Selasa, 02 September 2008

SAHIBULHIKAYAT ALHAYAT

KRT. Suryanto Sastroatmodjo

Dalam kegaduhan yang menerpa
dalam gemulung alunmu jua
kuabadikan jalinan masa
menjadi si kidung cinta.

Pitra yang baik.
Adakalanya kita menjadi tenang dan teduh, karena merasa ada di tengah keluarga sendiri. Adakalanya menjadi lembut dan pasrah, bahkan narima ing pandum, setelah merasakan dahsyatnya angin puting beliung yang mendera pondok damai kita. Dan adakalanya pula, tatkala perhatian terpusat kepada segala yang terbaik, yang tergumpal, yang kental serta pepal, maka kita menjadi lembek. Mungkinkah aku sekarang berkata begini padamu, karena banyak merasakan hantaman-hantaman dalam kalbu ini? Kalau tergoda untuk mencari jalan-jalan kecil desa-huni-sunyi?

Pitra yang baik.
Banyak di antara kawan dekat berterus-terang, alangkah baiknya apabila kita menciptakan sendiri relung-relung bahagia yang dapat diresapkan serta diabadikan. Relung-relung ini, barangkali berupa sebuah kalung emas berhiaskan batu-batu mulia, semisal jamrut dan mirah delima, atau pending bertahtakan ratna mutu manikam. Di dalamnya tertulis nama-nama dari orang yang dekat dengan diri kita, atau bisa juga rautan wajahnya, bayang-bayangnya, atau ujud apa saja yang kita sanggup mengingatnya selalu. Kukira, dulu dikau memperkirakan soal ini. Kukira, ada dalam dirimu semacam kerinduan untuk memiliki rekaman saat-saat bahagia yang begitu dalam. Tapi, apakah sempat membayangkan suatu Taj mahal dan Taman Bergantung di Babilonia? Inilah yang kembali menyentuh hati kita kini, justru ketika masa yang menggelisahkan (tapi penuh kesan manis) itu terjadi.

Pitra yang baik.
Gumpalan-gumpalan mega dari masalalu ada di jantungku sendiri. Kalau kuingin menguakkannya, aku kan mencoba sekuat daya, yang alangkah pedihnya untuk melakukannya. Kukira, Pitra merasakan pula sesuatu yang menggumpal dalam rabu, tatkala perjalanan kasih pernah kita lalui, kita sentuh dan kita pagut. Sedemikian jauhnya, ngelangutnya gagasan ini, sehingga kancah yang dibentuk serasa di atas bidang tanpa garis. Andaikata dapat mengejawantahkan kembali jelajah terhadap kehidupan, kita bisa mengatakannya dulu, seperti sesuatu yang penuh kekitrang – kendati makin sulit buat memisalkannya pula.

Pitra nan budiman.
Sekiranya percakapan musim – yang pernah kita perkenalkan kepada dunia, dan kini kita singgung sejenak – menjadi bagian dari kenangan tak terlupakan, o, sungguh indah membangkitkannya hangat. Diri kita seakan menjadi hulubalang di tengah medan perang yang kita pergelarkan ulang. Namun demikian, bukan siulnya perang itu sendiri yang jadi obsesi dari hidup yang melingkar-lingkar ini. Melainkan sikap dan geliat laku dari sang hulubalang, yang sekian puluh tahun mengatur suara-suara dari kekuatan yang kokoh. Ataukah justru kokoh, tapi menenggelamkan hingga ke dasar yang sedalam-dalamnya?

Pitra sayang.
Ada titik-singgung dari lantunan kenang dan pengharapan untuk membenahi harikini. Kuyakin, saatnya belum terlambat. Kemarin, di kala hatiku sumpeg dan kembali kuinjak pasir pantai yang lembut keputih-putihan di ujung barat kota, aku menemukan bagian cerah dari segi hidup ini. Ah, bukan sentimental, kalau bicara begini. Hanya sekedar mencuplik hal-hal yang menggembirakan, dan alangkah girangnya, sehatnya, segarnya – karena diri sempat bermain di lingkaran masa silam. Lagi pula, sesekali, kita mempertautkan kembali jasad dan ruh kita kepada alam kedamaian yang pernah kita kagumi, rujuki serta selami cukup lama.

Mengapa manusia membicarakan tentang kubur, padahal jauh di dasar hatinya sesungguhnya dia teramat takut akan kematian? Mengapa manusia berusaha mencuwik sebagian dari tatanilai yang tersuruk di balik ranjang zaman, sementara dirinya enggan untuk dilibatkan kepada peristiwa yang berhubungan dengan kebringasan el-maut yang tanpa ampun itu? Terkadang, ada yang memang musti dinyanyikan, padahal kita benar-benar ngeri untuk memperkatakannya. Terkadang ada yang teramat menyembilu hati, karena itu dirasakan perlunya untuk hidup yang bukanlah hidup itu sendiri – kehidupan yang diancangkan dengan setengah hati ternyata sama sia-sianya. Lebih indah membentangkannya, dengan batin paling siap untuk itu. Atau menjulangkannya, lantaran dirinya menyangga suatu titiwanci.

Pitra yang tersayang.
Apabila seperti keluhanmu kemarin dulu, semakin lama makin mahal kita tersenyum (ah, yang benar…!) – maka di sini pun aku kan bisa memberikan jawaban yang kurang lebih mirip. Begini: pada saat manusia enggan memberikan senyumannya kepada sesama hidup, mahal senyum kepada dunia dan seisinya, yah – pada waktu itupun dia ada merasakan sesuatu himpitan yang terberat. Himpitan, yang kau tahu sendiri, menjadi bagian dari makna hayati itu sendiri. Himpitan, kawan. Himpitan, karena orang dalam keterpanggilannya dengan situasi-situasi jiwani yang sulit ditebak, dia terjempelak. Kadang, diperlukan upaya untuk menerjemahkan penilaian kita terhadap Sang Waktu, karena di situlah terdapat bentangan yang sesungguhnya. Lewat penamaan Waktu yang meletihkan (ataupun juga memperkaya jatidiri!) maka terpenuhi tuntutan yang terbaik. Sebaliknya, manusia terlalu papa untuk penggandaan ilmu.

Pitra yang tersayang.
Dalam hal-hal yang nisbi, kibarkanlah benderamu yang lebar jembar serta perlihatkan kepada dunia, bahwasanya dirimu mampu menjadi pencetus dari katahatimu. Dalam hal-hal yang nisbi – kukatakan hal ini semata-mata buat menekankan betapa dunia terlampau lama dimainkan oleh lagu-lagu kenisbian itu, dan bagaimana kita sendiri lantas tergoyang-goyang antara yang meremang dan yang menimbulkan perkiraan, ikhwal semua, kemajemukan semata. Kemudian dirimu melangkah, seraya bergumam. Dirimu melangkah seraya meragukan temuan-temuan hari muda yang baru saja berlalu. Namun jelas, hal semacam ini pantas direnungkan, sahabatku.

Kauperhatikan, bahwasanya gambaran-gambaran dalam jiwamu adalah milik yang terpatri pada tembok kebaktian yang cukup lama juga. Kita adalah anak dari pengembaraan bakti yang mengandung secuil rasa bahagia. Kita, anak dari keping-keping pengalaman rohani dari masa yang terkadang kurang diperhitungkan jamannya. Karena itu, jangan biarkan airputih yang tenang dalam gelas di depanmu tak terjamah, karena dirimu hanyut dalam lamunan hampa. Coba, teguklah air itu, lantas tenangkan diri di tengah suasana sekeliling. Kemudian, kau akrabi jam-jam yang mendekat itu. Kuyakin, ada yang bakal terselesaikan di kala hari ini menggelayut.

Pitra yang budiman.
Pada waktu helai-helai warkah kaukirimkan padaku dari sebuah kampung nelayan yang sunyi itu, apakah sebenarnya yang tengah kaupikirkan? Kau menyebut kampung itu Jaladriseta, lautan nan putih. Hmm, terdengarnya seperti suatu sindiran yang agak menggelikan. Lautan, di manapun juga, disebut biru karena keluasannya dan kesemestaan yang dipangkunya. Buih-buih yang ditampungnya di kala datang alun-gelombang pasang, niscaya menciptakan percikan warna putih memplak. Bukan putih samudera raya itu, kawan, melainkan hanya luapan busa yang menggarang. Sedangkan sang maha-raya-air-gemair yang membentang dari sini ke suatu cakrawala tanpa watas, meronakan kebiruan nan menggelanggang – dan alangkah menghanyutkan hal itu! Kita bisa menyatu di pusat birunya.

Pitra yang baik.
Kembali kepada pasir yang halus-lembut, bumi memutih dan tatapan serba-lapang di kejauhan. Ada yang hilang dari tubuh dan sukma, kurasakan hal itu berlangsung. Kau masih terlalu remaja saat itu. Kalau kusebut sekarang: sudah berapa kali purnama, berapa kali musim semi, sayangku? Aku sendiri, kalau kuingat pada masa lampau mempunyai nalar serta pemikiran yang belum mantap. Apa yang terlekat di benak, tiada lain hanyalah rautwajahmu yang manis nan belia. Mungkin masih diperlukan proses waktu yang panjang, sebelum putik bersemi merekah, menyerbakkan harumnya. Masih dibutuhkan jangka waktu yang memberikan kekuatan rohani, sebelum bibir ini mengucapkan kepastian kata, bukan sekadar sumpah-sumpah setia yang naif. Sekali lagi, sambil merenungi air muka samudera yang jembarnya tiada terselami. Wahai, dikala segalanya telah jauh di belakang, kini kita seperti menyanyikan lagu duka yang tak tentu nadanya. Dada terasa sesak.

Kampung nelayan itu tentunya masih memiliki gubuk-gubuk beratap ilalang, dinding anyaman daun palma, dan manakala angin senja melolong panjang dalam kembaranya, dia tak lupa mengusap-usap tepian atap pondok yang ringkih. Masa itu, kita sempat bermesraan sejenak di bawah naungan gubuk nan sepi. Di tengah rungsung badai di lautan sana, terdapat badai lain yang tak kalah gemuruhnya. Itulah gelombang darah muda kita, yang payah diteduhkan. Segalanya berlangsung lembut, nyaris tanpa keperihan, apalagi kegetiran. Tapi, sekarang – kala kita coba menyimak kembali bekas-jejak yang lenyap di hamparan pasir. Kegetiran pun singgah di sanubari. Lalu aku duduk, tercenung, dan mencoba mengingat-ingat kembali. Sudah berapa musim panas? Sudah berapa musim hujan? Sudah berapa musim badai? Sudah Gemulung yang menderu-deru masih keras berkumandang, sayangku. Paling kuat deru-dera itu jadi rasa ringkih nan muncul sesekali. Ya, tatkala beberapa helai rambut di pelipis mulai memutih dan pikiran susah ditentramkan, menjelang tidur malam.

Pitra yang baik.
“Kupikir, hari makin gelap dan makin gelap juga…”
“Siapa bilang hari menggelap? Kunang-kunang beterbangan di langit. Ada dua-tiga butir bintang-gemintang di langit beludru biru.”
“Kau mencoba meneduhkan angin kencang yang bertiup?”
“Kau mencoba menyiramkan air ke api unggun dahsyat ini?”
“Bukan, bukan begitu. Tapi aku tiba-tiba merasa sedih…”
“Jangan sedih. Kita berdua menyatukan hati yang gelisah.”
“Tapi, tapi kita belum layak berjalan terlalu jauh…”
“Memang belum. Cuma saja, mustahil diri menghindarinya!”

Sekali lagi, dan sekali lagi, kalimat-kalimat yang pernah meluncur dari bibirmu dan bibirku mengiang bersipongang. Kita takkan lolos dari kepungan peristiwa lampau, betapapun telah mengabut halimun. Karena, dia sebagian dari makna yang terpahat di jantung yang masih kuat berdegup. Menjadi serpihan dari pori-pori kulit denyutan darah hayati.

Pitra yang budiman.
Tentunya, kau ditemani oleh kedua anakmu kini, yang keduanya telah berangkat remaja. Sayang, sayang sekali terlalu cepat kau menemukan batu gelang yang mengakhiri masa bahagia rumahtanggamu. Suamimu yang tua, yang bangsawan berbudi luhur, pergi dinihari sesudah kapalnya yang megah itu hancur berkeping-keping oleh badai di pelayaran musim bunga. Kuharap kau tabah dalam derita senyap tanpa pendamping. Kelak, jika putra-putramu telah menjadi dewasa, niscaya keduanya akan lebih melengkapkan bahagiamu yang terpenggal. Kau akan bermuara di laut pula.
---
*) Tanggung jawab penulisan pada PuJa

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito