Jumat, 19 September 2008

MELAWAN HEGEMONI SASTRA INDONESIA (?)

Pembacaan atas subyek-obyek dalam puisi penyair Lamongan
Haris del Hakim

Bajaj Bajuri di Trans TV dapat dikatakan sebagai film komedi dengan rating pemirsa yang tinggi, terbukti masih terus diputar meskipun diulang-ulang. Begitu pula dengan OB di RCTI. Kedua film itu bersetting budaya Betawi; zaman dulu adalah Batavia, pusat administrasi VOC Belanda yang imperialis dan kolonial. Dalam film itu kita bisa melihat karakter orang Betawi yang selalu menang sendiri dan tak terkalahkan, berseberangan dengan karakter orang yang selalu naif yang diperankan sebagai orang Jawa (istilah Jawa bagi orang Betawi adalah penduduk Jawa selain mereka); dalam Bajaj Bajuri kita bisamelihat tokoh Emak Etti yang cerdik dan licik berseberangan dengan Mpok Hindun yang kenes dan endel atau Yusuf bin Sanusi sebagai orang Betawi yang paling naif dengan Parti yang mengalah dan tak berdaya menghadapinya bahkan mau diperistri, sementara dalam OB adalah Saodah yang gembrot dan selalu menang berhadapan dengan Sayuti yang Jawa yang lamban dan tidak cerdas.

Gambaran di atas seperti yang dilukiskan dalam Orientalisme karya Edward W. Said tentang hegemonisasi Barat terhadap Timur sebagai pintu gerbang imperialisasi, “Sekelompok orang yang tinggal di satu tempat tertentu akan menciptakan batas-batas antara tanah tempat tinggal mereka dengan lingkungan terdekat dan kawasan luar yang mereka sebut “tanah orang biadab”” (Said: 70).

Proses hegemoni warisan budaya kolonial dan imperial tersebut sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda dan bertahan hingga sekarang. Secara geografis Betawi memang diuntungkan sebagai pusat pemerintahan dari masa kolonial Belanda hingga pemerintahan Republik Indonesia. Kemudian, bagaimana orang-orang non-Betawi menyikapi hal itu? Pembacaan terhadap puisi penyair muda Lamongan dalam antologi Absurditas Rindu terbitan Sastranesia menjadi penting untuk dibahas.
***

Kata ganti “kita” dan “mereka” beserta padanannya merupakan representasi paling sederhana untuk menciptakan batas-batas karakter dan kekuasaan. Padanan kata “kita” adalah “aku” atau “kami” dan selainnya adalah “yang lain”. “Kita” adalah subyek dan “yang lain” adalah obyek. Nafas transenden dan religiusitas melebur dalam jarak subyek-obyek yang bersifat serampangan ini. Kalau diselusuri secara mendalam keberjarakan itu selalu ada, seperti keberjarakan konsepsi kita tentang yang transenden yang selalu berubah seiring pengalaman dan usia. Ketika kanak-kanak gambaran transenden harus berwujud konkret dan mudah dijelaskan dalam logika anak-anak, namun pada usia dewasa lebih cenderung ke arah konsepsional abstrak yang lentur. Akan tetapi, tetap tidak lepas dari keberjarakan dan perbedaan antara subyek dan obyek.

Meskipun demikian, pembacaan ini tidak lantas menahbiskan perlawanan diametral antara daerah dan pusat seperti yang pernah terjadi pada tahun 80-an, namun bukan berarti takut untuk selalu melakukan perlawanan terhadap pusat.

Bagaimana penyair muda Lamongan menggunakan dan mendeskripsikan kata ganti tersebut?
AS. Sumbawi dalam puisi Dia Sedang Terbang menggambarkan “yang lain” bahwa dia sedang terbang//dibawa angin yang tertangkap//dari sinetron ABG dan kisah cinta… dia sudah tak terjangkau malam itu//ketika rinduku lega di ruang tamu//tapi, dia berkata://besok saja, kulihat lukisan itu. Dia sebagai yang lain dilukiskan berkarakter imajinatif dan melayang-layang bebas sekaligus berkuasa dengan gaya birokratisnya yang senang membuat orang lain menunggu, besok saja. Sedangkan aku sebagai subyek yang merespon adalah aku nekat beranjak pergi//dengan sebuah lukisan//—potretnya—tergulung// //ketika rinduku lega di ruang tamu// //ah, lega rasanya//tak sampai tumpah rasa//terbuang dalam keranjang sampah//—yang kubayangkan—//dipunguti dua ekor ayam//yang telurnya hampir//kusantap tiap malam. Aku sebagai subyek berkarakter memberi dan menunggu, apakah pemberiannya diterima atau tidak, serta pasrah atas keputusan sekaligus pandai menghibur diri terhadap apa pun yang terjadi pada dirinya.

Ali Makhmud dalam puisi Cipratan Kata tidak menggunakan kata ganti “kita” dan padanannya, namun bisa dikatakan engkau dalam puisi adalah aku sebagai subyek dan suasana yang dibangun merupakan obyek. Obyek di sini dilukiskan sebagai malam tiba-tiba tak lagi//melukiskan warna//menjaga dengan kerlip//lilin pada cemasnya yang terlelap//sesekali redupnya memunculkan igauan//waktu siang, memaksa engkau. Deskripsi “yang lain” yang suram dan tidak mempunyai harapan itu ternyata masih berkuasa untuk memaksa engkau untuk merangkai kembali cahaya//sebentar-sebentar padam//berharap ia tak terjaga//dalam percikan kata-kata//diam. Subyek itu pun tidak berdaya menghadapi paksaan dan mengeras diatas nyata//ia pun mengelap cipratan kata//yang tak lagi bias. Kata yang tak berbias seperti sebuah keyakinan, namun sayang keyakinan itu masih abstrak dan tak terjelaskan dalam puisi ini.

Anis CH sangat jelas menggunakan kata ganti tersebut sehingga mudah untuk dipahami. Dalam puisi Pada Suatu Hari Di Ujung Subuh dia menggambarkan “yang lain” dengan jelas Kata-katanya terlalu lugas untuk//Kumaknai, betapa pun kamus—//Kamus itu tersaji di hamparan mataku. “aku tak bisa membaca”, kataku//waktu itu yang kemudian telapak//tanganmu menenggelamkan kepalaku//pada hangat ketiakmu// //Awan terlalu tinggi untuk kau bisa//Terbang dan mengambilnya segumpal//Untukku…//Maka latihlah sayapmu agar tak kaku//Dan belajarlah terbang agar kau//Bisa mengambil lebih dari segumpal awan-awan itu// //Agar kau bisa menjadikannya apa saja//Dan tak lagi putih, biru dan kelabu warnanya.// //Katamu, tak perlu gelisahmu kau//Hadirkan sebuah kupu-kupu yang//Terluka sayapnya tak mungkin menyeret//Pintu samudra di kakiku. Subyek benar-benar diliputi rasa kuatir dan ketakutan tidak mampu memahami “yang lain” dan memilih untuk tenggelam dalam rasa aman tanpa resiko berhadapan dengan “yang lain”. Bahkan, subyek berharap agar obyek berlatih dan berusaha agar dapat menguasai dirinya.

Ariandalu S. dalam puisi Cerita Merpati Pada Suatu Pagi menuliskan Lama aku tertegun melihat merpati yang bertengger diantara tumpukan jerami tengah mengusap-usap keringat di kepalanya dengan sayapnya yang pucat, ia semakin merunduk lalu bersimpuh pada sudut pandangan kosong di antara ilalang yang seakan asik berbicara dengan angin// //Tak lama kian kulihat kesendiriannya telah hadirkan iba pada diriku, lalu kuhampiri dengan sejuta tanda Tanya, dan aneh ia malah tersenyum memandangku dengan matanya yang lembut seakan memberi ketenangan pada diriku, lalu ia bicara "hai maukah kau menggantikanku, aku terlalu lelah berkabar pagi, setelah larut dalam arus badai semalam, aku ingin istirahat dan setelah itu aku akan berada disampingmu mendengar kau bercerita tentang cinta pada suatu pagi nanti" dan iapun tertidur pulas sepulas bulunya yang sebagian terbang tertiup angin. Aku hanya terdiam melekat apa yang diucapkan merpati tadi pada suatu pagi. “Yang lain” dalam puisi ini dimetaforkan dalam wujud merpati yang sudah tidak berdaya dan rapuh serta mencari pengganti. Pengganti itu dialamatkan pada aku, subyek. Sayangnya, subyek tidak menerima atau menolak dengan sikap yang tegas tetapi justru terpukau oleh fenomena yang dihadapinya.

Atrap S. Munir dalam puisi Kepada Engkau menyatakan Aku disini hanya menangkap makna//Setiap kepak sayap burung dalam dada//(seperti engkau tebar ridho dengan cinta//dari doa aku berserah)// //Wahai engkau//Mungkin harus tiada tersisa yang kita punya//Untuk mengubah zaman//Sebab dimana engkau hidup harus bisa;//Maka beri arti setiap desah nafas peluh//Pada kesempatan hari untuk memberi roh//Pada mimpi-mimpi. Aku subyek hanya menjadi subyek yang pasif dan berserah sebagai penangkap mimpi yang diberi roh oleh “yang lain”. Obyek meskipun tidak berdaya tetap sebagai yang ideal dan harus bisa berbuat apa saja.

D. Zaini Ahmad dengan puisi Fantasi Sampah menyatakan Dalam sebuah ruang aku terburai dalam//fantasi//Simpuh meratap hidup tiada arti// //Sembari kulihat manik-manik linang//air mata//Dalam sebuah cermin//Wajahku hitam kelam//Tiada setitik sinar putih memancar// //Diriku sadar//Diriku tertimbun di antara bau busuk//sampah dan kerumunan lalat//dalam cakaran pemulung// //Diriku tiada berdaya dalam tumpukan//Sampah//Bersimpuh bersama tarian-tarian lalat//Memohon ampun dan rahmatNya. Subyek di sini bermetafor dengan sampah yang kotor dan buram bersahabat dengan lalat-lalat yang tidak berdaya, bahkan di antara tumpukan sampah sendiri. Sampah yang tidak berdaya karena sampah itu sendiri. Identifikasi terhadap sampah tidak menemukan aspekesensial dari sampah yang dapat membantu proses keberlangsungan alam semesta. Obyek digambarkan sebagai pemilik ampunan dan rahmat yang kepadanya subyek memohonkannya.

Ghaffur Al-Faqqih kelihatan sangat unik dalam puisi Terpedaya. Tanpa kata ganti yang sepadan dengan subyek, digambarkan bagaimana suasana itu seperti air bah yang menghanyutkannya. Obyek telah bermurah hati dengan nikmat, namun subyek justru Semakin tersesat kenikmatan//Pandangan kabur//Berjalan diatas keraguan membuat//mata-mata buta//Terperosok jurang keindahan.//Dimana hitam, putih sama//Roh-roh menawarkan anggur//Menepis keimanan.//Takberdaya atas nikmatMU//Lupa akan daratan//Tenggelam akan nikmat dunia.

Heri Listianto dalam PANGGUNG SENYUM menggambarkan milik subyek yang telah teridentifikasi oleh obyek. Heri menulis Kotak jurnalku terkapar//Mengabsen jari-jari lengking//yang berjalan menggelitik diatas wacana itu,// //Kitapun mulai mendata//partikel-partikel yang berjalan setengah langkah. Puisi ini berbeda dengan sebelumnya, karena subyek telah mengatur langkah untuk entah meskipun baru setengah. Mengapa? Jawabannya ternyata sangat mistis dan terdengar tidak berdaya. Mungkin, malaikat rumput//mulai takluk oleh para kambing//Yang menunjuk para moderator//Dalam sidang para "Hayawan".

Imamuddin SA. seperti judul puisinya, Emanasi, menggambarkan ketergantungan yang erat antara subyek dan obyek, bahkan subyek sebagai bagian obyek; debu-debu jiwaku//adalah kesemestaanmu,//tanpa percik cahayamu kan berlalu. Hal yang unik di sini adalah obyek ternyata dapat terkondisikan oleh “yang lain” bagi obyek, obyek yang sekaligus subyek, seperti dalam bait puisinya Rotasi masa pengubur ari//Dalam legenda misi atau sangsi//Telah membawamu di hening emanasi.

Javed Paul Syatha dengan puisi Absurditas Rindu mendefinisikan obyek itu dengan sangat jelas sebagai samsara rindu; sebuah perjamuan di suatu rumah//dimana kedekatan terus membuat makna//mencoba menetapi pada jalanan waktu. Obyek tersebut memberikan pengaruh yang sangat gamblang pula terhadap subyek dengan membuatku mengenali segenap ruang bagi jiwa//sebagai pengendali yang hebat//diperjalanan beratus abad lampau dan nanti//[melampaui semua rahasia semua misteri]. Sikap subyek terhadap obyek pun menjadi defensif dan mempersembahkan sesuatu yang esensial namun masih belum sempurna, duh, hanya anggur yang akan kusuguhkan//untukmu//dan pergelasnya adalah cahaya//serangkaian cahaya dari ujung ke ujung atau bukalah pintu rumahku secara penuh. Sikap tersebut berasal dari ketulusan rindu yang sangat ideal yang nantinya diharapkan dapat menjadikan subyek menjadi ideal seperti halnya obyek. Subyek adalah perindu obyek yang juga merindukan subyek, sehingga lahirlah keagungan tanpa batas. Subyek ternyata juga waspada apabila rindu tersebut tidak tulus dan mengancamnya dalam hati yang gelisah tanpa langkah yang lebih konkret, yang mengabaikan rindu//namamu tertulis dalam kegelisahan janji//[adalah laksana cermin yang memancar//lantas menghilang engkau dalam kegaiban].

Kadjie Bitheng MM dalam Perjalanan menggambarkan subyek yang tidak jauh berbeda dengan para penyair sebelumnya. Kesadaran subyek adalah kesadaran sebagai yang tersesat yang mengagungkan dirinya, namun hal itu bukan karena kesadaran akan kondisi ketersesatannya melainkan karena obyek yang ideal dan cita-cita subyek untuk setara dengan obyek. Keunikannya justru dengan larut dalam ketersesatan itu dapat memperoleh buah dari obyek. menelusuri perjalanan//tersesat aku//pekat masih menghantarkan rindu//pada spasi spasi perjalanan//dan diantara rongsokan rongsokan kata//kusembah jua diriku//karena Engkau//penghias instalasi instalasi ruang//dan waktu masih kueja sebagai tanda koma//menelusuri belantaramu//terpahat aku//oleh gemerincing ranting dan dahan//melebur ruhnya pada kedalaman dzikir//dan tubuhku gemetar//menyalalah rindu mencakar cakar//dinding relung nuraniku//dan cemburu telah lebur dalam pekat//dan ruhku menggeliat tersesat//dalam kedalaman dzikirmu//dan diantara pohon pohon berjajar rapi//ku petik buahMu di sini. Obyek tersebut adalah penghias instalasi ruang dan waktu.
***

Semua penyair muda yang sangat berbakat tersebut mempunyai pola pikir yang hampir sama antara satu sama lain. Mereka menggambarkan subyek yang cenderung pasif dan tidak berdaya berhadapan dengan obyek. Subyek tetap subordinan dari obyek yang sangat kuat, namun satu hal yang unik adalah sebagian besar mengungkapkan kemuraman dan keputusasaan pada diri obyek. Sikap itu timbul dari konsepsi ideal tentang obyek yang dibarengi konsepsi tidak ideal tentang subyek. Benarkah subyek tidak memiliki apa-apa sehingga sedemikian legawa untuk menjadi subordinan?

Jawabannya pasti tidak dan kita harus bersekutu untuk menemukan dan menjadikannya sebagai mata tombak yang tajam. Sastranesia telah memulai dengan menyodorkan lembaran paling berharga untuk dijadikan batu altar pijakan, semoga altar ini dapat menjunjung manusia-manusia besar yang berpijak di atasnya ….

Surabaya, 7 Agustus 2008

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito