Jumat, 11 Desember 2020

Plagiarisme dan Kepengarangan

Seno Gumira Ajidarma *
Kompas, 9 Juni 2008
 
Belum jelas sejak kapan sejarah plagiarisme di Indonesia dimulai. Tetapi, dalam dunia kesusastraan Indonesia, pagi-pagi HB Jassin sudah harus membela Chairil Anwar yang telah menjadi ikon kesusastraan Indonesia, melalui buku kritik sastra berjudul Chairil Anwar: Pelopor Angkatan 45 (1956), dari tuduhan banyak orang yang menyatakan dan ”membuktikan” bahwa penyair itu adalah plagiator.
 
Kreativitas plagiator?
 
Bagi HB Jassin, tuduhan semacam itu memiliki alasan dan tujuan etis, yakni bahwa plagiarisme merupakan penipuan tidak bermoral, dan barangkali karena itu lantas seluruh karya Chairil Anwar kehilangan kesahihannya. Atas tuduhan semacam itu, HB Jassin membelokkan perkara dari masalah moral kepada masalah sastra, yakni bahwa kredibilitas Chairil Anwar sebagai penyair ditentukan oleh kreativitas sastranya, bukan oleh pertimbangan moralnya ketika melakukan tindakan yang membuat sebagian karyanya disebut plagiat. Mengikuti logika Jassin, moralitas adalah urusan manusia dengan hati nuraninya sendiri, tetapi pekerjaan sastra Chairil, adalah urusan kritikus sastra untuk menunjukkan duduk perkaranya, sebagai perkara sastra. Dalam bahasa Jassin, ”Saya tidak merasa mempunyai kompetensi untuk menyoroti sudut moral dari seniman ini. Dengan cara ini, kita menyingkirkan persoalan moral yang memang tidak pernah jadi perhitungan penyair semasa hidupnya.”
 
Selanjutnya, seperti bisa diikuti dalam buku yang sampai 40 tahun kemudian masih dicetak ulang tersebut, Jassin melakukan kategorisasi 94 tulisan Chairil yang kariernya hanya berlangsung 6,5 tahun itu sebagai berikut: saduran (4 sajak), terjemahan (10 sajak, 4 prosa), asli (70 sajak, 6 prosa). Dalam hal sajak saduran dan terjemahan yang termuat di media cetak dengan nama Chairil Anwar sebagai penulisnya, tanpa nama penulis sajak yang menjadi sumbernya, seperti Willem Elsschot, Archibald MacLeish, E Du Perron, John Cornford, Hsu Chih-Mo, Conrad Aiken, WH Auden, itulah yang disebut sebagai sajak plagiat. Namun, melalui perbandingan atas karya asli dalam bahasa Inggris dan Belanda, dengan hasil saduran dan terjemahan Chairil dalam bahasa Indonesia, sungguh HB Jassin sebaliknya telah menunjukkan ”kebesaran” Chairil Anwar, yang harus bekerja dengan ”modal” bahasa dan pencapaian karya sastra Indonesia seadanya yang tersedia sampai tahun kematiannya, yakni 1949.
 
Mengikuti uraian Jassin atau membandingkannya sendiri, telah banyak disetujui terdapatnya jasa dan sumbangan Chairil Anwar yang besar bagi bahasa Indonesia. Namun, dalam catatan ini saya tidak akan menunjukkan secara teknis, di sebelah mana kiat penyaduran dan penerjemahan Chairil telah membuat sajak seperti ”Krawang-Bekasi” bagaikan menjadi milik bangsa Indonesia sendiri, karena yang ingin saya garis bawahi adalah perkara lain: Dalam wacana ini, rupa-rupanya siapa yang mengarang dianggap penting, jika tidak sangat amat penting, di bawah mitos Pengarang sebagai Sosok Agung.
 
Kasus Hamka dan Wacana Junus
 
Saya masih akan melaporkan satu kasus lagi, ketika yang dituduh kali ini adalah ”monumen moralitas” itu sendiri, yakni Haji Abdul Malik Karim Amrullah yang lebih dikenal sebagai Hamka, seorang ulama yang sejak muda membangun tradisi menulis, sehingga setiap langkah dalam pemikirannya bisa diperiksa dan mempertanggungjawabkan dirinya sendiri, seperti yang kemudian berlangsung dalam tuduhan plagiat atas Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (1938). Meski novel ini sudah terbit sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia, ternyata baru menjadi polemik tahun 1962 setelah mengalami cetak ulang untuk kedelapan kalinya, yang sangat beruntung terkumpul dalam buku Tenggelamnya Kapal Van der Wijck dalam Polemik (Junus Amir Hamzah, 1963).
 
Mengikuti polemik dalam buku tersebut, Hamka dituduh menjiplak karya Musthafa al-Manfaluthi berjudul Magdalaine (disebut juga Madjdulin) yang berbahasa Arab, dan telah diceritakan kembali dalam bentuk film di Mesir dengan judul Dumu-El-Hub (Airmata Cinta). Disebutkan bahwa Manfaluthi ternyata juga ”mentjarternja” (sic!) dari karya berbahasa Perancis, Sous les Tilleuls (Di Bawah Lindungan Bunga Tilia) yang ditulis Alphonse Karr. Jika dalam hal Manfaluthi sumber bahasa Perancis itu disebut dengan jelas; dalam hal Hamka, yang disebutkan sangat menyukai karya-karya Manfaluthi, memang tidak. Setelah menyebutkan berbagai kemiripan pada berbagai paragraf, termasuk bagaimana Hamka telah berkiat mengubahnya, para penyerangnya memastikan status plagiator tersebut kepada Hamka, sebagai kontradiksi terhadap status sosialnya sebagai agamawan.
 
Hamka sendiri dikutip menjawab, antara lain, seperti berikut, ”… kalau ada orang yang menunggu-nunggu saya akan membalas segala serangan rendah dan hinaan itu, payahlah mereka menunggu sebab saya tidak akan membalas. Yang saya tunggu sekarang adalah terbentuknya satu Panitia Kesusastraan yang bersifat ilmiah, di bawah naungan salah satu Universitas (Fakultas Sastra-nya) dan lebih baik yang dekat dari tempat kediaman saya, yaitu Universitas Indonesia.” Sebelumnya juga ia sebutkan, ”Hendaknya jangan dicampur aduk hamun- maki dengan plagiatlah Tenggelamnya Kapal Van der Wijck atau sadurankah atau aslikah…/ Kalau Panitia tersebut memandang perlu untuk menanyai saya, saya akan bersedia memberikan keterangan.” Pengadilan ilmiah seperti yang diharapkannya memang tidak terjadi, tetapi polemik yang semula tampak jelas merupakan usaha pembunuhan karakter, sampai juga kepada perbincangan yang lebih bersungguh-sungguh, ketika HB Jassin, Umar Junus, Ali Audah, Wiratmo Soekito, dan sejumlah nama lagi nimbrung dalam polemik.
 
Menurut Jassin dalam pengantar buku Manfaluthi yang akhirnya diterjemahkan sebagai Magdalena (1963), ”Memang ada kemiripan plot, ada pikiran- pikiran dan gagasan-gagasan yang mengingatkan kepada Magdalena, tetapi ada pengungkapan sendiri, pengalaman sendiri, permasalahan sendiri. Sekiranya ada niat pada Hamka untuk menyadur Magdalena Manfaluthi, kepandaiannya melukiskan lingkungan masyarakat dan menggambarkan alam serta manusianya, kemahirannya melukiskan seluk-beluk adat istiadat serta keahliannya membentangkan latar belakang sejarah masyarakat Islam di Minangkabau, mengangkat ceritanya itu jadi ciptaan Hamka sendiri….” Ditambahkannya, ”Anasir pengalaman sendiri dan pengungkapan sendiri demikian kuat, hingga tak dapat orang bicara tentang jiplakan, kecuali kalau tiap hasil pengaruh mau dianggap jiplakan. Maka, adalah terlalu gegabah untuk menuduh Hamka plagiat seperti meneriaki tukang copet di Senen.”
 
Berbeda dengan kasus Chairil, pendapat Jassin kali ini disanggah Umar Junus. Argumen Jassin di atas tidak dianggapnya cukup. ”Dalam hubungan jiplakan yang bersifat saduran, yang perlu diperhatikan ialah adanya persamaan pola dan plot, sedangkan filsafatnya, temanya, bisa saja berbeda. Kami tidak mengetahui dengan pasti apakah memang ada persamaan pola dan plot antara Madjdulin dan Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, tapi yang dapat kami katakan, alasan yang digunakan oleh pembelanya dengan menggunakan tema, filsafat, dan sebagainya tidak meyakinkan kami bahwa itu bukan jiplakan. / Penonjolan Jassin yang mengatakan bahwa Tenggelamnya Kapal Van der Wijck mengandung soal adat yang pasti tidak ada pada Madjdulin sulit untuk dipertanggungjawabkan,” tulis Junus. Maka, seperti dapat disaksikan, bukan lagi Hamka yang diserang, melainkan argumen pembelaan Jassin.
 
Dengan demikian, keberhinggaan wacana telah berkembang, tetapi belum mengubah mitos bahwa kedudukan pengarang adalah ”sakral”, yakni bahwa segala sesuatu yang bersumber daripadanya adalah orisinal atawa ”asli”.
 
Kepengarangan dan konstruksi sosial
 
Tahun 2000, yakni 38 tahun setelah polemik yang bersumber kepada satu dalil itu, bahwa kualitas ”kesucian” seorang pengarang terletak kepada orisinalitasnya, muncul buku Hidup Matinya Sang Pengarang yang disunting oleh Toeti Heraty. Isinya, berbagai pemikiran mengenai kepengarangan, yang pada mulanya memang menunjukkan posisi pengarang sebagai sosok genius dan agung, yang difungsikan sebagai sumber pencerahan bagi masyarakatnya, tetapi yang segera disusul dengan munculnya tesis kemandirian teks, menggusur sama sekali maksud dan tujuan pengarang. Maka dalam hal ini pembaca seolah bertiwikrama menjadi Mahapembaca, yang sambil ”membunuh” pengarang mendapat hak sepenuhnya melakukan pembermaknaannya sendiri. Kenapa bisa begitu?
 
Esai Roland Barthes yang juga diterjemahkan dalam buku ini, Kematian Sang Pengarang, menyampaikan bahwa sebetulnya pengarang dalam konteks yang kita bicarakan, bukan pendongeng tradisional, adalah tokoh modern yang dihasilkan masyarakat Barat pada saat keluar dari Abad Pertengahan, dipengaruhi empirisme Inggris, rasionalisme Perancis, dan keyakinan pribadi Reformasi tempat diketemukannya kehormatan individual atau manusia pribadi. Dalam sastra, pribadi pengarang menjadi sangat penting, sebelum digugurkan pendapat bahwa pengarang modern lahir pada waktu yang sama dengan teksnya; ia bukan subjek dari mana buku itu berasal dan setiap teks ditulis secara abadi kini dan di sini, yang dalam istilah linguistik disebut performatif, yakni hanya terdapat pada orang pertama dan dalam waktu kini, ketika tindak bicara tidak mempunyai isi lain dari tindak pengucapannya.
 
Menurut Barthes, teks bukan lagi deretan kata dengan makna teologis, yakni bahwa ada ”pesan” dari pengarang yang berperan bagaikan Tuhan, melainkan teks sebagai ruang multidimensi tempat telah dikawinkan dan dipertentangkan beberapa tulisan, tidak ada yang aslinya: teks adalah suatu tenunan dari kutipan, berasal dari seribu sumber budaya. Seorang pengarang diibaratkannya hidup di dalam kamus raksasa, tempat ia hidup hanya untuk meniru buku, dan buku ini sendiri hanya merupakan jaringan tanda, peniruan tanpa akhir. Suatu teks terdiri dari penulisan ganda, beberapa kebudayaan yang bertemu dalam dialog, dalam hubungan-hubungan, yang terkumpul bukan pada pengarang (yang kekiniannya sudah berlalu) tetapi pada pembaca, ruang tempat teks diguratkan tanpa ada yang hilang. Pembaca adalah seseorang yang memegang semua jalur dari mana tulisan dibuat dalam medan yang sama. Sehingga, menurut Barthes, mitos harus dibalik: Kelahiran pembaca harus diimbangi oleh kematian pengarang.
 
Namun, kita harus hati-hati dalam menafsir kata ”pengarang” ini karena menurut Michel Foucault dalam Siapa Itu Sang Pengarang? yang juga diterjemahkan di sini, di antara ulasannya yang panjang lebar, bahwa ”… akan sama kelirunya jika kita menyamakan pengarang dengan pengarang sebenarnya, kalau kita menyamakannya dengan pembicara fiktif; fungsi-pengarang dilaksanakan dan beroperasi dalam analisis itu sendiri, dalam pembagian dan jarak.” Nah, apakah ini berarti wacana yang menciptakan pengarang, dan pengarang tidak menciptakan apa-apa, karena fungsi bagian dari wacana?
 
Sampai di sini, untuk sementara disimpulkan bahwa (1) plagiarisme sebagai bentuk kebersalahan timbul dari mitos kesucian pengarang yang ditentukan oleh orisinalitasnya; (2) meski secara filosofis dominasi pengarang atas teks sudah terhapus, tidak berarti bahwa plagiarisme menjadi halal karena mengakui ketidakmungkinan untuk jadi asli tidaklah sama dengan pemberian izin untuk mengutip tanpa menyebutkan sumbernya; (3) plagiarisme sebagai masalah etis, meski moralitasnya merupakan tanggung jawab pelaku terhadap dirinya sendiri, layak diterjemahkan secara legal dan sosial, sejauh terdapat pihak yang karenanya mendapat kerugian dan ketidakadilan dalam segala bentuk; (4) setiap bentuk kebersalahan dalam konteks ini tentunya diandaikan dapat ditebus kembali.
***
 
*) Seno Gumira Ajidarma, wartawan.

http://sastra-indonesia.com/2011/08/plagiarisme-dan-kepengarangan/

Tidak ada komentar:

A Rodhi Murtadho A. Anzib A. Azis Masyhuri A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A. Riyadi Amar A. Yusrianto Elga A.H. J Khuzaini A.J. Susmana A.S Laksana Abd. Basid Abdul Azis Sukarno Abdul Hadi W.M. Abdul Kirno Tanda Abdul Wachid B.S Abdurrahman Wachid Abdurrahman Wahid Abimardha Kurniawan Abu Salman Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Achmad Sunjayadi Adek Alwi Adi Faridh Adian Husaini Adreas Anggit W. Adrizas Afrizal Malna Agama Para Bajingan Agni Rahadyanti Aguk Irawan M.N. Agus Aris Munandar Agus B. Harianto Agus Bing Agus Buchori Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahda Imran Ahid Hidayat Ahmad Fanani Mosah Ahmad Fatoni Ahmad Hartanto Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Naufel Ahmad Suhendra Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Airlangga Pribadi Ajip Rosidi Akbar Ananda Speedgo Akhmad Sekhu Akhmad Sofyan Hadi Akhmad Taufiq Akhudiat Akmal Nasery Basral Alam Terkembang Alang Khoiruddin Aldila Avrikartika Alfred Tuname Ali Audah Ali Soekardi Amien Wangsitalaja Andhi Setyo Wibowo Andi Andrianto Andong Buku #3 Andry Deblenk Angela Anggota FSL Anggraini Lubis Anindita S Thayf Anis Ceha Anjrah Lelono Broto Anton Bae Anton Kurnia Anton Kurniawan Anton Septian Anwar Nuris Any Rufaidah APSAS (Apresiasi Sastra) Arafat Nur Ari Saputra Ariany Isnamurti Arie Yani Arief Junianto Arifin Hakim Arim Kamandaka Arina Habaidillah Armada Riyanto CM Arman A.Z. Arswendo Atmowiloto Arti Bumi Intaran Arwan Arysio Santos AS Sumbawi Asarpin Asep Sambodja Atafras Atmakusumah Awalludin GD Mualif Aziz Abdul Gofar Babad Nuca Nepa Babe Derwan Badrut Tamam Bagus Takwin Bahrul Ulum A. Malik Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bambang Kuncoro Bambang Satriya Bambang Sugiharto Bandung Mawardi Banyuwangi Bengawan Solo di Karanggeneng Beni Setia Benny Benke Bentara Budaya Yogyakarta Berita Berita Duka Berita Koran Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Biografi Blambangan kuno Bonari Nabonenar Brunel University London Budaya Budi Darma Budi P Hatees Budiawan Dwi Santoso Bujang Tan Domang Bung Tomo Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cerbung Cerkak Cerpen Chairil Anwar Chamim Kohari Chavchay Syaifullah CNN Indonesia D. Dudu AR D. Zawawi Imron Dahlan Kong Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Daniel Paranamesa Danilo Kis Danuji Ahmad Darju Prasetya Darmanto Jatman David ZA Dea Anugrah Dedi Pramono Deni Jazuli Denny Mizhar Desiana Medya A.L Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Dian Diana A.V. Sasa Didin Tulus Dinas Perpustakaan Daerah Lamongan Diskusi buku Djibril Muhammad Djoko Pitono Djoko Saryono Djulianto Susantio Dody Yan Masfa Dom Dinis Donny Syofyan Dorothea Rosa Herliany Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Kartika Rahayu Dwi Pranoto Dwi S. Wibowo Dwidjo U. Maksum Edeng Syamsul Ma’arif Edi Purwanto Edith Koesoemawiria EH Ismail Eidi Krina Jason Sembiring Eka Budianta Eka Fendri Putra Eka Kurniawan Eko Endarmoko Eko Nuryono Elin Yunita Kristanti Ellyn Novellin Elnisya Mahendra Em Syuhada’ Emha Ainun Nadjib Eny Rose Eriyanti Esai Evan Ys Evieta Fadjar F Rahardi Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Fakhrudin Aris Fanani Rahman Fariz al-Nizar Faruk Fatah Anshori Fatah Yasin Noor Fauzan Al-Anzhari Fazabinal Alim Felix K Nesi Ferdiansyah Thajib Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Forum Sastra Lamongan Furqon Lapoa Galuh Tulus Utama Ganug Nugroho Adi Gde Artawan Gede Mugi Raharja Gerakan Surah Buku (GSB) Gerson Poyk Gito Waluyo Goenawan Mohamad Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gunoto Saparie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur H.B. Jassin Haaretz Hadi Napster Halim HD Hamberan Syahbana Hamdy Salad Hamzah Fansuri Haris del Hakim Haris Saputra Harri Ash Shiddiqie Harry Susilo Hartono Harimurti Hasan Junus Hasnan Bachtiar Hawe Setiawan Henri Nurcahyo Hepi Andi Bastoni Heri CS Heri Latief Heri Listianto Heri Santoso Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Lamongan Heru CN Heru Joni Putra Hikmat Gumelar Hilmi Abedillah Hudan Hidayat I Made Prabaswara I Nyoman Darma Putra I Nyoman Suaka Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi IGK Tribana Ignas Kleden Ignatius Yunanto Imam Muhayat Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indra J. Piliang Indra Tjahjadi Indra Tranggono IPNU Kabupaten Lamongan 1955 Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iwan Kurniawan Iwank Jadid Al Farisy Jafar Fakhrurozi Jalan Raya Simo Sungelebak Jamal D Rahman Jamaluddin Mohammad Jamrin Abubakar Jauhari Zailani Javed Paul Syatha Jean Couteau Jiero Cafe Jihan Fauziah JJ. Kusni Jo Batara Surya Joao Ruiz De Castelo Branco Johan Khoirul Zaman John Halmahera John Sinartha Wolo Joko Budhiarto Joko Pinurbo Joko Sandur Joko Widodo Jual Buku Jual Buku Paket Hemat Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K.H. Anwar Manshur K.H. Ma'ruf Amin Karanggeneng Kasnadi Katrin Bandel Kemah Budaya Panturan (KBP) Khoshshol Fairuz Ki Ompong Sudarsono Kingkin Puput Kinanti Kirana Kejora Komplek Gor Kamantren Paciran Lamongan Komunitas Deo Gratias Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias Komunitas Perupa Lamongan Komunitas Sastra Ilalang Indonesia (KSII) KOSTELA Kritik Sastra Kukuh S Wibowo Kukuh Yudha Karnanta Kurnia EF L. Ridwan Muljosudarmo Laksmi Sitoresmi Lamongan Lamongan 1916 Larung Sastra Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leo Tolstoy Lina Kelana Linda Christanty Liza Wahyuninto Loe Lan Ing Lukisan Rengga AP Lukman Santoso Az Lutfi Rakhmawati Lynglieastrid Isabellita Lysander Kemp M Anta Kusuma M. Aan Mansyur M. Harir Muzakki M. Latief M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S. M. Lukluk Atsmara Anjaina M. Lutfi M. Raudah Jambak M. Yoesoef M.D. Atmaja Mahamuda Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Majelis Sastra Asia Tenggara Makalah Tinjauan Ilmiah Mala M.S Malam Apresiasi Seni Tanahmerah Ponorogo Maman S. Mahayana Manneke Budiman Mardi Luhung Margita Widiyatmaka Marhalim Zaini Mario F. Lawi Marsi Ragaleka Martin Aleida Martin Lings Masdharmadji Mashuri Mathori A Elwa Matroni Muserang Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Misbahus Surur Mochtar Lubis Mohammad Eri Irawan Muafiqul Khalid MD Mudjia Rahardjo Muh Syaifullah Muhajir Arifin Muhamad Rifai Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Alimudin Muhammad Aris Muhammad Muhibbuddin Muhammad Rain Muhammad Taufiqurrohman Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yamin Muhammad Yasir Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun A.S Mujtahid Mujtahidin Billah Mulyadi SA Mulyosari Banyuurip Ujungpangkah Gresik Musfi Efrizal Muslim Kasim Musyafak Nadhi Kiara Zifen Nafi’ah Al-Ma’rab Nailunni’am Naqib Najah Naskah Teater Nasrullah Thaleb Nawa Tunggal Nevatuhella Nezar Patria Nina Mussolini-Hansson Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nitis Sahpeni Nizar Qabbani Noor H. Dee Noval Jubbek Novel Nunung Nurdiah Nurel Javissyarqi Nurjanah Nurul Anam Nurul Hadi Koclok Nurul Komariyah Nuryana Asmaudi Obrolan Octavio Paz Olivia Kristina Sinaga Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pagelaran Musim Tandur Pawang Surya Kencana PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin PDS HB Jassin Pesantren Tebuireng Petrus Nandi Philipus Parera Pipiet Senja Plato Pramoedya Ananta Toer Pratono Pringadi AS Priyatna Abdurrasyid Prof Dr Faisal Ismail MA Prosa Puisi Puji Santosa Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Putu Fajar Arcana Putu Wijaya R Toto Sugiharto Radhar Panca Dahana Rahmat Sularso Nh Raihul Fadjri Raja Ali Haji Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Ramadhan Batubara Ranang Aji SP Ratnaning Asih Ratno Fadillah Raudal Tanjung Banua Raudlotul Immaroh Redland Movie Reiny Dwinanda Rengga AP Resensi Reuni Mts Putra-Putri Simo Sungelebak 1991-1992 Rheza Ardiansyah Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Rinto Andriono Riris K. Toha-Sarumpaet Risang Anom Pujayanto Riyadhus Shalihin Riyon Fidwar Robin Al Kautsar Rodli TL Rojiful Mamduh Romi Zarman Rosihan Anwar Roso Titi Sarkoro Rudy Polycarpus Rumah Budaya Pantura (RBP) Rx King Motor S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabine Mueller Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifur Rohman Sainul Hermawan Sajak Salamet Wahedi Samin Samsudin Adlawi Sanggar Pasir Sanggar Rumah Ilalang Sapardi Djoko Damono Saparinah Sadli Sartika Dian Nuraini Sarworo Sp Satmoko Budi Santoso Satriani Satriwan Satyagraha Hoerip Saut Situmorang Sayyid Fahmi Alathas Sejarah SelaSastra #24 di Boenga Ketjil Jombang SelaSastra Boenga Ketjil Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Septi Sutrisna Sergi Sutanto Setia Naka Andrian Shinta Maharani Shiny.ane el’poesya Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Khoeriyah Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Sitor Situmorang Siwi Dwi Saputro Siwi Tri Puji B Sjifa Amori Sofian Dwi Sofyan RH. Zaid Solihin Solo Exhibition Rengga AP Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sri Wintala Achmad Sri Wulan Rujiati Mulyadi St Sularto Stefanus P. Elu Suci Ayu Latifah Sudartomo Macaryus Sugiarta Sriwibawa Sugiarto Sujatmiko Sunaryono Basuki Ks Sungatno Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suripto SH Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutamat Arybowo Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Syamsudin Walad Syi'ir Sylvianita Widyawati Syu'bah Asa TanahmeraH ArtSpace Tarmuzie Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Setiawan Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Th Sumartana Thales Theo Uheng Koban Uer Timur Budi Raja Titik Alva-Alvi Choiriyah Tjahjono EP Tjahjono Widarmanto To Take Delight Toko Buku Murah PUstaka puJAngga Lamongan Tomas Transtroemer Tosa Poetra Toto Gutomo TS Pinang Tu-ngang Iskandar Udo Z. Karzi Ulil Abshar-Abdalla Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Umbu Landu Paranggi Universitas Indonesia Universitas Jember Usman Arrumy Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W. Haryanto W.S. Rendra Wahyu Awaludin Warih Wisatsana Waskiti G Sasongko Wawan Eko Yulianto Wawancara Wemmy Alfadhli Wicaksono Widya Oktaviani Wina Bojonegoro Wingko Legendaris dari Babat-Lamongan Wisnu T Hanggoro Wowok Hesti Prabowo Y Alprianti Y. Wibowo Yani Arifin Sholikin Yanto Musthofa Yasraf Amir Piliang Yayat R. Cipasang Yohanes Padmo Adi Nugroho Yohanes Sehandi Yok’s Slice Priyo Yoks Kalachakra Yona Primadesi Yoram Kaniuk Yunit Permadi Yusi A. Pareanom Yusri Fajar Yuval Noah Harari Yuyun Ifa Naliah Zaim Rofiqi Zainal Arifin Thoha Zaki Zubaidi Zawawi Se Zehan Zareez Zen Rachmat Sugito