KRT. Suryanto Sastroatmodjo
Dalam kegaduhan yang menerpa
dalam gemulung alunmu jua
kuabadikan jalinan masa
menjadi si kidung cinta.
Pitra yang baik.
Adakalanya kita menjadi tenang dan teduh, karena merasa ada di tengah keluarga sendiri. Adakalanya menjadi lembut dan pasrah, bahkan narima ing pandum, setelah merasakan dahsyatnya angin puting beliung yang mendera pondok damai kita. Dan adakalanya pula, tatkala perhatian terpusat kepada segala yang terbaik, yang tergumpal, yang kental serta pepal, maka kita menjadi lembek. Mungkinkah aku sekarang berkata begini padamu, karena banyak merasakan hantaman-hantaman dalam kalbu ini? Kalau tergoda untuk mencari jalan-jalan kecil desa-huni-sunyi?
Pitra yang baik.
Banyak di antara kawan dekat berterus-terang, alangkah baiknya apabila kita menciptakan sendiri relung-relung bahagia yang dapat diresapkan serta diabadikan. Relung-relung ini, barangkali berupa sebuah kalung emas berhiaskan batu-batu mulia, semisal jamrut dan mirah delima, atau pending bertahtakan ratna mutu manikam. Di dalamnya tertulis nama-nama dari orang yang dekat dengan diri kita, atau bisa juga rautan wajahnya, bayang-bayangnya, atau ujud apa saja yang kita sanggup mengingatnya selalu. Kukira, dulu dikau memperkirakan soal ini. Kukira, ada dalam dirimu semacam kerinduan untuk memiliki rekaman saat-saat bahagia yang begitu dalam. Tapi, apakah sempat membayangkan suatu Taj mahal dan Taman Bergantung di Babilonia? Inilah yang kembali menyentuh hati kita kini, justru ketika masa yang menggelisahkan (tapi penuh kesan manis) itu terjadi.
Pitra yang baik.
Gumpalan-gumpalan mega dari masalalu ada di jantungku sendiri. Kalau kuingin menguakkannya, aku kan mencoba sekuat daya, yang alangkah pedihnya untuk melakukannya. Kukira, Pitra merasakan pula sesuatu yang menggumpal dalam rabu, tatkala perjalanan kasih pernah kita lalui, kita sentuh dan kita pagut. Sedemikian jauhnya, ngelangutnya gagasan ini, sehingga kancah yang dibentuk serasa di atas bidang tanpa garis. Andaikata dapat mengejawantahkan kembali jelajah terhadap kehidupan, kita bisa mengatakannya dulu, seperti sesuatu yang penuh kekitrang – kendati makin sulit buat memisalkannya pula.
Pitra nan budiman.
Sekiranya percakapan musim – yang pernah kita perkenalkan kepada dunia, dan kini kita singgung sejenak – menjadi bagian dari kenangan tak terlupakan, o, sungguh indah membangkitkannya hangat. Diri kita seakan menjadi hulubalang di tengah medan perang yang kita pergelarkan ulang. Namun demikian, bukan siulnya perang itu sendiri yang jadi obsesi dari hidup yang melingkar-lingkar ini. Melainkan sikap dan geliat laku dari sang hulubalang, yang sekian puluh tahun mengatur suara-suara dari kekuatan yang kokoh. Ataukah justru kokoh, tapi menenggelamkan hingga ke dasar yang sedalam-dalamnya?
Pitra sayang.
Ada titik-singgung dari lantunan kenang dan pengharapan untuk membenahi harikini. Kuyakin, saatnya belum terlambat. Kemarin, di kala hatiku sumpeg dan kembali kuinjak pasir pantai yang lembut keputih-putihan di ujung barat kota, aku menemukan bagian cerah dari segi hidup ini. Ah, bukan sentimental, kalau bicara begini. Hanya sekedar mencuplik hal-hal yang menggembirakan, dan alangkah girangnya, sehatnya, segarnya – karena diri sempat bermain di lingkaran masa silam. Lagi pula, sesekali, kita mempertautkan kembali jasad dan ruh kita kepada alam kedamaian yang pernah kita kagumi, rujuki serta selami cukup lama.
Mengapa manusia membicarakan tentang kubur, padahal jauh di dasar hatinya sesungguhnya dia teramat takut akan kematian? Mengapa manusia berusaha mencuwik sebagian dari tatanilai yang tersuruk di balik ranjang zaman, sementara dirinya enggan untuk dilibatkan kepada peristiwa yang berhubungan dengan kebringasan el-maut yang tanpa ampun itu? Terkadang, ada yang memang musti dinyanyikan, padahal kita benar-benar ngeri untuk memperkatakannya. Terkadang ada yang teramat menyembilu hati, karena itu dirasakan perlunya untuk hidup yang bukanlah hidup itu sendiri – kehidupan yang diancangkan dengan setengah hati ternyata sama sia-sianya. Lebih indah membentangkannya, dengan batin paling siap untuk itu. Atau menjulangkannya, lantaran dirinya menyangga suatu titiwanci.
Pitra yang tersayang.
Apabila seperti keluhanmu kemarin dulu, semakin lama makin mahal kita tersenyum (ah, yang benar…!) – maka di sini pun aku kan bisa memberikan jawaban yang kurang lebih mirip. Begini: pada saat manusia enggan memberikan senyumannya kepada sesama hidup, mahal senyum kepada dunia dan seisinya, yah – pada waktu itupun dia ada merasakan sesuatu himpitan yang terberat. Himpitan, yang kau tahu sendiri, menjadi bagian dari makna hayati itu sendiri. Himpitan, kawan. Himpitan, karena orang dalam keterpanggilannya dengan situasi-situasi jiwani yang sulit ditebak, dia terjempelak. Kadang, diperlukan upaya untuk menerjemahkan penilaian kita terhadap Sang Waktu, karena di situlah terdapat bentangan yang sesungguhnya. Lewat penamaan Waktu yang meletihkan (ataupun juga memperkaya jatidiri!) maka terpenuhi tuntutan yang terbaik. Sebaliknya, manusia terlalu papa untuk penggandaan ilmu.
Pitra yang tersayang.
Dalam hal-hal yang nisbi, kibarkanlah benderamu yang lebar jembar serta perlihatkan kepada dunia, bahwasanya dirimu mampu menjadi pencetus dari katahatimu. Dalam hal-hal yang nisbi – kukatakan hal ini semata-mata buat menekankan betapa dunia terlampau lama dimainkan oleh lagu-lagu kenisbian itu, dan bagaimana kita sendiri lantas tergoyang-goyang antara yang meremang dan yang menimbulkan perkiraan, ikhwal semua, kemajemukan semata. Kemudian dirimu melangkah, seraya bergumam. Dirimu melangkah seraya meragukan temuan-temuan hari muda yang baru saja berlalu. Namun jelas, hal semacam ini pantas direnungkan, sahabatku.
Kauperhatikan, bahwasanya gambaran-gambaran dalam jiwamu adalah milik yang terpatri pada tembok kebaktian yang cukup lama juga. Kita adalah anak dari pengembaraan bakti yang mengandung secuil rasa bahagia. Kita, anak dari keping-keping pengalaman rohani dari masa yang terkadang kurang diperhitungkan jamannya. Karena itu, jangan biarkan airputih yang tenang dalam gelas di depanmu tak terjamah, karena dirimu hanyut dalam lamunan hampa. Coba, teguklah air itu, lantas tenangkan diri di tengah suasana sekeliling. Kemudian, kau akrabi jam-jam yang mendekat itu. Kuyakin, ada yang bakal terselesaikan di kala hari ini menggelayut.
Pitra yang budiman.
Pada waktu helai-helai warkah kaukirimkan padaku dari sebuah kampung nelayan yang sunyi itu, apakah sebenarnya yang tengah kaupikirkan? Kau menyebut kampung itu Jaladriseta, lautan nan putih. Hmm, terdengarnya seperti suatu sindiran yang agak menggelikan. Lautan, di manapun juga, disebut biru karena keluasannya dan kesemestaan yang dipangkunya. Buih-buih yang ditampungnya di kala datang alun-gelombang pasang, niscaya menciptakan percikan warna putih memplak. Bukan putih samudera raya itu, kawan, melainkan hanya luapan busa yang menggarang. Sedangkan sang maha-raya-air-gemair yang membentang dari sini ke suatu cakrawala tanpa watas, meronakan kebiruan nan menggelanggang – dan alangkah menghanyutkan hal itu! Kita bisa menyatu di pusat birunya.
Pitra yang baik.
Kembali kepada pasir yang halus-lembut, bumi memutih dan tatapan serba-lapang di kejauhan. Ada yang hilang dari tubuh dan sukma, kurasakan hal itu berlangsung. Kau masih terlalu remaja saat itu. Kalau kusebut sekarang: sudah berapa kali purnama, berapa kali musim semi, sayangku? Aku sendiri, kalau kuingat pada masa lampau mempunyai nalar serta pemikiran yang belum mantap. Apa yang terlekat di benak, tiada lain hanyalah rautwajahmu yang manis nan belia. Mungkin masih diperlukan proses waktu yang panjang, sebelum putik bersemi merekah, menyerbakkan harumnya. Masih dibutuhkan jangka waktu yang memberikan kekuatan rohani, sebelum bibir ini mengucapkan kepastian kata, bukan sekadar sumpah-sumpah setia yang naif. Sekali lagi, sambil merenungi air muka samudera yang jembarnya tiada terselami. Wahai, dikala segalanya telah jauh di belakang, kini kita seperti menyanyikan lagu duka yang tak tentu nadanya. Dada terasa sesak.
Kampung nelayan itu tentunya masih memiliki gubuk-gubuk beratap ilalang, dinding anyaman daun palma, dan manakala angin senja melolong panjang dalam kembaranya, dia tak lupa mengusap-usap tepian atap pondok yang ringkih. Masa itu, kita sempat bermesraan sejenak di bawah naungan gubuk nan sepi. Di tengah rungsung badai di lautan sana, terdapat badai lain yang tak kalah gemuruhnya. Itulah gelombang darah muda kita, yang payah diteduhkan. Segalanya berlangsung lembut, nyaris tanpa keperihan, apalagi kegetiran. Tapi, sekarang – kala kita coba menyimak kembali bekas-jejak yang lenyap di hamparan pasir. Kegetiran pun singgah di sanubari. Lalu aku duduk, tercenung, dan mencoba mengingat-ingat kembali. Sudah berapa musim panas? Sudah berapa musim hujan? Sudah berapa musim badai? Sudah Gemulung yang menderu-deru masih keras berkumandang, sayangku. Paling kuat deru-dera itu jadi rasa ringkih nan muncul sesekali. Ya, tatkala beberapa helai rambut di pelipis mulai memutih dan pikiran susah ditentramkan, menjelang tidur malam.
Pitra yang baik.
“Kupikir, hari makin gelap dan makin gelap juga…”
“Siapa bilang hari menggelap? Kunang-kunang beterbangan di langit. Ada dua-tiga butir bintang-gemintang di langit beludru biru.”
“Kau mencoba meneduhkan angin kencang yang bertiup?”
“Kau mencoba menyiramkan air ke api unggun dahsyat ini?”
“Bukan, bukan begitu. Tapi aku tiba-tiba merasa sedih…”
“Jangan sedih. Kita berdua menyatukan hati yang gelisah.”
“Tapi, tapi kita belum layak berjalan terlalu jauh…”
“Memang belum. Cuma saja, mustahil diri menghindarinya!”
Sekali lagi, dan sekali lagi, kalimat-kalimat yang pernah meluncur dari bibirmu dan bibirku mengiang bersipongang. Kita takkan lolos dari kepungan peristiwa lampau, betapapun telah mengabut halimun. Karena, dia sebagian dari makna yang terpahat di jantung yang masih kuat berdegup. Menjadi serpihan dari pori-pori kulit denyutan darah hayati.
Pitra yang budiman.
Tentunya, kau ditemani oleh kedua anakmu kini, yang keduanya telah berangkat remaja. Sayang, sayang sekali terlalu cepat kau menemukan batu gelang yang mengakhiri masa bahagia rumahtanggamu. Suamimu yang tua, yang bangsawan berbudi luhur, pergi dinihari sesudah kapalnya yang megah itu hancur berkeping-keping oleh badai di pelayaran musim bunga. Kuharap kau tabah dalam derita senyap tanpa pendamping. Kelak, jika putra-putramu telah menjadi dewasa, niscaya keduanya akan lebih melengkapkan bahagiamu yang terpenggal. Kau akan bermuara di laut pula.
---
*) Tanggung jawab penulisan pada PuJa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
A Rodhi Murtadho
A. Anzib
A. Azis Masyhuri
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A. Riyadi Amar
A. Yusrianto Elga
A.H. J Khuzaini
A.J. Susmana
A.S Laksana
Abd. Basid
Abdul Azis Sukarno
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kirno Tanda
Abdul Wachid B.S
Abdurrahman Wachid
Abdurrahman Wahid
Abimardha Kurniawan
Abu Salman
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Achmad Sunjayadi
Adek Alwi
Adi Faridh
Adian Husaini
Adreas Anggit W.
Adrizas
Afrizal Malna
Agama Para Bajingan
Agni Rahadyanti
Aguk Irawan M.N.
Agus Aris Munandar
Agus B. Harianto
Agus Bing
Agus Buchori
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahda Imran
Ahid Hidayat
Ahmad Fanani Mosah
Ahmad Fatoni
Ahmad Hartanto
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Naufel
Ahmad Suhendra
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Airlangga Pribadi
Ajip Rosidi
Akbar Ananda Speedgo
Akhmad Sekhu
Akhmad Sofyan Hadi
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alam Terkembang
Alang Khoiruddin
Aldila Avrikartika
Alfred Tuname
Ali Audah
Ali Soekardi
Amien Wangsitalaja
Andhi Setyo Wibowo
Andi Andrianto
Andong Buku #3
Andry Deblenk
Angela
Anggota FSL
Anggraini Lubis
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anjrah Lelono Broto
Anton Bae
Anton Kurnia
Anton Kurniawan
Anton Septian
Anwar Nuris
Any Rufaidah
APSAS (Apresiasi Sastra)
Arafat Nur
Ari Saputra
Ariany Isnamurti
Arie Yani
Arief Junianto
Arifin Hakim
Arim Kamandaka
Arina Habaidillah
Armada Riyanto CM
Arman A.Z.
Arswendo Atmowiloto
Arti Bumi Intaran
Arwan
Arysio Santos
AS Sumbawi
Asarpin
Asep Sambodja
Atafras
Atmakusumah
Awalludin GD Mualif
Aziz Abdul Gofar
Babad Nuca Nepa
Babe Derwan
Badrut Tamam
Bagus Takwin
Bahrul Ulum A. Malik
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bambang Kuncoro
Bambang Satriya
Bambang Sugiharto
Bandung Mawardi
Banyuwangi
Bengawan Solo di Karanggeneng
Beni Setia
Benny Benke
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Berita Duka
Berita Koran
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Biografi
Blambangan kuno
Bonari Nabonenar
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi P Hatees
Budiawan Dwi Santoso
Bujang Tan Domang
Bung Tomo
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cerbung
Cerkak
Cerpen
Chairil Anwar
Chamim Kohari
Chavchay Syaifullah
CNN Indonesia
D. Dudu AR
D. Zawawi Imron
Dahlan Kong
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Daniel Paranamesa
Danilo Kis
Danuji Ahmad
Darju Prasetya
Darmanto Jatman
David ZA
Dea Anugrah
Dedi Pramono
Deni Jazuli
Denny Mizhar
Desiana Medya A.L
Dewan Kesenian Lamongan (DKL)
Dian
Diana A.V. Sasa
Didin Tulus
Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan
Diskusi buku
Djibril Muhammad
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Djulianto Susantio
Dody Yan Masfa
Dom Dinis
Donny Syofyan
Dorothea Rosa Herliany
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Kartika Rahayu
Dwi Pranoto
Dwi S. Wibowo
Dwidjo U. Maksum
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi Purwanto
Edith Koesoemawiria
EH Ismail
Eidi Krina Jason Sembiring
Eka Budianta
Eka Fendri Putra
Eka Kurniawan
Eko Endarmoko
Eko Nuryono
Elin Yunita Kristanti
Ellyn Novellin
Elnisya Mahendra
Em Syuhada’
Emha Ainun Nadjib
Eny Rose
Eriyanti
Esai
Evan Ys
Evieta Fadjar
F Rahardi
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Fakhrudin Aris
Fanani Rahman
Fariz al-Nizar
Faruk
Fatah Anshori
Fatah Yasin Noor
Fauzan Al-Anzhari
Fazabinal Alim
Felix K Nesi
Ferdiansyah Thajib
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Forum Sastra Lamongan
Furqon Lapoa
Galuh Tulus Utama
Ganug Nugroho Adi
Gde Artawan
Gede Mugi Raharja
Gerakan Surah Buku (GSB)
Gerson Poyk
Gito Waluyo
Goenawan Mohamad
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gunoto Saparie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
H.B. Jassin
Haaretz
Hadi Napster
Halim HD
Hamberan Syahbana
Hamdy Salad
Hamzah Fansuri
Haris del Hakim
Haris Saputra
Harri Ash Shiddiqie
Harry Susilo
Hartono Harimurti
Hasan Junus
Hasnan Bachtiar
Hawe Setiawan
Henri Nurcahyo
Hepi Andi Bastoni
Heri CS
Heri Latief
Heri Listianto
Heri Santoso
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Lamongan
Heru CN
Heru Joni Putra
Hikmat Gumelar
Hilmi Abedillah
Hudan Hidayat
I Made Prabaswara
I Nyoman Darma Putra
I Nyoman Suaka
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
IGK Tribana
Ignas Kleden
Ignatius Yunanto
Imam Muhayat
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indra J. Piliang
Indra Tjahjadi
Indra Tranggono
IPNU Kabupaten Lamongan 1955
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iwan Kurniawan
Iwank
Jadid Al Farisy
Jafar Fakhrurozi
Jalan Raya Simo Sungelebak
Jamal D Rahman
Jamaluddin Mohammad
Jamrin Abubakar
Jauhari Zailani
Javed Paul Syatha
Jean Couteau
Jiero Cafe
Jihan Fauziah
JJ. Kusni
Jo Batara Surya
Joao Ruiz De Castelo Branco
Johan Khoirul Zaman
John Halmahera
John Sinartha Wolo
Joko Budhiarto
Joko Pinurbo
Joko Sandur
Joko Widodo
Jual Buku
Jual Buku Paket Hemat
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K.H. Anwar Manshur
K.H. Ma'ruf Amin
Karanggeneng
Kasnadi
Katrin Bandel
Kemah Budaya Panturan (KBP)
Khoshshol Fairuz
Ki Ompong Sudarsono
Kingkin Puput Kinanti
Kirana Kejora
Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Komunitas Perupa Lamongan
Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII)
KOSTELA
Kritik Sastra
Kukuh S Wibowo
Kukuh Yudha Karnanta
Kurnia EF
L. Ridwan Muljosudarmo
Laksmi Sitoresmi
Lamongan
Lamongan 1916
Larung Sastra
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leo Tolstoy
Lina Kelana
Linda Christanty
Liza Wahyuninto
Loe Lan Ing
Lukisan Rengga AP
Lukman Santoso Az
Lutfi Rakhmawati
Lynglieastrid Isabellita
Lysander Kemp
M Anta Kusuma
M. Aan Mansyur
M. Harir Muzakki
M. Latief
M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S.
M. Lukluk Atsmara Anjaina
M. Lutfi
M. Raudah Jambak
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
Mahamuda
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Majelis Sastra Asia Tenggara
Makalah Tinjauan Ilmiah
Mala M.S
Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Mardi Luhung
Margita Widiyatmaka
Marhalim Zaini
Mario F. Lawi
Marsi Ragaleka
Martin Aleida
Martin Lings
Masdharmadji
Mashuri
Mathori A Elwa
Matroni Muserang
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Misbahus Surur
Mochtar Lubis
Mohammad Eri Irawan
Muafiqul Khalid MD
Mudjia Rahardjo
Muh Syaifullah
Muhajir Arifin
Muhamad Rifai
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Alimudin
Muhammad Aris
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Rain
Muhammad Taufiqurrohman
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yamin
Muhammad Yasir
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun A.S
Mujtahid
Mujtahidin Billah
Mulyadi SA
Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik
Musfi Efrizal
Muslim Kasim
Musyafak
Nadhi Kiara Zifen
Nafi’ah Al-Ma’rab
Nailunni’am
Naqib Najah
Naskah Teater
Nasrullah Thaleb
Nawa Tunggal
Nevatuhella
Nezar Patria
Nina Mussolini-Hansson
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nitis Sahpeni
Nizar Qabbani
Noor H. Dee
Noval Jubbek
Novel
Nunung Nurdiah
Nurel Javissyarqi
Nurjanah
Nurul Anam
Nurul Hadi Koclok
Nurul Komariyah
Nuryana Asmaudi
Obrolan
Octavio Paz
Olivia Kristina Sinaga
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pagelaran Musim Tandur
Pawang Surya Kencana
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
PDS HB Jassin
Pesantren Tebuireng
Petrus Nandi
Philipus Parera
Pipiet Senja
Plato
Pramoedya Ananta Toer
Pratono
Pringadi AS
Priyatna Abdurrasyid
Prof Dr Faisal Ismail MA
Prosa
Puisi
Puji Santosa
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Putu Fajar Arcana
Putu Wijaya
R Toto Sugiharto
Radhar Panca Dahana
Rahmat Sularso Nh
Raihul Fadjri
Raja Ali Haji
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Ramadhan Batubara
Ranang Aji SP
Ratnaning Asih
Ratno Fadillah
Raudal Tanjung Banua
Raudlotul Immaroh
Redland Movie
Reiny Dwinanda
Rengga AP
Resensi
Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992
Rheza Ardiansyah
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Rinto Andriono
Riris K. Toha-Sarumpaet
Risang Anom Pujayanto
Riyadhus Shalihin
Riyon Fidwar
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rojiful Mamduh
Romi Zarman
Rosihan Anwar
Roso Titi Sarkoro
Rudy Polycarpus
Rumah Budaya Pantura (RBP)
Rx King Motor
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabine Mueller
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifur Rohman
Sainul Hermawan
Sajak
Salamet Wahedi
Samin
Samsudin Adlawi
Sanggar Pasir
Sanggar Rumah Ilalang
Sapardi Djoko Damono
Saparinah Sadli
Sartika Dian Nuraini
Sarworo Sp
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Satriwan
Satyagraha Hoerip
Saut Situmorang
Sayyid Fahmi Alathas
Sejarah
SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang
SelaSastra Boenga Ketjil
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Septi Sutrisna
Sergi Sutanto
Setia Naka Andrian
Shinta Maharani
Shiny.ane el’poesya
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Khoeriyah
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Sitor Situmorang
Siwi Dwi Saputro
Siwi Tri Puji B
Sjifa Amori
Sofian Dwi
Sofyan RH. Zaid
Solihin
Solo Exhibition Rengga AP
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sri Wintala Achmad
Sri Wulan Rujiati Mulyadi
St Sularto
Stefanus P. Elu
Suci Ayu Latifah
Sudartomo Macaryus
Sugiarta Sriwibawa
Sugiarto
Sujatmiko
Sunaryono Basuki Ks
Sungatno
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suripto SH
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutamat Arybowo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Syamsudin Walad
Syi'ir
Sylvianita Widyawati
Syu'bah Asa
TanahmeraH ArtSpace
Tarmuzie
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Setiawan
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Th Sumartana
Thales
Theo Uheng Koban Uer
Timur Budi Raja
Titik Alva-Alvi Choiriyah
Tjahjono EP
Tjahjono Widarmanto
To Take Delight
Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan
Tomas Transtroemer
Tosa Poetra
Toto Gutomo
TS Pinang
Tu-ngang Iskandar
Udo Z. Karzi
Ulil Abshar-Abdalla
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Umbu Landu Paranggi
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usman Arrumy
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W. Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Awaludin
Warih Wisatsana
Waskiti G Sasongko
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wemmy Alfadhli
Wicaksono
Widya Oktaviani
Wina Bojonegoro
Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan
Wisnu T Hanggoro
Wowok Hesti Prabowo
Y Alprianti
Y. Wibowo
Yani Arifin Sholikin
Yanto Musthofa
Yasraf Amir Piliang
Yayat R. Cipasang
Yohanes Padmo Adi Nugroho
Yohanes Sehandi
Yok’s Slice Priyo
Yoks Kalachakra
Yona Primadesi
Yoram Kaniuk
Yunit Permadi
Yusi A. Pareanom
Yusri Fajar
Yuval Noah Harari
Yuyun Ifa Naliah
Zaim Rofiqi
Zainal Arifin Thoha
Zaki Zubaidi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zen Rachmat Sugito
Tidak ada komentar:
Posting Komentar