Sebongkah batu menggelinding pecah rompal berhamburan,
ada ruang di batas biru merentang keyakinan, tersiarkan wengi terjaga,
mengintai angin menyisir embun membasuh wajah pagi (XVI: LIII).
Yang memastikan tirakat tak berguna ragu kesendirian berbicara,
di masa tak mengenali serupa kemungkinan tiada terjadi (XVI: LIV).
Suwong? Hanya kejernihan hati berpandangan, menggaris tongkat
di pantai merasai butiran garam, kabut singkup senyawa senyumanmu
pada bulir-bulir pasir perasaan lautan (XVI: LV).
Terkantuk hilang sesaat, sukma tetesan air memahat batuan nisan,
tersandang pecinta lelap terbuai, kesunyian bukanlah tiada (XVI: LVI).
Teguklah air tawar mengusir kering dahaga
demi menguap tekanan malam paling cemas (XVI: LVII).
Mengajak cakrawala bincang, mula gelisah lalu kelegaan terasa,
segera tercurah kesetiaan suci dari debu keinginan purba (XVI: LVIII).
Kabut menjelajahi kerajaan langit, menakala tertidur
bermimpi dibangunkan, maka carilah dalam diri! (XVI: LIX).
Malam berbunga mewangi dan bayu berkabar kemasyhuran,
ia mematangkan waktu terus mengarus pengentasan (XVI: LX).
Daya letih meruh menyebarkan debu jiwa beterbangan,
lenyap sudah atas cahaya gapura terbuka lebar (XVI: LXI).
Siang tubuh malam jiwanya, persetubuhan bocah sembari tanah lempung
yang menggelinding sebesar hasrat menuntaskan langkah-langkah (XVI: LXII).
Dedaunan gugur ke pangkuan sungai mencipta ombak, dia mengikuti,
kau tak sabar menanti, olehnya kau sebut kesiaan padahal berisi (XVI: LXIII).
Tak urung kekupu berkecup di pipi sungai, kau fikiran paling dalam,
melayang berkendara bayu tiada kuasa hari-hari dibasahi pagi (XVI: LXIV).
Meronta api hidupmu menari di depan gua kesaksian bernyanyi,
menggiring pada upacara puja, kabut berawan menurunkan hujan (XVI: LXV).
Bacalah petir bersahut kilatan cahaya membelah kulit malam,
hanguskan bebunga getaran dingin-panas mencekam (XVI: LXVI)
; pujangga terlahir berselubung sekar meninggalkan tangkai,
nyanyian angin berdendang ombak melintasi ingatan (XVI: LXVII).
Hampir urat lehermu patah, dahan diterjang topan amarah,
akar-akaran tercerabut, pohon tumbang terkubur dendam (XVI: LXVIII)
; dayadinaya menarik langit ke belahan bumi, secepat terang menggelinding,
bersandar di bawah pohon buah mulia yang tangkainya terpelihara ( XVI: LXIX).
Kesetiaan kelopak kembang bersimpan makna, pada gilirannya sungai
letih merangkak ke tanah, kemarau meninggikan drajat mataair (XVI: LXX).
Tubuh cucuran keringat menebarkan garam, tak habis dikibas bayu lembah,
bukankah pohon jati dikokohkan musim kemarau? (XVI: LXXI).
Panas lahar getaran gersang, seluruh daya tersengat mentari
dan burung gagak di saat senjakala pulang ke sarang mega (XVI: LXXII).
Asap pekat menguasai pandangan, terhuyung derita busur panah,
luka cecerkan darah disapu belerang, tubuh tersungkur hilang kejadian
meninggalkan, maka kemendadakan kudu dikuasai (XVI: LXXIII).
Nasib tak terelak menggaris peta,
hantu berkelana bimbang putus asa (XVI: LXXIV).
Laksana para pemberani mendobrak pintu-pintu langit,
awan bertangga dan segenggam keyakinan dalam dada (XVI: LXXV).
Ternyata ada banyak hal selesai bercermin, setelah menyisir rambut
yang terurai panjang menemui kesabaran (XVI: LXXVI)
; tubuh meruang embun sedingin mematangkan diri (XVI: LXXVII).
Yang lelaku sekali ucap jemarinya menyungai
sebiji-biji jagung diserah petani (XVI: LXXVIII).
Ini gemuruh dada pemahat cemas di balik pisau meruncing,
pepintu daun jendela muda membuka rumput gembala (XVI: LXXIX).
Tiada pendapat terhenti kekasih, lengkungan pelangi
bergerak demi arus rindu perjuangan menemui juntrung (XVI: LXXX).
Hanya kayu penggalan pedang keheningan semata
melepaskan kefahaman, dan tubuh mengikuti awan gugur (XVI: LXXXI)
; daun-daun keemasan, dahan ke ruang sunyi menjelma unggun
menerangi mata kesaksian, sedang penjaga menumbuk lumbung padi
dari sisa-sisa pencarian malam (XVI: LXXXII).
Rukuklah sembahyang, sayap-sayap membentangi lautan
dalam galaksi gagasan do’a berlembing usia (XVI: LXXXIII).
Melesatnya penyadaran menyambar nurani kekasih,
pada tiap tungku asmara ada kantong nyawa (XVI: LXXXIV).
Kupaslah jagung dipersembahkan butiran puja,
ditebarkan di altar wangi tengah malam, berjanji melepaskan duka
usia tubuh berdebu, tiada lagi kulit lusuh menemui ajal (XVI: LXXXV).
Kegilaan mencari keutuhan waktu, setebasan samurai membabat hujan
memabukkan jiwa di panggung mencekam (XVI: LXXXVI).
Mimpi mendamaikan gerimis, kau lunglai di kanvas langit
dalam cahaya matahari berbingkai renungan (XVI: LXXXVII).
Pusaran gelisahmu pudar di puncak waktu, langit terlewati tujuh pintu
misteri, tirai kalbu tersapu bayu-hujan pagi, melepaskan putih salju turun ke wajah
menentramkan mentari dalam pelukan teluk pesonamu (XVI: LXXXVIII).
Sewaktu lahir mengisi keluh, warna-warna ditimbang, insan setahan karang
cadas, sedang ombak memberontak membentuk keyakinan (XVI: LXXXIX).
Kelopak melati menebarkan untaian makna memecah ketinggian hening
menuruni nasib, burung-burung ngelayap, sayapnya disedot rebana cinta (XVI: XC).
Kasihmu tunggang-langgang disabda badai, sejauh benang mengurai
kepergiamu, jangan lebihkan masa penangguhan, tidak disangka
dalam genggaman tangannya bersimpan logam mulia (XVI: XCI).
Seputih kejujuran kertas pada pantai para penyair, pengorbanannya
menyembul keluar, memberi lapar pagi bagi pejalan kaki berwajah batu (XVI: XCII).
Para peminta diberi pintu kabut, ketuklah bathinnya berhembusan bayu,
agar anggrek terkalungkan pada lehernya, menarik nafas pelahan (XVI: XCIII).
Kepada tapakan pulang, pepucuk cemara ditarik angin berulang,
lambung kembara mendentang, menempuh masa kelesuan (XVI: XCIV).
Meminum air terjun sakitnya berkeringat dendam,
sedari pendakian gunung masa kelam (XVI: XCV).
Waktu terselip di jemari, menyibak ilalang memeluk senjakala,
bunga renungan di ufuk penyadaran meneguk niatan (XVI: XCVI).
Di antara gemah gemerlap malam, kerlingan doa atas tarian memuncak,
berasal paletmu berlatih sketsa (XVI: XCVII).
Sebelum kuas di kanvas mengalirkan rindu, kau terpanggil mendapati
prahara cermin, andai racunmu menebarkan duka lain (XVI: XCVIII).
Dalam pedati penyesalan menuju akhir,
tertimpa putus-asa atas ketinggian penciptaan (XVI: XCIX).
Hawa pagi mengharap riuh pasar terjaga angin keprasahajaan,
mata merangsek beling, terpantul kangen embun dedaun (XVI: C).
Lentik jemari penari tebarkan pesona di lekuk kelembutan
kembang, yang bersimpan kilatan pedang pemikiran (XVI: CI).
Di tengah siang, warna hening langit berawan kembara,
seekor burung terbang ke arah timur bersayap malam (XVI: CII)
; kekasihnya menanti pekik panggilan,
kala terpetik kasih digayuh kalbu sayang (XVI: CIII).
Menggapai lembah, pesawahanmu mengantar bau pepadian,
harum kearifan ditarik berulang para pencari keutamaan (XVI: CIV).
Hasrat sambilalumu gelayutan di jendela bayu tamparan waktu,
kalbu diperoleh gemintang di malam-malam sahaja (XVI: CV).
Tertangkap alunan membalik manunggal,
mengelus kulit perasaan bergetaran ketakutan (XVI: CVI).
Wabah penyakit menghilang, sembuh jikalau
meminum empedu ialah para lelaki di dunianya (XVI: CVII).
Habis ocehan-umpatan tersebab mulutnya dikesalkan demam,
ia mempunya kisah meredam amarah sebening telaga jiwa (XVI: CVIII).
Cukupkan agar tak terbebani rugi dalam pertaubatan,
menyetujui lahir keterbatasan, merakit reranting jaman (XVI: CIX).
Senyum manis tertangkap bibir merekah, menghapus keraguanmu
melipat angan menemukan cahaya kepada reruntuhan malam (XVI: CX)
; mengisi usia kenangan, seumpama sungai mengaliri kerikil (XVI: CXI).
Memanggil ruh melepaskan semu diserah, menambah pedas matamu
diteruskan merompalkan dada, jantung terjal bunga karang pecah (XVI: CXII).
Ia kau pandang lelaki berlari,
manakala bulan di sampingmu memaknai bijian gemintang (XVI: CXIII).
------------------
*) Pengelana dari desa Kendal-Kemlagi, Karanggeneng, Lamongan, JaTim.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar