Senin, 23 Juni 2008

Melankolia

Javed Paul Syatha

Adalah Wisata Bahari Lamongan; disana ada hotel yang cukup sederhana untuk para pengunjung yang berdatangan atau sekedar ingin melepas lelah di tepi pantai beberapa waktu, meski sederhana, banyak orang bersepakat bahwa hotel itu cukup nyaman untuk dihuni. Ia terletak pada suatu ketinggian antara laut dan pusat pariwisata kota Lamongan: bagian utama terdiri dari tiga lantai dan ada sayap tambahan yang hanya satu lantai. Sebagian dari kamar-kamar menghadap ke arah laut yang memberikan pandangan indah kepada kota yang terletak sebagai cawan di pantai utara itu.

Sauqi berdiri di jendela kamar hotelnya di lantai dua sembari memperhatikan lampu-lampu yang gemerlapan di beberapa wilayah laut. Sebentar lagi matahari akan tenggelam, sebagaimana selalu terjadi pada bagian perjalanan masa. Ada perubahan warna yang ditimbulkan matahari dan yang memantul ke langit, kemudian awan yang datang berarak memberikan lanskap yang menggetarkan.

Ia berdiri gamang, merenungkan apa yang akan dikerjakan sesudah itu. Ia datang dari Jogjakarta satu hari yang lalu dalam kedudukan sebagai seorang penulis. Ia datang ke Lamongan atas undangan Rodli, seorang novelis yang mempunyai kepentingan dalam bidang yang sama yang sedang dijalani Sauqi, Rodli sedang lounching novel perdananya berjudul Dazadlove yang akan diseminarkan beberapa hari lagi di Pondok Pesantren Karangasem Paciran Lamongan, dengan pembicara muda Imanuel ISA juga Sauqi tentunya.

Tempat itu hanya berjarak satu kilo saja dari posisi dimana Sauqi sekarang menginap. Sauqi memenuhi undangan Rodli karena ia memerlukan perubahan suasana. Ia menghadapi suatu keadaan yang tiba-tiba dan mencemaskan. Ia musti mengambil keputusan yang sulit mengenai orang terdekatnya. “Anarose”. Untuk itu ia perlu meninggalkan Jogjakarta, jedah sejenak di tanah kelahirannya yang sudah hampir tiga tahun ditinggalnya, hampir saja ia melupakan betapa lezatnya semangkok soto atau betapa sedap tahu campur yang hampir tiap sore dulu ia santap sebagai menu wajib hari-harinya.

Ia kembali merenungkan apa sesungguhnya yang telah terjadi, perasaan cinta yang sungguh-sungguh dijaga terhadap Anarose sekarang dirasakan begitu asing. Ah, perasaan inilah yang selalu memenuhi ruang batin dan angannya saat ini.

Ia beranjak dari jendela menuju meja kamar yang jaraknya hanya beberpa langkah saja, sambil menenangkan jiwa yang mulai letih, Sauqi meraih Nokia biru muda bertipe 2100 yang ada di samping kanan letak duduknya di antara tumpukan buku yang beberapa waktu lalu ia terbitkan, keempat-empatnya bersampul biru muda “warna favoritnya”, bertitel; Tanpa Syahwat, Interlude di Remang Malam, Dunia Kecil Panggung & Omong Kosong dan Waktu di Pesisir Utara. Tampak juga beberapa buku berserak disana tak terkecuali Dazedlove. Sauqi memutuskan untuk mengirim pesan singkat lewat SMS kepada sahabat kecilnya dahulu:

“haris, aku di pelataran hatimu
ada kangen menyusup raga”

“selamat datang di kota sua abadi duhai kerinduanku
tapi maaf aku sekarang di “walhi” surabaya bersama
kekasih-kekasihku. ha.. ha.. ha...”

Di bawah jendela kamar tidurnya tepat di lantai dua itu, Sauqi menemukan cerita yang begitu indah, seperti ia telah menemukan dirinya kembali; jendela yang langsung menghadap laut itu seperti bercerita tentang suatu perjalanan panjang. “miniatur itu seperti aku pernah melihatnya! Yap 12 tahun silam aku dan keluarga saat Ziarah Wali Songo. Tidak salah lagi” seperti sejenak Sauqi telah melupakan kisah cinta yang menindihnya. Ia merasa seolah-olah dimasa lampau anjungan itu pernah digenangi mutiara hikmah. Ya, bersama keluarganya sesaat di wisata budaya religius itu hampir disetiap waktu selalu dipenuhi para peziarah yang datang dari segala penjuru.

Tiba-tiba ia tersadar dari lamunan panjangnya, seseorang telah mengetuk pintu kamarnya dengan lembut. Sementara Sauqi melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul 19.30. Wib. Belum begitu malam pikirnya untuk menerima tamu.

Ia bangkit perlahan beranjak menuju pintu. Walaupun ia menyukai Lamongan dan penduduknya, dari pembawaannya yang kalem bahkan melankolis Sauqi adalah tergolong orang yang hati-hati dan tak ingin membukakan pintu bagi orang yang sama sekali tak dikenalnya. Hal itu dilakukan hanya semata-mata untuk menjaga keselamatan dirinya dari hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh karena itu setiap tamunya yang datang berkunjung pasti akan melalui petugas hotel dan petugas itu akan menelponnya dulu ke kamar hotel apa tamu itu diperbolehkan datang langsung ke kamarnya atau tidak.

Ketukan terdengar kembali, dengan perlahan ia membukakan pintu. Seorang pelayan hotel sudah berdiri di depannya dengan penuh hormat.

“Assalamu’alaikum” ia mengucap salam dengan sopan.
“Waalaikumsalam, ada apa Mas?”
“Maaf ada seorang wanita di lantai bawah, ingin bertemu dengan anda”
“Dia mengatakan namanya?” tanyanya penasaran.

“Tidak” pelayan hotel itu nampak agak bingung sambil matanya bermain sedikit banal “Ia datang kepada saya dan Dia akan membayar saya kalau datang ke atas dan meminta anda turun untuk menemuinya di mini resto. Mas datang ya!?”.

Sauqi memandangi pelayan itu dengan rasa ragu. Apakah bijaksana menemui seseorang yang telah membayar pelayan tanpa melalui petugas resepsionis juga tanpa menyebut namanya. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan di balik itu semua?.

“Jika Mas tidak datang, orang itu akan marah sekali kepada saya, dan saya akan sangat malu. Mohon Mas!” pelayan itu menghibah.

Sauqi tahu bahwa pelayan itu menginginkan uang yang ditawarkan orang yang mengaku tamunya itu. Dan bagaimana ia bisa sampai hati menolak permintaan pelayan itu? Toh ia tidak akan kehilangan apa-apa. Tak ada seorangpun yang akan berani mengganggunya di tengah kerumunan orang yang begitu banyak di mini resto, dimana hampir setiap malam sebuah pertunjukan teater sederhana mengadakan pertunjukan disana. Apalagi hanya seorang wanita.

“Saya akan memenuhi panggilan itu” katanya sambil sedikit senyum yang dipaksakan. Wajah pelayan itu cerah seperti baru saja terlepas dari perangkap harimau.

Sauqi mengikuti pelayan kecil itu menuju tangga. Seperti biasa dibeberapa sudut hotel itu penerangannya tampak remang-remang, namun demikian wajah pengunjung yang menduduki kursi-kursi di sekeliling panggung dimana sekelompok anak teater tengah mementaskan cerita-cerita lucu dan nyanyian-nyanyian romantis yang sedikit dengan sentuhan erotik, wajah mereka dapat dikenali dengan mudah.

Seperti sudah terpetakan, dengan lincah pelayan kecil itu megantar Sauqi berjalan di tengah-tengah para pengunjung menuju suatu sudut paling jauh dari pintu. Ia berhenti pada suatu meja dan memastikan apakah tamu pesanan wanita itu masih mengikutinya di belakang. Seketika Sauqi terkejut sekali, ia seperti menahan nafas yang berat ketika melihat seorang wanita yang duduk di kursi itu. Ia hampir saja berbalik arah dan kembali ke kamarnya. Jantungnya berdegup kencang.

“Barangkali dia bukan Anarose, bisa saja orang lain yang mirip dengannya” Sauqi mencoba menenangkan diri. Pada saat itu pelayan yang membawanya sedang berbicara dengan nada yang sedikit dipelankan kepada wanita yang duduk sendirian di hadapannya sambil jarinya menunjuk ke arah Sauqi yang sedang galau berdiri di sampingnya dan hanya beberapa jarak saja. Pelayan hotel itu lantas pergi setelah mendapat upah dari wanita yang telah menyuruhnya dan mempersilahkan Sauqi untuk duduk di kursi yang terbungkus kain putih yang telah tersedia di hadapannya.

“Bagaimana kabarmu Mas?” sapa wanita itu sambil mengulurkan tangannya ke arah Sauqi.
“Alhamdulillah aku sehat”
“Aku mencarimu Mas”
“Aku hanya butuh waktu sejenak untuk menenangkan pikiran”
“Tapi kenapa Mas tidak memberiku kabar?”
“Aku hanya tidak ingin mengganggu ketenanganmu An”

Mereka terdiam sejenak menyelami pikiran masing-masing. Dalam pertemuan ini sebenarnya Sauqi-lah yang benar-benar merasa tersakiti.

Beberapa waktu lalu Anarose; wanita yang telah dinikahinya tiga minggu silam itu telah berterus terang bahwa dia tidak sanggup melupakan kekasih lamanya. Terlebih setelah pernikahan yang dijodohkan kedua orang tua mereka itu tidak didasari dengan rasa cinta yang kuat, hanya perasaan saling mengerti akan kehendak orang tua saja. Sejak saat itulah Sauqi benar-benar kecewa dan ingin meninggalkan Anarose.

“Aku minta maaf” Anarose mencoba meraih tangan kiri Sauqi dengan lembut namun dia menolaknya, dan Anarose sangat mengerti tentang sikap itu.

Keadaan semakin beku, Sauqi mengambil sebatang Country dari saku jaket kulitnya yang kumal kemudian menyulutnya berlahan, hal demikian memang sering dilakukan oleh Sauqi apabila mengalami kebuntuan atau suntuk dalam menghadapi suatu masalah.

Terlintas kemudian di benak Sauqi untuk memanggil seorang pelayan; sekedar memesan secangkir kopi pahit untuk menghangatkan tubuhnya yang mulai disergap dingin, juga teh hangat untuk Anarose. Atau hanya semacam ekspresi ganjil untuk menenangkan pikiran yang mulai kalut.
***

Di atas panggung sebuah lagu Ketika Semua Harus Berakhir terdengar lirih, lagu yang di populerkan kelompok Band Naff itu terasa menusuk dalam dada.

“Ok. Ini persembahan terakhir kami malam ini, sebuah pembacaan puisi oleh Sastrawan asli Lamongan; kita sambut Nurel Javissyarqi”. Penonton sangat antusias sekali menyambut pembacaan puisi itu. Lampu dimatikan sejenak, kemudian meremang dan tiba-tiba Sastrawan itu sudah berada di tengah-tengah pentas, suasana hening sejenak dan puisi pun dibacakan dengan suara dan ekspresi yang menyihir semuatamu yang hadir. Tak terkecuali Sauqi dan Anarose yang saat itu sedang dalam kecamuk batin.

jangan kaubilang
aku tak mencegatmu
di gerbang halaman
saat kau tanpa pamit
ingin berjalan-jalan, menengok
gebyar di luaran
tahulah,
tak ada ruang lagi di dada
bahkan bagi diriku sendiri

—tuk mengungkapkan hak—

lidah telah dipatahkan cinta
dan apalah tuah kata
jika hanya jadi pagar
yang kau ingin lompat
kau terjang
maka, bersukalah

—cukup bagiku, kau—

dengan sebuah rumah di dada
pelindung panashujan
gebyar di luaran.1

“Puisi yang kedua; ini puisi yang terakhir berjudul Lamongan” ujar Sastrawan itu kepada puluhan tamu yang ada di hadapannya.

lewat celah cakrawala
aku telah membuka
matahari
terlelap diantara rumahrumah sunyi
dengan burung gagak di atasnya.

ohoi,
namai kesaksian ini atas waktu
hampir mati
genggam menuju entah;

pada seluruh ruang sublim bagi jiwa
bagi kemungkinan terburuk sekalipun.
ada yang mengintai di halaman rencana
mengurai isyaratisyarat kelicikan
namun esok, kita musti merebut sekali lagi
kenyataan lamongan ini
yang lunglai menangisi tahuntahun
kecemasan.

“Maaf saya tidak membacakan puisi cinta malam ini, tapi yakinlah bahwa cinta akan selalu ada di hati kita karena cintalah yang memilih kita dan menjadikan kita ada. Terima kasih”.

Sebuah penutup yang indah dari Sastrawan tersebut dan pertunjukan pun diakhiri dengan tepuk tangan yang riuh dari semua penonton yang hadir. Mungkin akhir yang estetis untuk kemudian dibawah dalam ruang istirah yang panjang menjelang tidur. Tapi tidak bagi sepasang suami istri yang dihadapannya sedang membentang jurang yang curam. Digenap 40 hari usia pernikahannya nanti mereka telah bersepakan untuk mengakhiri ikatan pernikahannya di meja Pengadilan Negeri Lamonagn; sehari sebelum bedah buku Dazedlove digelar.

***

Malam beranjak kelam, angin laut seakan berdesir mendesak raga. Sauqi mencium kening Anarose dengan mata tertutup; ciuman yang sama seperti saat setelah akad nikah dikobulkan tapi kali ini ciuman itu untuk yang terakhirkalinya. Lantas mereka menangis dalam ketidakberdayaan dalam diam yang luka.**

Lamongan, 2008
1Sajak AS. Sumbawi berjudul “Jangan Kau Bilang” dalam Antologi Absurditas Rindu, SastraNesia 2006.

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito